Pria, Wanita, dan Jinak-jinak Dinosaurus

Ilustrasi/digstraksi.com
Ada nasihat populer yang dulu sering didengar para pria ketika masih ABG atau masih belia, “Kalau kamu menyukai seorang perempuan, kejarlah dia, dan jangan berhenti karena penolakan. Mungkin dia menolakmu cuma untuk mengujimu, jadi teruslah kejar dia sampai dapat.”

Nasihat semacam itu dulu sering didengar dari teman sebaya, atau bahkan dari para pria yang lebih tua. Saya juga pernah mendengar nasihat semacam itu, begitu pula teman-teman saya yang lain, yang sama-sama pria.

Mungkin, nasihat semacam itu memang relevan di zaman kuno, setidaknya di zaman Logam atau Perunggu—atau mentok-mentoknya di zaman ketika saya masih cupu. Tapi nasihat semacam itu sebenarnya sudah kedaluwarsa. Kalau kamu pria, dan masih melakukan saran seperti yang dinasihatkan tadi—terus mengejar seorang wanita meski telah ditolak—kamu akan konyol dan tampak tidak menarik!

Asal usul nasihat tadi sebenarnya berawal dari masa ketika perkawinan terjadi karena perjodohan. Di zaman dulu, banyak pria dan wanita yang menikah karena dijodohkan orang tua. Umumnya, pihak yang “terpaksa” dalam hal itu adalah si wanita. Dalam arti, si pria tertarik pada si wanita, lalu menemui orang tua si wanita. Bisa jadi, karena si pria berasal dari keluarga kaya atau terhormat, pihak keluarga wanita pun menerima lamaran si pria, meski untuk itu harus “memaksa” (menjodohkan) anak perempuan mereka dengan si pria.

Ketika perkawinan berlatar perjodohan itu kemudian terjadi, si pria tentu senang karena menikah dengan wanita yang membuatnya jatuh cinta. Tapi belum tentu dengan si wanita. Dalam hal itulah, nasihat tadi relevan, tapi konteksnya dalam rumah tangga, setelah si pria dan si wanita menikah dan hidup bersama di bawah satu atap.

Karena menikah akibat perjodohan, bisa jadi si wanita menunjukkan sikap “tidak suka” pada si pria. Tetapi, bagaimana pun, status mereka sudah suami-istri, dan, meski si wanita tidak suka, pria yang hidup bersamanya itu sudah jadi suaminya. 

Dalam hal itu, si pria bisa mengikuti nasihat tadi. Bahwa jika si wanita “menolak” (dalam arti menunjukkan sikap negatif atau menampakkan sikap yang membuat si pria tidak senang), bersabarlah dan terus perlakukan si wanita dengan baik. Jangan buru-buru marah atau kecewa dengan sikapnya, karena bagaimana pun si wanita menikah karena terpaksa.

Ketika seorang pria dan wanita sudah menikah dan hidup bersama di bawah satu atap, wanita—meski awalnya dia tidak suka pada pria yang jadi suaminya—tetap akan luluh dengan sikap yang baik, lemah lembut, dan perilaku positif yang ditunjukkan si pria. Karenanya, meski ketika awal menikah mungkin si wanita sama sekali tidak tertarik pada si pria, lama-lama si wanita bisa jatuh cinta pada si pria, hingga mereka jadi suami istri yang saling mencintai.

Jadi, nasihat populer tadi memang relevan, tetapi itu konteksnya dalam rumah tangga! Karenanya, orang Jawa punya pepatah terkenal, “Witing tresna jalaran saka kulina.” (Cinta tumbuh karena kebersamaan). Pepatah itu muncul ketika era perjodohan masih populer, dan dimaksudkan untuk membesarkan hati para wanita jika kebetulan menikah karena dijodohkan orang tua. 

Kembali ke nasihat tadi, “Kalau kamu menyukai seorang perempuan, kejarlah dia, dan jangan berhenti karena penolakan. Mungkin dia menolakmu cuma untuk mengujimu, jadi teruslah kejar dia sampai dapat.” 

Nasihat yang merupakan adaptasi zaman kuno itu sering kali tidak relevan jika diterapkan di luar pernikahan, apalagi di zaman sekarang. Kalau kamu pria, lalu naksir seorang wanita, kamu bisa mendekatinya baik-baik. Jika dia menolakmu, langkah terbaik adalah berhenti, hormati keputusannya, jangan pernah mengganggunya, dan lanjutkan hidupmu sendiri! 

Kalau kamu ditolak wanita, lalu berpikir, “Dia menolakku karena ingin mengujiku,” itu namanya ego defense mechanism—sebentuk upaya untuk ngadem-ngademi (menghibur) egomu yang terluka akibat ditolak. 

Istilah ego defense mechanism memang ilmiah, tapi yang kamu lakukan tidak ilmiah. Karena, kalau kamu ditolak lalu malah mengejar-ngejarnya, kamu benar-benar melakukan kesalahan. Wanita tidak tertarik pada pria yang mengejar-ngejarnya! Karena ketika seorang pria mengejar-ngejar wanita, dia akan tampak sangat tidak menarik!

Jadi, kalau kamu ditolak wanita, berhenti. Jangan pernah mengganggunya, dan lanjutkan hidupmu sendiri. Kamu mungkin patah hati, dan egomu terluka. Tapi selalu ingatlah kenyataan ini: Jika kamu berusaha mengejarnya, kamu akan [semakin] tampak tidak menarik di matanya. Sebaliknya, kalau kamu berhenti, dan melanjutkan hidupmu sendiri, sikap itu akan membuatmu tampak menarik, dan bisa jadi si wanita—yang sebelumnya menolakmu—justru akan tertarik kepadamu. 

Apakah ini terdengar aneh? Memang! Tetapi, sering kali, itulah yang terjadi! Giacomo Casanova membuktikan hal ini, dan tak terhitung banyaknya wanita yang jatuh cinta kepadanya.

Sekali lagi, ingat selalu nasihat penting ini, “Kalau kamu ditolak wanita, berhenti.” Hargai keputusannya, jangan pernah mengganggunya, dan lanjutkan hidupmu sendiri. Karena semakin kamu mengejarnya, semakin kamu tampak tidak menarik. Semakin kamu takut kehilangan dia, kamu benar-benar akan kehilangan dia! 

Sama seperti kaum pria yang mendapat nasihat kuno yang sekarang tidak lagi relevan, kaum wanita juga mendapat nasihat serupa dari leluhurnya. Nasihat itu berbunyi,  “Kalau seorang pria naksir kamu, berusahalah untuk sok jaim, meski kamu sebenarnya juga naksir dia. Kamu akan tampak murahan kalau langsung menerimanya.” Nasihat itulah yang jadi asal usul sikap wanita yang kita sebut “jinak-jinak Tyrannosaurus-rex”.

Trik jinak-jinak Tyrannosaurus-rex semacam itu mungkin memang relevan... di zaman dinosaurus! 

Anyway, benarkah wanita akan tampak “murahan” kalau dia langsung menerima pendekatan atau pernyataan cinta dari pria yang juga dia sukai? Mungkin iya, kalau pria itu berasal dari zaman dinosaurus, atau dari Zaman Perunggu, atau semacam itu. Tapi sekarang kita hidup di zaman internet lho ini! Apa kamu pikir para pria itu masih membawa tombak dan berburu mammoth?

Terlepas bahwa di zaman sekarang masih ada pria-pria kuno yang tak beradab, rata-rata pria modern zaman sekarang telah jauh lebih beradab dan lebih berpendidikan. Karenanya, berpikir wanita akan tampak murahan hanya karena langsung menerima pria yang juga dia suka, itu sudah ketinggalan zaman. Karena “murahan” atau “tidak murahan” di zaman kita tidak lagi diukur dari hal-hal seperti itu.

Sekadar contoh, ya. Jangankan kita yang hidup moderat, bahkan orang-orang yang menjalani hidup sangat konservatif pun ternyata sudah tidak lagi menjalankan nasihat-nasihat kuno tadi, karena memang sudah tidak relevan. Contoh terkait hal ini bahkan saya saksikan sendiri.

Ada perempuan berhijab yang sama sekali tidak pernah bergaul dengan lawan jenis. Lalu dia naksir seorang pria, dan meminta seorang “perantara” (entah apa sebutannya) untuk menyampaikan bahwa dia naksir si pria, sekaligus untuk menanyakan apakah si pria bersedia menikahinya. 

Perempuan itu masih muda, dan dia “menawarkan diri” bukan karena desperate menunggu jodoh, tapi murni karena tertarik pada si pria. Lalu, si perantara yang dia percaya tadi menemui si pria yang dimaksud, dan menyampaikan pesan si wanita. Si pria belum terpikir untuk menikah, jadi dia tidak bisa menerima si wanita, dan itulah yang dia katakan. Si perantara tadi menerima jawaban itu, dan menyampaikannya pada si wanita.

Yang perlu diperhatikan di sini, si pria dalam kisah itu sama sekali tidak menganggap si wanita “murahan” atau semacamnya hanya karena “menawarkan diri”. Dia tetap menghormati si wanita, dan fakta bahwa peristiwa tadi terjadi sama sekali tidak mendistorsi penilaian atau sikapnya pada si wanita.

Ada nasihat-nasihat yang mungkin relevan di masa lalu, tapi sudah tidak lagi relevan di masa sekarang. Karena nasihat-nasihat itu sebenarnya terkait konteks zamannya.

Jadi, para pria, kalau kamu tertarik pada seorang wanita, dan dia menolakmu, berhentilah. Jangan percaya nasihat kuno yang mengatakan bahwa wanita itu hanya “ingin mengujimu” atau tetek-bengek semacamnya. Berhenti saja, hargai keputusannya, dan jangan mengganggunya. Setelah itu, lanjutkan hidupmu sendiri. Karena, semakin kamu mengejarnya, semakin jauh jarakmu dengannya.

Dan buat para wanita, kalau kamu berpikir sikap jinak-jinak dinosaurus akan membuat pria makin tertarik kepadamu, ingatlah bahwa para pria [dewasa] zaman sekarang menghadapi tuntutan hidup yang berat, dan mereka tidak punya banyak waktu untuk disia-siakan. Kalau kamu tertarik pada seorang pria, dan pria itu mendekatimu baik-baik, perhatikan apakah dia membawa tombak? Jika jawabannya tidak, jangan gunakan trik kuno yang hanya relevan untuk zaman dinosaurus!

Related

Hoeda's Note 4345254377636700838

Posting Komentar

  1. Haha. Iya, banyak orang masih berpikir seperti itu.

    Cara yang aku lakukan dulu beda. Ketika aku mulai suka, aku ga langsung mengejarkan. Aku riset dulu. Apakah benar-benar dia kriteriaku. Kalo beneran iya, langkah selanjutnya adalah buat beberapa ujicoba (testing) untuk mengetahui tingkat ketertarikan targetku padaku.

    Jika tidak tertarik sama sekali, tinggalkan. Cari lain. Wong ya di dunia banyak cewek yang lebih cantik. Di atas langit masih ada langit. Kadang seseorang ga tertarik dengan kita karena tidak tahu value kita sampai mana. Jadi jangan fokus pada orang yang ga tahu atau ga mau tahu value kita.

    Langkah selanjutnya cari cewek yang lebih cantik dari cewek yang ga tertarik dari kita tadi. Ini agak ga tahu diri sih. Wkwkwk. Istriku pernah bilang kalo aku terlalu pede. Sebenarnya bukan terlalu pede. Wong namanya orang berusaha, kalo ternyata ada yang lebih cantik dan kesengsem sama aku, ya kenapa tidak.

    Yang penting satu. Jangan bucin dulu ketika suka sama cewek. Kalo bucin pasti ga bisa riset dengan baik.

    Oke, sampai di titik dia tertarik sama aku. Aku mulai mendekat dan aku saling berbagi informasi. Sampai di mana titik aku tanya ke dia, kamu suka aku yah? Intrusif sekali yah? Hehe. Ga sih, ini adalah validasi. Aku ga mau berasumsi cewek itu suka aku padahal cuma friendzone aja, cuma dimanfaatin aja.

    Fase validasi ini penting sekali. Jangan sampai waktuku habis hanya untuk "feeding" cewek yang cuma jadi parasit.

    Setelah aku tahu dia suka dengan sebenar-benar suka. Maka senjata terakhir. Aku tanya ke dia, "tapi aku punya satu kekurangan", dia bakal tanya, "apa itu?", aku jawab, "ada kemungkinan di kemudian hari aku poligami". Gila kan? Ga juga. Ini adalah fase validasi dia posesif atau enggak. Kalo dia ga mau poligami, bisa jadi dia posesif dan nantinya bikin riweuh di kemudian hari.

    Siapa yang bisa menjamin seseorang tidak kecantol dengan wanita lain? Ga ada yang jamin. Bahkan sering kali yang teriak-teriak ga poligami, malah nikah siri diem-diem. Aku ga mau jadi cowok pengecut kayak gitu.

    Jika dia bilang dia mau dipoligami, aku bakal kejar dan pertahanin habis-habisan. Ini cewek langka. Haha. Cewek yang seperti ini biasanya sudah bucin denganku dengan bucin tingkat tinggi.

    Kenapa sih aku tes dengan isu poligami, tentu ada sebab. Jika dia saja mau dipoligami, maka dia tidak akan keberatan aku kasih duit ke ibuku atau keluargaku yang lain. Kalo poligami kan semuanya dibagi ke semua istri dengan adil. Kalo ke ibu, paling duit sedikit dan waktu sedikit yang aku kasih. Logikanya, itu jauh lebih mudah dibandingkan berbagi dengan madu.

    Paragraf terakhir. Apakah teori di atas aku praktikkan semua atau cuma teori saja? Sudah saya praktikkan. Hehe. Dan itulah proses ketemu dengan Enny hingga menikah memakan waktu yang lama, sekitar 1 tahun.

    Sori, malah jadi curhat di postinganmu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang goblok sebenarnya malah aku, John, hahaha. Jadi, aku dulu zaman SMP pernah ngejar-ngejar cewek yang bikin aku naksir. Tapi ya hasilnya sama seperti yang aku tuliskan di artikel ini. Sad ending. Makin dikejar, makin sulit didapatkan. Makanya aku gak pernah lagi ngejar-ngejar cewek, gak peduli secinta apa pun. Aku baru mempraktikkan cara yang benar (seperti yang aku tulis di artikel) pas kuliah, dan nyatanya malah dapat.

      Btw, jadi ingat. Kamu sama Enny tuh kenal di blog, kan? Jadi kenalnya mungkin lewat blog, ya? Lha terus komunikasi intensnya lewat apa, John? Apa rumahmu juga berdekatan/satu lokasi dengan Enny, kok bisa sampai akhirnya ketemu dan menikah?

      Hapus
    2. Ya, kenal di blog. Dulu komunikasi lewat Facebook, itu pun kalo aku lagi online dan dia online juga. Apalagi dulu internet mahal, aku masih pake hp Nokia yang ribet banget buat internetan. Nunggu aku santai di Lab buat buka laptop dan Facebook-an.

      Tapi lebih sering aku lewat SMS sih. SMS lebih mudah dan murah (di kala itu). Dan aku senangnya dengan SMS adalah tidak harus membalas saat itu juga. Aku biasanya membalas SMS di saat aku senggang aja.

      Untuk urusan yang lebih serius, biasanya aku pakai email. Aku biasa nulis panjang dan berargumen dengan Enny lewat email.

      Rumahku di Surabaya, Jatim. Enny di Purwokerto, Jateng. Jauh banget, perjalanan 14 jam kalo dari Sby-Pwt.

      Awal kali ketemu karena aku yang pengen ketemu sih. Dulu itu zamannya kepalsuan, banyak akun Hode (cowok ngaku cewek). Aku ingin benar-benar memvalidasinya apakah Enny benar-benar cewek. Terdengar konyol? Enggak juga. Temannya temanku satu Lab tertipu akun Hode saat kopdar di Malang. Aku ga pengen kejadian itu menimpaku.

      Setelah ketemuan langsung di rumahnya, aku disambut ramah dengan ibunya dan saudara Enny lainnya. Dari penyambutkan yang hangat, dari sana aku berpikir untuk menikahi Enny. Meskipun saat itu Enny sebenarnya belum mau menikah karena beberapa pertimbangan.

      Dialog yang cukup panjang di email dan saling berargumen, akhirnya aku sampaikan bahwa aku benar-benar ingin menikahinya. Bahkan sampai aku jabarkan dengan detail tentang rencana ke depan mau ngapain aja. Bahkan aku dan Enny sama-sama beli buku tentang Fiqh Pernikahan A-Z dan membacanya setidaknya 2x khatam.

      Sampai saat lamaran, mertuaku ceng-cengin kami berdua gara2 kami baca buku tentang pernikahan dan khatam 2x. Mertuaku bilang, buat apa baca buku itu, orang dulu nikah ga pake baca buku duluan. Hehe.

      Padahal tahu sendiri kan, orang dulu nikah itu ga mau cerai karena apa? Karena malu, karena takut dianggap gagal. Meskipun pasangan mereka toxic-nya sampai keubun-ubun. Dan mereka menjalaninya antara hidup dan mati. Dibilang hidup kok ga bahagia, dibilang mati masih bernyawa. Dan toxic ini kebawa ke anak-anak mereka. Aku udah melihat beberapa contoh nyata di depan mataku pernikahan toxic.

      Aku ga mau pernikahanku kacau dan kebingungan di tengah jalan hanya karena aku dulunya males baca tutorial Fiqh Pernikahan. Makanya dulu aku komitmen dengan Enny dalam banyak hal, salah satunya yang ekstrem adalah poligami. Meski sampe sekarang belum poligami karena belum ketemu yang cocok.

      Meskipun dulu aku masih berumur 23 tahun, tapi kata ibuku aku terlalu dewasa (untuk punya pemikiran seperti itu). Wkwkwk. Sebenarnya hal ini aku dapatkan dari melihat fenomena di sekitar dan memikirkannya.

      Hapus
  2. Surabaya-Purwokerto, 14 jam perjalanan. Ngeri juga kalau dipikir-pikir, hehehe. Artinya waktu itu kamu udah bener-bener "serius" sama dia dong, sampai rela menempuh perjalanan sejauh itu. Mungkin karena intensitas komunikasi sebelumnya, ya.

    Dulu tuh aku ingat, Enny punya blog, kan? Jaman-jamannya Huda Tula, Yus Yulianto, itu dulu waktu blogwalking aku juga kadang ke blognya Enny (aku lupa nama blognya). Tapi seingatku waktu itu, aku gak pernah nemu komentarmu di blognya Enny, John. (Mungkin kamu juga koment di sana, tapi aku gak tahu.) Makanya aku kaget waktu dengar kamu nikah sama Enny, karena bisa dibilang gak ada hujan gak ada angin apa pun.

    Btw, dulu tuh juga ada blogger cewek lain yang asal Surabaya, kan? Sebenarnya, semula aku ngira kamu bakal jadian sama dia, hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, waktu itu udah mulai serius sama Enny.

      Dulu aku sering komen di blognya Enny, cuma biasanya komen belakangan, keburu didahuluin oleh blogger-blogger lainnya.

      Iya, ada 2 blogger Surabaya waktu itu yang blognya juga terkenal, namanya YeN (dia teman SMA-ku satu kelas saat kelas 2) dan satu lagi, lupa namanya (seingetku dulu dia kuliah di Universitas Muhammadiyah Surabaya).

      Sepertinya orang lain juga bakal mengira aku bakal jadian sama blogger Surabaya karena saking terlihat sering berkomunikasi. Cuma ya gitu, seperti manuver politik, kita ga tahu akan berakhir sama siapa. Hehe.

      Hapus

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item