Rentenir Online dan Penjahat Bertopeng Ava Korea

Ilustrasi/casmudiberbagi.com
Era internet menarik semua hal yang ada di dunia nyata untuk masuk ke dunia maya, termasuk rentenir atau lintah darat, dan para penipu yang memanfaatkan kepercayaan atau keluguan para korbannya. Fakta itu terungkap di Twitter, akhir-akhir ini, dan berlalu lalang di timeline saya. Satu lagi bahaya internet yang patut kita waspadai.

Sebelumnya, kita telah mengenal pinjol atau pinjaman online, yang modusnya mengiming-imingi orang-orang yang lagi butuh duit cepat. Berbeda dengan utang lewat bank yang butuh waktu lama dan berbelit-belit—dan itu pun tidak ada jaminan berhasil—berurusan dengan pinjol sangat praktis. Tinggal instal aplikasi pinjol, ajukan sejumlah uang yang ingin dipinjam, sediakan syarat-syaratnya (termasuk KTP), lalu pinjaman yang diminta akan cair. Mudah dan praktis... tapi berbahaya.

Karena persyaratannya mudah, berurusan dengan pinjol bisa sangat riskan sekaligus berbahaya. Pertama, aplikasi pinjol yang diinstal si peminjam uang ternyata menyedot data-data di ponsel si peminjam. Kalau kamu berutang ke pinjol lewat aplikasi di ponsel, semua data di ponselmu akan disedot oleh aplikasi itu, khususnya daftar phonebook yang berisi orang-orang yang nomor ponselnya ada di sana.

Kedua, aplikasi pinjol “menyandera” identitas si peminjam, yang biasanya berupa KTP atau identitas penting lain, dan kita tidak pernah tahu apa yang akan mereka lakukan dengan identitas yang dimiliki si peminjam. Dan ketiga, pinjol menetapkan bunga pinjaman sangat besar, bahkan nyaris tak masuk akal.  

Kombinasi tiga hal itu bisa berdampak mengerikan bagi si peminjam. Ketika si peminjam tidak bisa mengembalikan uang yang ia pinjam serta bunganya, pihak pinjol akan terus menerus menagih, sampai dengan cara teror. Jika si peminjam tidak juga membayar, pihak pinjol akan menghubungi orang-orang yang ada dalam phonebook ponsel si peminjam, dan “meneror” mereka. Itu sangat mengerikan, karena orang-orang yang tidak tahu apa-apa ikut jadi korban.

Selama si peminjam belum membayar uang yang ia pinjam, teror itu akan terus berlangsung. Yang jadi masalah, bunga pinjaman di pinjol sangat besar, dan terus bertambah besar seiring berjalannya waktu, dan si peminjam semakin kesulitan membayar pinjamannya. Seiring dengan itu, orang-orang [termasuk keluarga, famili, rekan kerja, teman nongkrong, atasan di kantor, dan lain-lain] terus menerus diteror oleh pihak pinjol gara-gara si peminjam belum juga membayar.

Latar belakang itu menempatkan si peminjam tadi dalam posisi sangat terjepit. Pertama, dia harus membayar secepatnya uang yang ia pinjam. Kedua, uang pinjamannya telah jadi sangat besar gara-gara bunga yang tidak masuk akal, hingga dia semakin kesulitan membayar. Ketiga, dia diteror oleh pinjol tanpa henti. Keempat, dia juga diteror oleh orang-orang di sekitarnya, karena mereka diteror oleh pihak pinjol. Itu pun kadang masih ditambah masalah lain; ia dipecat dari tempat kerjanya, karena kebetulan si atasan juga diteror oleh pihak pinjol. 

Kenyataan semacam itulah yang menyebabkan orang-orang yang terlilit pinjol kadang sampai bunuh diri gara-gara kekalutan yang mencekik hidupnya. Dan kasus bunuh diri akibat pinjol bukan satu dua kali, tapi telah terjadi berkali-kali, hingga sampai taraf meresahkan, dan membuka mata banyak orang. Sejak itu pula, keberadaan aplikasi pinjol mulai diributkan, pihak-pihak yang berwenang mulai turun tangan menertibkan, dan masyarakat semakin sadar.

Apakah setelah itu praktik rentenir online selesai? Ternyata tidak. Belakangan, praktik serupa muncul kembali, dengan cara lebih halus. Kali ini tidak lewat aplikasi, tapi lewat media sosial. Namanya bukan lagi pinjol atau pinjaman online, tapi pinpri atau pinjaman pribadi. Hanya esensinya yang sama; mereka penjahat bermodus uang pinjaman, lintah darat yang memeras orang-orang yang kebetulan butuh uang, dan mencekik korban-korbannya dengan bunga tak masuk akal.

Modus yang dilakukan pinpri di media sosial bisa dibilang serupa dengan aplikasi pinjol. Mereka menawarkan uang pinjaman dengan bunga besar, dan persyaratannya adalah memberikan KTP atau identitas penting lain. Jika kemudian si peminjam tidak bisa mengembalikan uang yang dipinjam plus bunganya di waktu yang dijanjikan, identitas si peminjam akan disebar dan dipermalukan. Bahkan, belakangan terungkap kalau pinpri yang memegang identitas si korban akan menggunakan identitas itu untuk berutang ke pihak pinpri lainnya. Itu benar-benar mengerikan!

Karena korban-korban pinpri di media sosial adalah para remaja, saya merasa perlu menjelaskan uraian barusan sekali lagi, agar benar-benar dapat dipahami.

Kalau kamu berutang pada pinpri di media sosial, kamu harus menyerahkan identitas diri, semisal KTP. Identitasmu akan menjadi sandera pihak pinpri. Uang yang kamu pinjam dari pinpri akan dikenai bunga sangat besar, yang dihitung per hari. Jika sampai hari H kamu belum bisa mengembalikan pinjaman, bunga akan dihitung per jam, dan itu artinya jumlah uang yang harus kamu bayarkan ke pinpri akan semakin besar dan semakin besar. Sementara itu, identitasmu akan digunakan pinpri untuk mempermalukanmu di media sosial, sebagai teror agar kamu segera membayar.

Apakah itu sudah terdengar mengerikan? Tapi itu belum semuanya. Pihak pinpri, yang memegang identitasmu, bisa saja menggunakan identitasmu untuk berutang ke pihak pinpri lain, sehingga kamu akan tercatat punya pinjaman ke pinpri lain. Dan pinpri lain itu juga bisa menggunakan identitasmu untuk tujuan yang sama, dari mempermalukanmu, sampai menggunakan identitasmu untuk meminjam ke pinpri lain lagi. Hasilnya, kamu akan terjerat pada banyak pinpri, padahal kamu tidak meminjam uang pada mereka. 

Menyaksikan fenomena pinpri di media sosial benar-benar bikin miris. Para remaja, yang kebetulan lagi butuh uang, memberanikan diri meminjam pada pinpri, tanpa menyadari bahaya yang bisa menjeratnya. Pinpri itu serupa dengan pinjol, serupa dengan rentenir, serupa dengan lintah darat. Mereka akan mengisapmu sampai kamu kehabisan napas, dan mereka tidak peduli bahkan umpama kamu mati. Pikirkan seribu kali sebelum kamu nekat meminjam uang pada mereka.

Selain pinpri yang marak di media sosial—khususnya Twitter—yang menjerat para remaja, ada fenomena lain yang perlu kita ketahui dan waspadai, yaitu para penjahat yang bertopeng ava Korea.

Seperti kita tahu, di Twitter ada banyak orang, khususnya remaja dan anak-anak muda, yang menggunakan ava artis Korea. Biasanya, mereka merupakan penggemar artis-artis Korea, dan keberadaan mereka di Twitter sudah menyerupai sekte. Dalam arti, mereka benar-benar kompak dan bersatu jika idol mereka disenggol, dan mereka akan menyerang siapa pun yang mengusik. Mereka memiliki rasa kesetiakawanan serta kepercayaan tinggi pada sesama pengguna ava Korea.

Belakangan, hal itu dimanfaatkan oleh para penjahat yang menyaru sebagai sesama penggemar artis Korea. Penjahat-penjahat itu menggunakan ava Korea di Twitter, tampak seperti sesama penggemar artis Korea, hingga sesama mereka percaya. Lalu, para penjahat itu menawarkan hal-hal tertentu yang menggiurkan para ava Korea. Ada yang menawarkan merchandise, tiket nonton konser, dan lain-lain, yang semuanya terkait artis Korea.

Bisa ditebak, banyak pengguna ava Korea yang tertarik pada tawaran-tawaran itu, dan mereka pun langsung mentransfer pembayaran untuk mendapat merchandise atau tiket konser yang ditawarkan. Mereka percaya, karena merasa “sesama ava Korea”. Lebih dari itu, sebelumnya memang ada orang-orang lain dengan ava Korea yang juga menawarkan hal yang sama, dan mereka juga jujur. Jadi, ketika para penjahat bertopeng ava Korea itu muncul, keberadaan mereka tidak terlalu memunculkan kecurigaan.

Lalu penipuan itu pun terjadi. Orang-orang, penggemar artis Korea, mentransfer pembayaran ke penjahat tadi, berharap mendapat sesuatu yang ditawarkan. Tapi mereka tertipu, karena kali ini berurusan dengan para penjahat. Uang sudah ditransfer, barang yang dinjanjikan tidak juga dikirim, dan para penjahat itu menyodorkan aneka macam dalih. Sebagian mereka bahkan menghilang begitu saja. Lagi-lagi, sebagaimana rentenir pinpri, kebanyakan yang jadi korban adalah para remaja.

Fenomena-fenomena tadi perlu membuka mata kita semua, bahwa rentenir pinpri yang tampak menggunakan ava cewek cantik belum tentu memang seindah fotonya, dan para pengguna Twitter yang memakai ava Korea belum tentu sesama penggemar artis Korea yang bisa dipercaya. Fakta telah membuktikan bahwa sebagian mereka yang menggunakan ava Korea ternyata para penjahat yang memanfaatkan kepercayaan para penggemar artis Korea.

Akun @PartaiSocmed menyebut orang-orang yang menggunakan ava Korea di Twitter dengan olok-olok “bodoh sejak dalam kandungan”. Tentu saja itu berlebihan. Tetapi, sekarang, jika kalian—para pengguna ava Korea—masih percaya begitu saja pada orang lain hanya karena sama-sama memakai ava Korea, jangan-jangan olok-olok itu memang benar.

Sebagai penutup, selalu berhati-hatilah setiap kali berurusan dengan uang, khususnya di dunia maya. Entah minjam uang kepada pinpri, atau mentransfer uang pada pihak tertentu. Karena kita tidak bisa menyandarkan kepercayaan begitu saja, hanya karena berpikir bahwa orang-orang di luar sana akan sebaik dan sejujur kita. 

Intinya, selalu hati-hati di dunia maya!

Related

Hoeda's Note 3848800554700560961

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item