Bagaimana Asal Usul Kalender Jawa di Indonesia?
https://www.belajarsampaimati.com/2022/10/bagaimana-asal-usul-kalender-jawa-di.html
Ilustrasi/kompas.com |
Selain kalender Masehi yang digunakan secara umum, di Indonesia ada kalender lain yang sama populer, meski mungkin hanya dikenal atau dipakai sebagian kalangan, yaitu kalender Jawa. Sebagian masyarakat Jawa bahkan sangat memperhatikan penanggalan di kalender Jawa, khususnya saat akan melakukan hal-hal tertentu, semisal menikahkan anak dan semacamnya.
Bagaimana asal usul kalender Jawa hingga dikenal masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa?
Sebagaimana namanya, kalender Jawa memang berasal dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Jawa, dan penanggalan itu didasarkan pada pawukon atau ilmu perbintangan Jawa. Dalam istilah modern, pawukon identik dengan horoskop dalam bidang ilmu perbintangan atau astrologi.
Berdasarkan sejarah yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa, kalender Jawa berawal dari kedatangan penduduk beragama Buddha dari India di pantai Rembang, tepatnya di Pulau Jawa bagian tengah.
Penduduk Buddha dari India tersebut masuk ke Indonesia sekitar bulan Maret tahun 78 Masehi, dan dipimpin seseorang bernama Ajisaka. Karenanya, tahun 78 Masehi kemudian menjadi tahun pertama dalam perhitungan tahun Jawa.
Seiring berjalannya waktu, penanggalan Jawa mulai dipengaruhi oleh sistem penanggalan lain, seperti Arab. Namun, meski dipengaruhi sistem penanggalan lain, nama-nama hari dari kalender Jawa tetap mempertahankan istilah seperti pasaran Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon, untuk merangkap nama hari dari kalender Islam atau kalender Hijriyah.
Kalau dilihat sekarang, kalender Jawa saat ini merupakan hasil akulturasi antara sistem penanggalan Jawa dengan penanggalan Islam.
Pada abad ke-17 Masehi, saat Sultan Agung Hanyakrakusuma berkuasa di Mataram, terdapat 3 kelender yang digunakan pada saat itu, yaitu Jawa atau Kabudhaan atau peredaran matahari, Hindu atau Saka berdasarkan peredaran matahari, dan kalender Islam atau kalender Hijriyah berdasarkan peredaran bulan.
Terkait hal tersebut, Sultan Agung lalu menyeragamkan sistem kalender itu dan menggunakan kalender Jawa. Kemudian, pada tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka, Sultan Agung mengganti kalender Saka yang berdasarkan peredaran matahari dengan sistem penanggalan yang berbasis peredaran bulan.
Hmm... ada yang mau menambahkan?