Tak Henti, Meski Tertatih
https://www.belajarsampaimati.com/2023/10/tak-henti-meski-tertatih.html
Ilustrasi/forrestfulton.com |
“Ini akan jadi moment yang sangat penting,” ujar Jim Redmond kepada anaknya, Derek Redmond. Mereka ada di Barcelona, dan Derek Redmond akan mengikuti lomba lari dalam Olimpiade.
Waktu itu, Derek Redmond berusia 27, dan dikenal sebagai atlet lari asal Inggris. Ia pemegang rekor nasional Inggris untuk lari 400 meter, memenangi medali emas untuk lari estafet 4x400 meter pada Kejuaraan Dunia, Kejuaraan Eropa, dan Pekan Olahraga Antarnegara Commonwealth. Pada Olimpiade Barcelona 1992, dia pun diyakini banyak orang sebagai kandidat juara lari 400 meter.
Bersama ayahnya, Derek Redmond pergi ke Barcelona, seperti yang biasa mereka lakukan. Sang ayah selalu menemani anaknya, setiap kali sang anak terjun ke berbagai kompetisi. Mereka partner yang hebat, dan Derek Redmond menganggap kehadiran ayahnya sebagai penyemangat.
Karier Derek Redmond di bidang olahraga sudah tampak menonjol sejak berusia 19. Pada usia itu, ia telah memecahkan rekor 400 meter dalam lomba lari di Eropa, dengan waktu 44,50 detik. Untuk mencapai prestasi itu, Derek Redmond harus melaluinya dengan berbagai latihan keras, hingga cedera serius berkali-kali. Tetapi, yang jelas, prestasinya menjadikan ia sulit dikalahkan siapa pun.
Sebelumnya, pada 1988, Derek Redmond telah mengikuti Olimpiade, yang waktu itu diadakan di Korea. Namun, sebelum sempat bertanding, dia mengalami cedera parah, sehingga tidak bisa turun ke lapangan. Karenanya, ketika akhirnya bisa datang ke Olimpiade di Barcelona, Derek Redmond bertekad untuk mewujudkan impiannya mendapatkan medali Olimpiade.
Bersama tujuh pelari lain, Derek Redmond telah bersiap di garis start. Waktu itu, stadion sangat penuh, dengan 65.000 orang yang bersiap menyaksikan pertandingan. Diam-diam, Derek Redmond membatin, “Tak peduli seburuk apa pun perlombaan ini, aku akan menyelesaikannya sampai garis finish.”
Suara pistol meletus, menandai lomba dimulai, dan delapan pelari melesat meninggalkan garis start. Mereka beradu cepat demi membuktikan siapa yang terbaik di lari cepat 400 meter Olimpiade Barcelona 1992. Derek Redmond berada di lintasan ke lima. Para pengamat dan sebagian besar penonton menjagokannya.
Latihan keras yang dijalani sebelumnya menjadikan Derek Redmond mampu mengungguli lawan-lawannya dengan mudah. Dengan cepat, dia sudah memimpin di depan, hingga mencapai garis 225 meter. Tinggal 175 meter lagi, dan dia akan mencapai garis finish untuk menjadi juara, dan medali Olimpiade akan ada di tangannya.
Tetapi... tepat saat bayangan indah tentang medali hinggap di angannya, Derek Redmond merasakan kaki kirinya sakit luar biasa. Sebagai atlet, dia tahu kakinya mengalami cedera, dan larinya pun melambat, hingga kemudian terjatuh. Tubuhnya rebah ke tanah, saat satu kakinya tak mampu lagi menopang. Dia memegangi kakinya dengan raut wajah kesakitan.
Para penonton di stadion terdiam, tercekam. Tim medis segera turun, mendekati Derek Redmond. Beberapa saat, Derek tampak memegangi paha belakangnya, sembari menahan sakit. Penonton memastikan Derek Redmond gagal menyelesaikan lomba.
Tim medis menyiapkan tandu, bersiap membawa Derek Redmond dari sana, untuk mendapatkan pertolongan medis. Tetapi, tiba-tiba, Derek Redmond bangkit dan berkata, “Aku akan meneruskan lomba.”
Melihat penderitaan yang tampak pada Derek Redmond, tim medis mencoba menghalangi, tapi atlet itu tak bisa dihentikan. Dengan susah payah, terpincang-pincang, dia mencoba melanjutkan lari, menuju garis finish. Kali ini, sebenarnya, dia bukan berlari, tapi melompat dengan satu kaki, karena kaki kirinya tak mampu lagi menopang tubuhnya.
Penonton di stadion terpana.
Tiba-tiba, dari arah tribun penonton, seorang lelaki melompat meninggalkan kursinya. Ia berlari memasuki lintasan lomba, dan mendekati Derek Redmond. Para petugas keamanan mencoba menghalangi, tapi lelaki itu tak bisa dihentikan. “Itu anakku, dan aku akan menolongnya!” teriak Jim, ayah Derek Redmond, kepada orang-orang yang menghalanginya.
Jim Redmond masuk ke lapangan, mendekati anaknya yang masih tertatih-tatih. Derek Redmond, yang mendapati ayahnya di lapangan, segera memeluk pundak sang ayah, dan menangis, menyesali yang telah terjadi, cedera yang ia alami.
“Kau tak bisa meneruskan lomba ini,” ujar Jim pada anaknya.
“Ya,” ujar Derek Redmond, “aku akan meneruskan lomba ini.”
Melihat tekad di mata anaknya, Jim akhirnya berkata, “Kalau begitu, mari kita lakukan bersama.”
Jim merangkul dan memapah anaknya yang terpincang-pincang, dan mereka berdua melangkah tertatih menuju ke garis finish. Sepanjang 150 meter mereka berangkulan—ayah dan anak—tertatih di lintasan lomba lari Olimpiade Barcelona.
Penonton di stadion terdiam.
Akhirnya, ketika garis finish tinggal beberapa langkah lagi, Jim melepaskan anaknya, dan berbisik, “Kau harus menyelesaikannya sendiri.”
Derek Redmond melanjutkan langkahnya, sendirian, tertatih, terluka, kesakitan, tapi tak bisa dihentikan.
Seluruh stadion tercekam, hening.
Akhirnya, setelah detik-detik paling menegangkan lewat, Derek Redmond sampai di garis finish. Seusai dia menyelesaikan lomba itu, tubuhnya terhuyung, tak mampu lagi berdiri, tapi sang ayah segera merengkuhnya.
Enam puluh lima ribu penonton di stadion Barcelona berdiri, dan bersorak, bertepuk panjang... sangat panjang, bersama isak tangis sebagian dari mereka. Itu pemandangan paling memukau yang pernah terjadi di stadion Barcelona, dan kelak menjadi salah satu peristiwa yang tak pernah dilupakan. Adegan ayah dan anak itu kini seolah lebih penting daripada siapa pemenang lomba lari waktu itu.
Derek Redmond tidak mendapatkan medali Olimpiade, tentu saja, bahkan dia didiskualifikasi dari perlombaan. Tetapi, ayahnya berkata, “Aku ayah paling bangga sedunia! Aku lebih bangga kepadanya sekarang, daripada jika dia mendapatkan medali emas.”
Dua tahun usai Olimpiade Barcelona, dokter bedah yang merawat Derek Redmond menyatakan bahwa Derek tidak akan bisa lagi mewakili negaranya dalam perlombaan olahraga.
Tapi Derek Redmond tampaknya tak bisa dihentikan. Setelah tak bisa lagi aktif dalam lomba lari, dia menekuni dunia basket, hingga menjadi bagian dari timnas basket Inggris Raya. Sejak itu, dunia mengenal Derek Redmond sebagai pebasket Inggris. Dan, seperti sebelumnya, Derek Redmond tak bisa dihentikan... karena dia memang tak ingin berhenti, meski tertatih.