Saya Tidak Bisa Mengajari Menulis, Ini Alasannya
https://www.belajarsampaimati.com/2023/07/saya-tidak-bisa-mengajari-menulis-ini.html
Ilustrasi/sop.name.my |
Teman-teman saya, khususnya di dunia nyata, mengenal saya sebagai penulis. Karenanya, mereka kadang meminta saya mengajari mereka agar juga bisa menulis. Setiap kali mendapat permintaan itu, sejujurnya saya sangat bingung, karena tidak tahu bagaimana cara mengajari mereka.
Setiap penulis memiliki latar belakang sendiri-sendiri dalam perjalanan kepenulisannya, dari awal belajar menulis sampai akhirnya mahir menulis. Ada penulis yang, misalnya, mampu menulis dengan baik karena mengikuti pendidikan, kursus, atau semacamnya. Ada pula penulis yang belajar menulis secara autodidak dengan cara membaca banyak buku, sampai kemudian belajar menulis sendiri. Dalam hal ini, saya termasuk yang kedua.
Saya sudah senang membaca buku sejak SD. Dulu, zaman masih ABG, saya tertarik jadi penulis semata-mata karena kesukaan membaca buku. Karena senang membaca buku, saya kepikiran ingin bisa menulis seperti para penulis yang buku-bukunya saya baca. Waktu itu saya tidak sempat memikirkan apakah menjadi penulis bisa mendapatkan nafkah layak atau semacamnya. Saya murni tertarik ingin bisa menulis karena senang membaca.
Jadi, sejak SMP, seiring kesenangan membaca buku, saya mulai belajar menulis sendiri. Tentu saja hasilnya jelek! Tapi tidak apa-apa, wong cuma akan saya baca sendiri. Dan saya terus belajar menulis, kapan pun sempat. Di sela-sela aktivitas keseharian, di sela-sela membaca buku, saya terus belajar menulis. Dalam hal itu, saya mendapati; semakin banyak buku yang saya baca, semakin sering saya belajar menulis, semakin baik pula tulisan saya—setidaknya menurut saya sendiri.
Saya terus menyukai aktivitas membaca dan menulis sampai SMA, dan terus menekuninya tanpa henti. Setiap hari saya belajar. Setiap hari saya membaca. Setiap hari saya menulis. Dan itu berlangsung bertahun-tahun, tanpa henti, hingga saya akhirnya bisa menerbitkan buku. “Gapailah Impianmu”, buku pertama saya yang terbit pada 2001, adalah hasil pembelajaran saya menulis secara autodidak. Buku itu terbit secara profesional, tersebar di seluruh Indonesia, dan bestseller.
Bisa melihat kronologi penting di sini?
Mula-mula, saya hanya senang membaca, dan itu dimulai sejak SD, yang terus berlangsung sampai SMP. Di masa SMP, saya mulai tertarik ingin bisa menulis, karena terinspirasi buku-buku yang saya baca, dan saya mulai belajar menulis secara autodidak. Saya terus membaca dan belajar menulis, dari SMP sampai tahun-tahun setelahnya, hingga kemudian bisa menulis buku sendiri yang terbit secara komersial. Tidak ada kursus, tidak pendidikan khusus, tidak ada yang mengajari, tapi murni autodidak.
Dan sampai sekarang saya masih menulis. Dari menulis di blog, di website, menulis buku, dan lain-lain. Meski begitu, sejujurnya, saya tidak bisa mengajari orang lain untuk bisa menulis. Karena saya memang belajar menulis secara autodidak, dan saya pun hanya bisa menyarankan hal yang sama.
Misalnya begini. Ada teman yang minta diajari menulis. Biasanya, yang pertama saya lihat, apakah dia senang membaca buku? Jika dia senang membaca buku, saya menyatakan kepadanya, “Dulu, aku bisa menulis karena sering membaca buku. Jadi, kalau kamu mau terus membaca buku, dan mau belajar menulis sendiri, lama-lama kamu juga akan bisa menulis dengan baik. Karena seperti itulah yang dulu kulakukan.”
Sebaliknya, jika orang yang minta diajari menulis kebetulan tidak suka membaca buku, saya akan kebingungan bagaimana menanggapinya. Karenanya, biasanya pula saya akan mengatakan, “Modal penting untuk bisa menulis dengan baik adalah membaca banyak buku, mengumpulkan pengetahuan dan wawasan. Karena itu, sebelum belajar menulis, sebaiknya bacalah banyak buku terlebih dulu.”
Penulis mana pun, di Indonesia atau di luar negeri, pasti sepakat bahwa modal paling penting untuk bisa menulis dengan baik adalah membaca banyak buku. Karena menulis adalah mengeluarkan pengetahuan yang kita miliki. Bagaimana kita bisa memiliki banyak pengetahuan, jika tidak pernah membaca buku?
Jangankan penulis buku ilmiah atau nonfiksi, bahkan penulis novel atau fiksi pun wajib membaca banyak buku. Tere Liye, misalnya, atau Dee Lestari. Mereka terkenal sebagai penulis novel atau buku fiksi, yang tulisannya tentu berdasar imajinasi mereka sendiri. Tetapi, meski begitu, mereka pasti membaca banyak buku, memperluas wawasan, bahkan melakukan riset untuk penulisan novel-novelnya. Tidak ada penulis yang baik tanpa kebiasaan membaca buku.
Yang dimaksud “kemampuan menulis” di sini adalah kemampuan menulis secara profesional, yaitu tulisan kita bisa dinikmati banyak orang. Jika kita memang ingin bisa menulis secara profesional—entah menulis artikel di media, menulis buku, atau apa pun—kita harus membekali diri dengan banyak membaca. Dengan bekal banyak pengetahuan, yang kita peroleh lewat membaca, hasil tulisan kita juga menarik untuk dibaca orang-orang lain.
Sebagian penulis memang menyarankan agar kita mengikuti kursus atau pendidikan menulis, jika ingin bisa menulis dengan baik. Itu saran yang positif dan layak dipertimbangkan. Sebagian penulis tersebut juga membuka kursus menulis, dan kita bisa mengikuti kursus mereka, jika diperlukan. Artinya, sarana untuk belajar menulis secara profesional saat ini sudah ada dan tersedia, bukan sesuatu yang sulit didapatkan.
Artinya pula, kalau kamu memang ingin bisa menulis dengan baik lewat pendidikan menulis yang terstruktur, kamu bisa mendapatkannya lewat kursus-kursus yang disediakan para penulis tadi.
Dalam hal ini, terus terang, saya tidak punya kemampuan mengajar seperti para penulis lain. Karena sejak awal, saya memang belajar menulis secara autodidak, dengan cara banyak membaca buku, dan berlatih menulis terus menerus. Jika saya diminta mengajari orang lain, saya tidak yakin bagaimana caranya, selain hanya menyarankan sesuatu yang dulu saya lakukan; yaitu banyak membaca dan terus berlatih menulis. Karena dengan cara itulah saya akhirnya bisa menulis.
Ada hal konyol dan menyebalkan terkait hal ini. Zaman kuliah dulu, kadang ada teman yang minta diajari menulis, dan saya mengatakan terus terang, “Aku tidak bisa mengajarimu menulis, karena aku juga bisa menulis karena banyak membaca buku dan rajin berlatih menulis. Jadi, kalau kamu ingin diajari menulis, aku hanya bisa menyarankan hal yang sama; bacalah banyak buku, dan terus berlatihlah menulis.”
Meski saya mengatakan apa adanya, tapi si teman tadi menganggap saya berbohong, bahkan menuduh saya tidak mau mengajari menulis. Ada pula yang menuduh saya “tidak mau berbagi ilmu”, dan tuduhan negatif lain. Itu benar-benar konyol sekaligus menyebalkan!
Karenanya, ketika membuat blog pribadi, saya pun sengaja bikin satu kategori khusus, yaitu Tentang Menulis. Di situ, saya menuliskan banyak hal tentang menulis dan dunia kepenulisan, tapi yang bisa saya lakukan hanya berbagi pengalaman, bukan memberikan instruksi khusus yang terstruktur tentang cara menulis. Karena nyatanya saya memang hanya bisa sebatas itu. Jadi bukan karena saya tidak mau mengajari, bukan karena saya tidak mau berbagi ilmu, tapi murni karena saya memang tidak tahu caranya!
Sekali lagi, saya bisa menulis seperti sekarang, karena belajar secara autodidak, dengan banyak membaca buku dan rajin berlatih menulis. Karena saya belajar dengan cara itu, maka saya pun akan mengatakan hal yang sama jika diminta mengajari siapa pun yang ingin bisa menulis, yaitu banyak membaca buku dan rajin berlatih menulis! Sudah, hanya itu! Jika kamu ingin mendapatkan pengajaran menulis yang lebih terstruktur, terus terang saya tidak bisa membantu, karena memang tidak tahu caranya!
Karena kesadaran mengenai hal ini pula, saya tidak pernah—dan tidak akan pernah—membuka kursus menulis. Karena saya sadar diri, saya tidak bisa mengajari siapa pun untuk bisa menulis, bahkan saya sendiri pun masih terus belajar agar bisa menulis lebih baik.
Jadi, jika kamu ingin belajar menulis pada saya, yang bisa saya lakukan hanyalah memintamu banyak membaca buku dan rajin berlatih menulis, terus menerus, tanpa henti. Sudah, hanya itu. Karena itulah yang saya lakukan.
Tapi jika kamu ingin belajar menulis secara terstruktur, kamu bisa mengikuti kursus menulis yang disediakan para penulis lain. Simpel, kan?