Ngajak Ngewe Lewat DM Twitter

Ilustrasi/kapanlagi.com
Di Twitter, sering ada orang—biasanya cewek—membagikan tangkapan layar DM-nya, yang berisi ajakan ngewe dari cowok. Isinya singkat, padat, jelas, “Ngewe, yuk,” atau semacamnya. Bisa dibilang, hal semacam itu sering muncul di Twitter, setidaknya di timeline saya, hingga sekarang saya gatal ingin mengocehkannya.

Setiap kali melihat tangkapan layar DM berisi ajakan ngewe [yang ditulis cowok dan ditujukan ke cewek], yang saya pikirkan adalah, “Gimana cara punya kepercayaan diri setinggi itu?”

Kalau kamu cowok, dan kamu bisa enteng menulis ajakan ngewe ke DM seorang cewek, kamu pasti punya kepercayaan diri yang tinggi... atau mungkin pula etika yang rendah. Sialnya, saya tidak punya kedua-duanya! Karenanya, sebagai cowok, kadang-kadang saya merasa gagal.

Jangankan secara frontal ngajak ngewe gitu, wong sekadar menyapa [dengan sopan] saja, saya sering harus mikir lamaaaaaaaaaaa sekali. Itu pun ujung-ujungnya belum tentu saya jadi menyapa. Dan seringnya memang begitu. 

Mungkin saya tidak pede untuk hal-hal begituan—maksud saya, urusan menyapa cewek, haha-hihi tidak jelas, basa-basi, atau nyepik-nyepik di DM. Selain tidak pede, saya juga sadar tidak punya kemampuan dalam hal-hal “tidak berfaedah” semacam itu. 

Setiap kali ingin menyapa seseorang, saya sering mikir, “Bagaimana kalau dia nanti terganggu? Bagaimana kalau dia merasa tidak nyaman?” dan semacamnya, dan semacamnya. 

Itu bukan hanya terjadi ketika saya ingin menyapa lawan jenis, tapi juga pada sesama pria. Karenanya, ketika saya akhirnya benar-benar menyapa, biasanya karena saya memang merasa penting melakukannya. Jika tidak penting, saya lebih memilih tidak melakukan. Karena, ya itu tadi, saya khawatir kalau orangnya terganggu atau tidak nyaman.

Sejujurnya, saya memang cukup sering berkomunikasi dengan orang-orang di Twitter, khususnya lewat DM. Tapi komunikasi itu terjadi karena adanya sesuatu yang memang perlu saya sampaikan. Di Twitter, ada teman-teman saya dari dunia nyata, dan saya kadang berkomunikasi dengan mereka lewat DM. Ada pula teman sesama blogger, dan kami juga intens berkomunikasi, membahas banyak hal.

Sementara pada orang-orang yang sebelumnya tidak kenal, saya juga kadang menghubungi mereka lewat DM, tapi dengan maksud/tujuan yang jelas! Jadi, ketika saya menghubungi orang-orang itu, saya tidak sekadar basa-basi haha-hihi, tapi menyampaikan sesuatu yang memang penting. Jika mereka merespons, kami lanjut berkomunikasi, bahkan sampai ketemu, jika memang dibutuhkan. Jika tidak ada respons, ya sudah, langkah saya sampai di situ. Saya tidak menghubungi orang itu lagi, karena khawatir akan membuatnya terganggu.

Beberapa kali saya pergi ke luar kota, sendirian, semata-mata hanya untuk menemui orang-orang yang berkomunikasi dengan saya lewat DM tadi. Tapi pertemuan itu terjadi bukan berawal dari haha-hihi tidak jelas, melainkan dilatari maksud dan tujuan yang jelas. [Lagi pula, saya juga enggan kalau harus meluangkan waktu, energi, biaya, hanya untuk sesuatu yang tidak jelas.]

Jadi, umpama, saya harus menemui seseorang [atau beberapa orang] yang tidak saya kenal, di tempat yang jauhnya bermil-mil, saya akan pede menemuinya, sendirian, asal ada tujuan jelas! 

Tetapi, kalau menyapa seseorang yang tidak saya kenal untuk sekadar haha-hihi, sejujurnya saya tidak pede. Atau canggung. Atau apalah sebutannya. Saat menyapa seseorang hanya untuk basa-basi, yang ada dalam pikiran saya, biasanya, “Bagaimana kalau dia tidak suka? Bagaimana kalau dia merasa terganggu?” 

Saya tidak tahu apakah cuma saya yang mengalami hal semacam ini, ataukah ada orang-orang lain yang juga mengalami hal sama. Terlepas dari hal itu, saya kadang berpikir bahwa kemampuan berbasa-basi adalah skill yang penting, khususnya dalam kehidupan orang normal. Karena, belakangan saya menyadari, kehidupan orang-orang normal lebih banyak berisi basa-basi, haha-hehe dan semacamnya, daripada berisi pembicaraan-pembicaraan penting.

Sering kali saya merasa iri kalau melihat orang bisa asyik ngobrol dengan siapa pun, di mana pun. Meski semula tidak saling kenal, dalam waktu singkat mereka bisa tertawa bersama. Ya mungkin sebelas dua belas dengan cowok yang mengirim DM berisi haha-hehe ke cewek di Twitter, lalu dalam waktu singkat sudah ketemuan. 

Pernah, suatu waktu, saya menemui seorang wanita yang tidak saya kenal. Awalnya saya kirim e-mail ke dia, membicarakan sesuatu yang penting, dan dia menyatakan, “Kayaknya lebih enak kalau kita membicarakannya langsung.”

Saya meminta alamatnya. Setelah menentukan waktunya, saya pesan travel, dan benar-benar datang menemuinya. Kami ngobrol panjang lebar, dan benar-benar menikmati pertemuan itu. Dia menyatakan sambil tertawa, “Sejak awal sampai sekarang, kamu bisa ngobrol asyik gini. Tapi di blog, kamu kayak orang aneh!”

Saya tertawa, dan menyahut, “Umpama dulu aku ngirim e-mail ke kamu berisi haha-hehe tidak jelas, apakah kamu akan tertarik hingga kita ketemuan seperti sekarang?”

“Mungkin nggak,” dia menjawab.

Saya berkata, “Bahkan umpama kamu tertarik, aku tetap nggak akan melakukannya, karena aku nggak tahu caranya. Aku menghubungimu, hingga kita ketemuan sekarang, karena ada sesuatu yang memang perlu kita bahas, tanpa harus pakai basa-basi nggak jelas. Apakah aku terdengar aneh, sekarang?”

Sambil menahan tawa, dia mengatakan, “Entah ya, tapi menurutku kamu sama sekali nggak aneh, karena bahkan keanehanmu kayak normal aja gitu.”

Lalu kami tertawa-tawa. Begitu wajar, begitu normal, begitu biasa. 

Jadi, kalau saya perlu mengatakan sesuatu yang penting kepadamu, saya akan mengatakannya kepadamu. Kalau saya harus menjelaskan sesuatu panjang lebar untukmu, saya bisa melakukannya di dunia nyata maupun di dunia maya. Tapi kalau saya diminta mengirim DM berisi basa-basi atau haha-hehe tidak jelas, semisal ajakan ngewe, sejujurnya saya tidak pede, atau tidak punya kemampuan melakukannya. 

Oh, well, andai saja saya bisa! 

Related

Hoeda's Note 5944934221053706730

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item