Mengapa Mao Zedong Menyingkirkan Agama Saat Memimpin Tiongkok?

Ilustrasi/pixabay.com
Sebagai pendiri Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong memperjuangkan ideologi komunisme dan ateisme sebagai bagian dari keyakinan politiknya. Mao berpendapat bahwa agama dan kepercayaan akan menghambat revolusi sosial dan memperlemah negara. 

Mao secara terbuka menentang agama dan keyakinan tradisional Tiongkok. Ia menganggap agama sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap ilmu pengetahuan dan kemajuan sosial. Mao dan para pemimpin Partai Komunis Tiongkok juga mempromosikan kampanye yang disebut "kampanye penghapusan kebiasaan lama", untuk menyingkirkan praktik-praktik keagamaan dan tradisional di Tiongkok.

Selain itu, Mao juga memimpin kampanye "Revolusi Kebudayaan" pada 1966, yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh "borjuis" dan "tradisionalis" dalam masyarakat Tiongkok. Kampanye ini melibatkan penghancuran banyak kuil, monumen, dan situs bersejarah di seluruh negeri.

Meskipun Mao secara terbuka menyatakan bahwa ia ateis, beberapa kritikus berpendapat bahwa pemikirannya memiliki aspek-aspek yang menyerupai agama. Mao sangat dipuja oleh pengikutnya, dan dipandang sebagai figur yang hampir tak tergantikan, bahkan setelah kematiannya pada 1976. Banyak orang Tiongkok bahkan memuja Mao sebagai dewa.

Dalam buku berjudul "Mao's Last Revolution", penulis Roderick MacFarquhar menggambarkan cara pengagungan terhadap Mao sebagai sebuah "kultus kepribadian" yang menyerupai agama, meskipun Mao sendiri secara terbuka menentang agama. 

Meski begitu, secara resmi Mao Zedong diakui sebagai seorang ateis yang memimpin Tiongkok dengan pandangan yang sekuler dan berlandaskan ideologi komunis.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Tokoh 2260472977600767449

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item