Ganjar dan Disabilitas: Jawaban untuk Teddy Gusnaidi

Ilustrasi/tribunnews.com Teddy Gusnaidi mungkin sedang bersemangat tinggi—atau mungkin pula sedang frustrasi—ketika menulis catatan di Twitt...

Ilustrasi/tribunnews.com
Teddy Gusnaidi mungkin sedang bersemangat tinggi—atau mungkin pula sedang frustrasi—ketika menulis catatan di Twitter, beberapa hari lalu, hingga judul catatannya sangat bombastis, provokatif, plus menggunakan huruf kapital semua, “GANJAR SAMA SEKALI TIDAK TAHU, TIDAK MENGERTI, TIDAK PEDULI DAN TIDAK MENJALANKAN PERINTAH UU PENYANDANG DISABILITAS.” [Catatan lengkapnya bisa dibaca di sini.] 

Catatan itu sampai di timeline saya, dan ada beberapa tanggapan yang menyertainya. Saya pun membaca catatan Teddy, serta tanggapan yang mengiringi. Usai membaca catatan Teddy, saya berpikir, “Bagaimana dia bisa menarik kesimpulan seperti itu?”

Karenanya, alih-alih menanggapi catatan Teddy secara reaktif, saya berusaha mengendapkannya terlebih dulu, dan memikirkan bagaimana Teddy bisa sampai pada kesimpulan bahwa Ganjar Pranowo—meminjam ungkapannya—“sama sekali tidak tahu, tidak mengerti, tidak peduli, dan tidak menjalankan perintah UU Penyandang Disabilitas.”

Ternyata, yang dilakukan Teddy bukan menarik kesimpulan, tapi menarik asumsi [yang mungkin ia anggap kesimpulan]. 

Asal usul ocehan Teddy rupanya berasal dari acara temu kangen Ganjar Pranowo dengan para penyandang disabilitas, di Badan Unit Usaha Mandiri, Posko Perjuangan Rakyat (Bumi Pospera) di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam acara itu, Ganjar memaparkan pentingnya memberikan kuota khusus dalam pemerintahan dan perusahaan, yang tujuannya untuk mendukung inklusi sosial dan ekonomi bagi kaum disabilitas.

“Ya, harus ada afirmasi [terhadap para penyandang disabilitas],” kata Ganjar dalam acara itu. “Maka, umpama dalam ketenagakerjaan, mesti ada kewajiban perusahaan, pemerintah, kalau perlu dikasih kuota. Inilah tindakan afirmasi agar mereka (para penyandang disabilitas) bisa bekerja.”

Karena topik pembicaraan dalam acara itu terkait penyandang disabilitas, Ganjar pun memaparkan banyak hal penting terkait mereka, langkah-langkah yang ia lakukan selama menjabat Gubernur Jawa Tengah, sampai berbagai terobosan yang ia bangun untuk para penyandang disabilitas. 

Di antara yang dilakukan Ganjar untuk para penyandang disabilitas, selama menjadi gubernur, adalah pelatihan dan peningkatan keterampilan, sampai menyiapkan SMA dan SMK Negeri di Jateng menjadi sekolah inklusi, sehingga anak berkebutuhan khusus bisa belajar di sekolah umum, dan meningkatkan kualitas SLB Negeri di Jateng.

“Kita bisa menyiapkan mereka, agar mereka juga siap,” kata Ganjar dalam acara di Pospera tadi. “Jadi ketemu, yang di sini (pemerintah/perusahaan) dipaksa dengan aturan untuk memberikan kuota, yang sebelah sini (para penyandang disabilitas) disiapkan untuk dilatih agar nanti bisa mengisi kuota.”

Berdasarkan uraian yang saya tulis ini, apakah kalian menemukan masalah atau kesalahan, terkait sikap dan pernyataan Ganjar Pranowo, khususnya terhadap penyandang disabilitas? Secara objektif, kemungkinan besar tidak! 

Lalu bagaimana Teddy bisa sampai pada kesimpulan melenceng seperti yang ia tulis dengan judul bombastis tadi? Karena dia hanya mencuil (mengambil sebagian kecil) pernyataan Ganjar yang ia pikir dapat ia “belokkan”, untuk kemudian di-framing secara negatif.

Inilah pernyataan Ganjar Pranowo yang ia cuil seenaknya, “Ya, harus ada afirmasi [terhadap para penyandang disabilitas]. Maka, umpama dalam ketenagakerjaan, mesti ada kewajiban perusahaan, pemerintah, kalau perlu dikasih kuota. Inilah tindakan afirmasi agar mereka (para penyandang disabilitas) bisa bekerja.” [Kalimat ini muncul di situs berita, dan ditranskrip langsung dari ucapan Ganjar di Bumi Pospera. Sering kali, orang berbicara (ngomong) secara spontan, sehingga kadang tidak memperhatikan struktur kalimat, dan tampaknya Ganjar juga mengalami hal tersebut dalam ucapan ini.]

Gara-gara kalimat yang "mengalami masalah struktur" itu, Teddy melakukan framing, “Ganjar Pranowo mengatakan, kalau beliau menjadi Presiden, mau memberikan lapangan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas. Ganjar mengatakan harus ada kewajiban pemerintah dan perusahaan untuk penyandang disabilitas bekerja, kalau perlu dikasih kuota. 

“Terlihat hebat, terlihat heroik, terlihat peduli dan merakyat, tapi palsu, karena ini malah memperlihatkan fakta bahwa ketika beliau menjadi Gubernur, beliau sama sekali tidak memperhatikan para penyandang disabilitas. Kenapa? Karena beliau sama sekali tidak mengetahui bahwa ada UU tentang penyandang disabilitas yang mengatur kewajiban untuk mempekerjakan penyandang disabilitas.”

Teddy Gusnaidi tidak menarik kesimpulan, tapi menarik asumsi yang ia anggap kesimpulan. Jika dia cukup terpelajar, mestinya dia bisa membedakan dua hal itu. 

Menarik kesimpulan butuh pengumpulan data, melakukan riset secara komprehensif, menemukan benang merah kualitatif dan kuantitatif, untuk kemudian dapat disimpulkan secara objektif, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sementara yang dilakukan Teddy hanya menarik asumsi—ia cuil sepotong ucapan Ganjar [yang kebetulan mengalami masalah struktur kalimat], lalu menganggap bahwa itu kesimpulan—kemudian ia framing secara negatif, dengan judul bombastis ala koran Lampu Merah. 

Ora akademis, ora ilmiah blas!

Ketika menjabat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendorong komitmen pemerintah dalam bentuk kepedulian terhadap penyandang disabilitas, lewat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. 

Ganjar juga mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemenuhan Hak Disabilitas. Tak hanya itu, Ganjar bahkan menginisiasi lahirnya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, sebagai bentuk keseriusannya memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.

Karena latar belakang itu, pada perekrutan CPNS 2019, misalnya, Pemprov Jateng membuka 28 formasi untuk difabel.

Selama kepemimpinannya di Jawa Tengah, Ganjar juga membuka sekolah yang inklusif [untuk penyandang disabilitas], dan mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas di Jateng, yang salah satunya dengan memberikan pendampingan dan pelatihan kewirausahaan. Di antaranya adalah pemberian fasilitas di Balai Pelatihan Koperasi (Balatkop) dan UMKM, yang beralamat di Jalan Berdikari Raya No 9, Srondol Kulon, Banyumanik, Kota Semarang, Jateng. 

Itulah yang dimaksud dengan pernyataan Ganjar dalam acara di Bumi Pospera tadi, “Kita bisa menyiapkan mereka (para penyandang disabilitas), agar mereka juga siap. Jadi ketemu, yang di sini (pemerintah/perusahaan) dipaksa dengan aturan untuk memberikan kuota, yang sebelah sini (para penyandang disabilitas) disiapkan untuk dilatih agar nanti bisa mengisi kuota.” 

Di Balatkop Semarang, para penyandang disabilitas belajar banyak hal yang membantu mempersiapkan mereka menghadapi dunia kerja. Tidak hanya diberi pelatihan, mereka juga diberi uang saku selama menjalani pelatihan. Tujuannya agar penyandang disabilitas dan peserta lainnya semangat menyerap pendidikan skill yang diberikan. 

Ganjar bahkan mewanti-wanti Dinas Koperasi UMKM agar terbuka pada kritik dan saran dari penyandang disabilitas, agar ada program-program lain yang bermanfaat untuk mereka. Ganjar juga selalu melibatkan forum disabilitas dalam kegiatan musyawarah rencana pembangunan wilayah (musrenbangwil) di setiap tempat.

Ketika mengunjungi Bumi Pospera tadi, dan berinteraksi dengan para penyandang disabilitas, Reza Fahmi, salah satu dari mereka, curhat kepada Ganjar, “Banyak di antara kami yang menganggur karena sulit mendapatkan pekerjaan. Banyak perusahaan yang tidak mau menerima peyandang disabilitas untuk bekerja.”

Menanggapi curhat itulah, Ganjar lalu mengatakan, bahwa “mesti ada kewajiban perusahaan, pemerintah, kalau perlu dikasih kuota. Inilah tindakan afirmasi agar mereka (para penyandang disabilitas) bisa bekerja.” Dalam hal ini, Ganjar tampaknya menilai, masih banyak perusahaan yang belum menerapkan keterbukaan bagi para penyandang disabilitas, meski telah ada Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Jadi, apakah Ganjar “tidak tahu UU tentang penyandang disabilitas yang mengatur kewajiban untuk mempekerjakan penyandang disabilitas”, sebagaimana yang dikatakan Teddy Gusnaidi? Mari lihat faktanya, agar catatan ini tidak hanya berisi ocehan ngawur tidak jelas.

Ketika menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, selama tiga kali berturut-turut—dari tahun 2020, 2021, sampai 2022—Ganjar Pranowo meraih penghargaan sebagai pembina pemenuhan hak disabilitas di dunia kerja inklusif. Hingga Oktober 2022, ada 216 perusahaan di Jateng yang telah membuka lapangan kerja untuk 2.057 orang penyandang disabilitas.

Sakina Rosellasari, Kepala Disnakertrans Jateng, mengatakan, penghargaan itu diberikan oleh Kemenaker RI, atas dedikasi gubernur sebagai kepala daerah dalam upaya penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak disabilitas di dunia kerja inklusif. Selain kepada Pemda, penghargaan itu juga diberikan pada perusahaan, BUMN, dan BUMD, yang telah mengkaryakan difabel.

Sebagai kepala daerah, Ganjar menunjukkan dukungan pada penyadang disabilitas dengan pemihakan pada sisi regulasi hingga penganggaran APBD untuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Provinsi Jawa Tengah. “Sesuai UU nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, perusahaan harus mempekerjakan disabilitas, paling tidak 1 persen. Dari tahun ke tahun, perusahaan di Jateng memiliki good will untuk membuka ruang bagi disabilitas masuk di dunia kerja dan industri.” 

Menindaklanjuti arahan Ganjar, waktu itu, Pemprov Jateng kemudian gencar melakukan sosialisasi sekaligus pendampingan dan pelatihan untuk para penyandang disabilitas. Pelatihan dilakukan sesuai dengan minat dan kemampuan difabel. Dengan begitu, mereka bisa memiliki keterampilan yang dibutuhkan perusahaan, dan berpeluang direkrut bekerja. 

Did you see this? Ada konsep, ada tindak lanjut, ada rencana terarah, ada kerja nyata, dan bukti kemudian menunjukkan. Tiga kali berturut-turut meraih penghargaan terkait kerja nyata untuk penyandang disabilitas, tentunya tidak dibangun dengan omong kosong.

Belakangan, langkah Pemprov Jateng yang memberikan pelatihan dan penyaluran pekerja disabilitas juga dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten di Jawa Tengah. Terkait hal itu, Kepala Disnakertrans Jateng, mengatakan, “Kami memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk ketenagakerjaan. Ini menjembatani antar-difabel yang membutuhkan pekerjaan, kemudian perusahaan yang membutuhkan pekerja. Selain itu, di platform cari kerja kami, E-Makaryo, ada juga khusus untuk disabilitas.”

Jateng juga pernah bekerja sama dengan Kemenaker RI serta Organisasi Buruh Internasional (ILO), menggelar bursa kerja khusus untuk para penyandang disabilitas. Acara yang digelar di UTC Convention Hall Semarang itu diikuti 27 perusahaan yang membuka lowongan bagi pekerja yang memiliki keterbatasan fisik. Kabid Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Disnakertrans Jateng, Candra Yuliawan, waktu itu menyatakan bahwa acara tersebut untuk menjembatani para disabilitas yang mencari kerja dengan perusahaan.

Langkah-langkah yang dilakukan itu kemudian menunjukkan hasilnya. Rumah Sakit Amal Sehat Wonogiri, misalnya, meraih penghargaan kategori perusahaan besar yang mempekerjakan difabel. Karena, pada fasilitas tersebut, pekerja difabel merata, dari cleaning service, perawat, hingga analis kesehatan. Di Rembang, bupati di sana mencanangkan gerakan “satu perusahaan satu persen disabilitas”, serta membekali keterampilan kerja yang dibutuhkan para penyandang disabilitas. Begitu pula yang dilakukan oleh bupati di Semarang, dan daerah-daerah lain di Jateng.

Sebegitu besar perhatian Ganjar Pranowo pada para penyandang disabilitas, dia bahkan tidak hanya fokus pada urusan pendidikan, pelatihan, dan mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia kerja, tetapi sampai melakukan perombakan pada beberapa bangunan di Kantor Gubernur Jateng, demi lebih ramah untuk para penyandang disabilitas.

Jika kita datang ke kompleks Kantor Gubernur Jateng, dan masuk lewat pintu Gedung A, misalnya, kita akan melihat bahwa di sisi kiri telah dibuat jalan khusus bagi penyandang disabilitas. Selain itu, di sejumlah ruangan, seperti ruangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng di lantai dua, juga dibangun jalan khusus bagi penyandang disabilitas yang hendak beraudiensi. Terkait perombakan itu, Ganjar menegaskan, “Setiap gedung publik di Jateng harus memenuhi persyaratan ramah terhadap masyarakat berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas.”

Karenanya, Ganjar juga meminta semua kepala daerah di Jateng menyediakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, karena selama ini masih banyak gedung perkantoran yang belum ramah difabel.

Noviana Dibyantari, pendiri sekaligus inisiator Roemah Difabel Semarang, mengapresiasi langkah Ganjar, dan berharap yang dilakukan Gubernur Ganjar Pranowo di kantornya dapat ditiru oleh bupati/wali kota di daerah lain.

Kembali ke Bumi Pospera, tempat Ganjar memberi pernyataan yang belakangan di-framing Teddy Gusnaidi seenaknya. 

Di mata para penyandang disabilitas, Ganjar Pranowo dinilai sebagai figur yang terbukti peduli. Ini yang ngomong bukan saya, tapi Mustar Bona Ventura, pendamping penyandang disabilitas di Jakarta Timur, yang juga Ketua Umum Pospera. 

Hal itu, menurut Mustar, bisa dilihat dari berbagai kebijakan Ganjar Pranowo saat menjabat Gubernur Jawa Tengah. “Selama 10 tahun memimpin Jawa Tengah, perhatian Ganjar Pranowo kepada disabilitas betul-betul nyata. Mempekerjakan, melatih, dan, lebih penting, tidak ada jarak. Kita melihat itu ada pada Pak Ganjar.”

Apakah Mustar cuma basa-basi, ataukah dia mengatakan fakta sebenarnya?

Sekarang kita flashback ke lima tahun yang lalu, tepatnya pada 23 Februari 2019. Hari itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menikmati satu hari bersama para penyandang disabilitas asal Roemah Difabel. Mereka adalah Didik Sugiyanto, Wiyono, Fawas, Melati, dan Ariel. 

Sebelumnya, Ganjar Pranowo mengunggah di media sosial, mengenai rencana kegiatannya menghadiri acara Haul ke-9 Gus Dur di Solo, dan Mata Najwa On Stage di Boyolali. Saat itu, ada banyak yang berkomentar, salah satunya dari penyandang disabilitas. “Mereka ingin ikut menyaksikan. Langsung saja saya tawari ikut bareng saya. Ternyata mereka senang sekali, dan begitu antusias,” kata Ganjar.

Ganjar memang punya program Sehari Bersama Gubernur, yang dimaksudkan untuk mengajak semua lapisan masyarakat mengikuti kegiatannya selama sehari. Dalam program itu, diharapkan masyarakat bisa mengetahui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh gubernur mereka. Biasanya, acara itu diikuti anak-anak SMA, namun kali ini diikuti para penyandang disabilitas.

Mereka berangkat dari Rumah Dinas Gubernur (Puri Gedeh) Kota Semarang. Pada pukul 11.00 WIB, rombongan bertolak ke Surakarta, dan malamnya di Boyolali. Selama perjalanan, kelima sahabat difabel tadi berada dalam satu mobil bersama Ganjar. Di mobil, mereka berbincang dan bersenda gurau bersama. Kesempatan itu juga mereka gunakan untuk menyampaikan aspirasi, mewakili kawan-kawannya, sesama difabel.

Keakraban antara Ganjar dan kelima sahabat difabel tadi jelas terlihat. Bahkan dari Puri Gedeh hingga selama perjalanan menuju Solo, Ganjar selalu membantu mendorong kursi roda, bahkan tak canggung mengangkat kursi roda yang digunakan teman difabel, saat turun maupun saat hendak naik mobil.

Saat makan siang di Solo, Ganjar dan yang lain juga ikut mengangkat kursi roda sahabat difabel, karena rumah makan yang dituju memiliki tangga cukup tinggi. Pemandangan langka itu mendapat perhatian banyak orang, khususnya mereka yang tengah asyik bersantap di rumah makan tersebut.

Pengalaman dan suasana seharian bersama Ganjar Pranowo membuat para difabel terharu. Mereka mendapati hal-hal yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan. 

Didik Sugiyanto, salah satu difabel yang mengikuti acara itu, belakangan mengatakan, “Tidak hanya berkata, kepedulian beliau tulus. Sampai mau mendorong dan mengangkat kursi roda saya. Saya sampai tidak bisa berkata-kata, mimpi pun saya tidak pernah untuk bisa sedekat ini dengan Pak Ganjar. Tidak ada jarak antara gubernur dengan rakyatnya, dan itu benar-benar nyata. Ini akan semakin membuat kami termotivasi.” 

Dengan segala yang diinisiasi dan dilakukan Ganjar Pranowo selama menjabat Gubernur Jawa Tengah, khususnya kepada para penyandang disabilitas, mungkinkah Ganjar, sebagaimana diocehkan Teddy Gusnaidi, “Demi Pemilu, mendadak terlihat peduli”? Sekarang kita tahu jawabannya.

Kembali ke acara di Bumi Pospera, Reza Fahmi, salah satu penyandang disablitas yang ikut hadir di sana, mengatakan, “Kami mengenal Pak Ganjar sejak lama, dan kami tahu Pak Ganjar sangat peduli pada kelompok disabilitas.” Setelah itu, dia menambahkan, “Kami berharap Pak Ganjar bisa jadi presiden, dan bisa memperluas akses disabilitas agar [kami] bisa mandiri.”

Sepertinya itu harapan dan doa yang patut diamini.

Related

Hoeda's Note 2841211982062211301

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item