Mengapa Kunang-kunang yang Termakan Katak Masih Bisa Memancarkan Cahaya?
https://www.belajarsampaimati.com/2024/10/mengapa-kunang-kunang-yang-termakan.html
Ilustrasi/suaramerdeka.com |
Kunang-kunang adalah serangga yang terkenal karena kemampuannya memancarkan cahaya yang disebut bioluminesensi. Cahaya ini dihasilkan oleh interaksi kimia dalam tubuh kunang-kunang yang melibatkan enzim luciferase dan zat kimia yang disebut luciferin.
Fenomena menarik terjadi ketika katak memakan kunang-kunang, dan cahaya itu tetap terpancar. Penjelasan ilmiah di balik fenomena ini melibatkan proses yang terjadi di dalam tubuh kunang-kunang, dan kemampuan mereka dalam menghasilkan cahaya.
Untuk memahami fenomena ini, kita perlu memahami bagaimana bioluminesensi pada kunang-kunang biasanya terjadi. Kunang-kunang memiliki organ khusus di tubuh mereka yang disebut fotogen. Organ ini mengandung sel-sel yang menghasilkan enzim luciferase dan zat kimia luciferin. Ketika luciferin bereaksi dengan oksigen dalam keberadaan luciferase, proses yang disebut oksidasi terjadi, menghasilkan cahaya yang kita lihat.
Ketika katak memakan kunang-kunang, fenomena menarik terjadi. Pencernaan katak mulai memecah makanan yang masuk, termasuk kunang-kunang. Proses pencernaan melibatkan enzim pencernaan seperti asam lambung dan enzim protease yang bertanggung jawab memecah protein dalam makanan. Lucuferase dan luciferin yang ada dalam kunang-kunang juga terkena proses pencernaan ini.
Meskipun terjadi pencernaan, beberapa enzim luciferase dan luciferin dalam kunang-kunang mungkin tetap utuh dan tidak sepenuhnya terurai. Sebagai hasilnya, ketika proses pencernaan berlangsung, sisa-sisa enzim dan zat kimia bioluminesensi dapat tetap berinteraksi dan menghasilkan cahaya. Ini karena sisa-sisa enzim dan luciferin yang masih ada dalam organisme katak masih bisa saling berhubungan dan memicu reaksi kimia bioluminesensi.
Selain itu, bioluminesensi pada kunang-kunang tidak memerlukan pasokan energi eksternal. Cahaya yang dihasilkan merupakan hasil dari reaksi kimia internal yang melibatkan zat kimia yang sudah ada di dalam tubuh kunang-kunang. Jadi, bahkan setelah dimakan, sisa-sisa enzim dan zat kimia dalam kunang-kunang masih dapat berinteraksi dan menghasilkan cahaya tanpa kehadiran organisme kunang-kunang yang utuh.
Fenomena ini menunjukkan bahwa reaksi kimia bioluminesensi pada kunang-kunang tidak sepenuhnya tergantung pada kondisi organisme yang hidup. Sisa-sisa enzim dan zat kimia bioluminesensi yang masih ada dalam tubuh kunang-kunang yang termakan masih mempertahankan kemampuan mereka untuk berinteraksi dan memicu reaksi cahaya. Namun, intensitas cahaya yang dipancarkan mungkin tidak sekuat ketika kunang-kunang masih hidup dan organisme tersebut berfungsi dengan normal.
Hmm... ada yang mau menambahkan?