Apa Itu Post-Truth, dan Kenapa Bermasalah?

Ilustrasi/kompas.com
Istilah "post-truth" merujuk pada situasi di mana emosi, keyakinan, atau pandangan subjektif seseorang memiliki pengaruh yang lebih besar daripada fakta empiris dalam mempengaruhi pendapat publik dan pengambilan keputusan. 

Dalam era post-truth, kebenaran objektif sering kali diabaikan atau dipandang remeh, sementara narasi atau opini yang sesuai dengan keyakinan individu atau tujuan politik lebih dominan. Berikut uraian konsep post-truth, mengapa ini jadi masalah, serta implikasinya dalam politik, media, dan masyarakat.

Konsep post-truth

Konsep post-truth menggambarkan fenomena di mana emosi, keyakinan, atau narasi yang kuat lebih berperan dalam membentuk pandangan dan keputusan seseorang daripada fakta empiris atau kebenaran objektif. Dalam era post-truth, orang cenderung mengabaikan atau meragukan otoritas sains, penelitian, atau media yang berusaha menyajikan informasi berdasarkan bukti nyata.

Salah satu karakteristik utama dari era post-truth adalah penyebaran berita palsu atau "hoaks" yang disebarkan secara luas melalui media sosial dan platform digital. Hoaks ini sering kali dirancang untuk memanipulasi opini publik atau menggambarkan narasi tertentu yang sesuai dengan tujuan politik atau ideologis tertentu.

Mengapa post-truth jadi masalah?

Post-truth jadi masalah yang signifikan karena berpotensi merusak dasar demokrasi, integritas informasi, serta diskusi dan pengambilan keputusan yang sehat dalam masyarakat. Beberapa alasan mengapa ini jadi masalah adalah sebagai berikut:

Polarisasi dan perpecahan masyarakat: Era post-truth cenderung memperdalam polarisasi dalam masyarakat. Orang cenderung mengikuti sumber informasi yang memvalidasi keyakinan mereka, yang dapat memisahkan masyarakat jadi kelompok-kelompok yang semakin terpolarisasi.

Ketidakpercayaan terhadap media: Ketika media dipandang sebagai sumber informasi yang tidak dapat diandalkan atau bias, ini dapat mengurangi kepercayaan publik pada institusi media yang merupakan pilar penting dalam sistem demokrasi.

Ketidakstabilan politik: Di era post-truth, politik sering kali dipengaruhi oleh narasi dan emosi daripada argumen berdasarkan fakta. Hal ini dapat menghasilkan keputusan politik yang tidak selalu didasarkan pada penilaian bijak atau bukti empiris.

Kesulitan dalam pengambilan keputusan yang rasional: Keputusan individu dan kebijakan publik yang baik memerlukan dasar yang kuat dalam informasi yang akurat dan objektif. Post-truth membuat pengambilan keputusan yang rasional jadi lebih sulit karena opini lebih dominan daripada fakta.

Implikasi dalam politik

Politik adalah salah satu bidang yang paling terpengaruh oleh era post-truth. Dalam politik, terdapat peningkatan penggunaan retorika yang emosional dan naratif yang berdasarkan keyakinan daripada fakta empiris. Beberapa implikasinya adalah sebagai berikut:

Populisme: Politikus populis sering memanfaatkan era post-truth dengan mengedepankan emosi dan retorika yang sederhana untuk memperoleh dukungan massa, bahkan jika janji-janji mereka tidak didasarkan pada rencana yang rasional atau dapat diimplementasikan.

Pemilu yang dipengaruhi emosi: Pemilu sering kali dipengaruhi oleh retorika emosional daripada perdebatan rasional tentang kebijakan dan visi masa depan. Kandidat yang mampu membangkitkan emosi sering mendapat dukungan lebih banyak.

Polarisasi yang lebih dalam: Era post-truth cenderung memperdalam polarisasi dalam politik, dengan pendukung berbagai kelompok yang semakin merasa yakin dalam keyakinan mereka sendiri, dan semakin skeptis terhadap pandangan kelompok lain.

Implikasi dalam media

Media juga memiliki peran penting dalam era post-truth. Pengaruh media dalam membentuk pandangan masyarakat dan memberikan informasi yang akurat jadi terganggu. Beberapa implikasinya adalah sebagai berikut:

Penyebaran hoaks: Media sosial dan platform digital memungkinkan penyebaran berita palsu dengan cepat dan luas. Hoaks sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian daripada berita yang diverifikasi dan berdasarkan bukti.

Fragmentasi informasi: Orang cenderung mengikuti sumber informasi yang sesuai dengan keyakinan mereka, yang dapat mengakibatkan fragmentasi masyarakat dalam kelompok-kelompok yang hanya terpapar pada pandangan mereka sendiri.

Krisis kepercayaan pada media tradisional: Ketika media tradisional dituduh sebagai berita palsu atau bias, ini mengakibatkan penurunan kepercayaan terhadap sumber-sumber informasi yang telah lama diandalkan.

Mengatasi era post-truth

Mengatasi era post-truth memerlukan upaya dari berbagai pihak, termasuk individu, media, pemerintah, dan pendidikan. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

Pendidikan kritis: Meningkatkan literasi media dan keterampilan berpikir kritis adalah kunci dalam membantu individu mengenali berita palsu dan bias kognitif.

Transparansi media: Media harus meningkatkan transparansi dalam pelaporan, mengutamakan sumber yang diverifikasi, dan menyediakan informasi yang lebih lengkap.

Peran pemerintah: Pemerintah dapat berperan dalam mengatur dan mengawasi platform media sosial serta mempromosikan standar etika dalam pelaporan media.

Pengawasan publik: Mengaktifkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan terhadap informasi yang mereka konsumsi, termasuk melalui fact-checking dan mengkritisi narasi yang meragukan.

Mendorong jurnalisme berkualitas: Dukungan terhadap jurnalisme yang kredibel dan berkualitas merupakan upaya penting dalam melawan era post-truth.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Istilah Ilmiah 2830332209440177077

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item