Apa yang Disebut Otoritarianisme, dan Bagaimana Ciri-cirinya?
https://www.belajarsampaimati.com/2022/04/apa-yang-disebut-otoritarianisme-dan.html?m=0
Ilustrasi/dictio.id |
Otoritarianisme adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik yang sangat besar ditempatkan pada satu individu atau kelompok kecil individu, dan otoritas tersebut sering kali dipertahankan dengan kekuatan militer atau polisi.
Dalam sistem otoritarian, pemerintah memiliki kendali penuh atas hampir semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Pemerintah membatasi kebebasan individu dan menerapkan kendali yang ketat atas media, hak-hak sipil, dan kegiatan politik.
Secara umum, ada dua jenis otoritarianisme, yaitu otoritarianisme berbasis militer dan otoritarianisme berbasis sipil. Otoritarianisme berbasis militer biasanya muncul setelah kudeta militer atau konflik bersenjata lainnya, dan pemerintah biasanya dipimpin oleh seorang jenderal atau diktator militer.
Otoritarianisme berbasis sipil, di sisi lain, dapat muncul dalam bentuk partai politik yang sangat kuat, yang mengendalikan pemerintahan. Meskipun bentuknya berbeda, kedua jenis otoritarianisme memiliki beberapa ciri umum.
Salah satu ciri khas otoritarianisme adalah pengendalian penuh atas media dan informasi. Pemerintah otoritarian sering kali melarang media yang kritis dan independen, dan membatasi akses warga negara ke sumber daya informasi yang tidak disetujui oleh pemerintah. Pemerintah juga sering menggunakan propaganda untuk mempromosikan kebijakan mereka, dan meyakinkan masyarakat bahwa mereka memimpin negara dengan baik.
Otoritarianisme juga sering mengekang hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Pemerintah otoritarian biasanya membatasi hak-hak seperti hak untuk berkumpul, berbicara, dan menyatakan pendapat. Mereka juga dapat menahan dan memenjarakan orang yang dianggap sebagai ancaman terhadap pemerintah, tanpa pengadilan yang adil atau transparan.
Ekonomi dalam sistem otoritarianisme biasanya dikuasai oleh pemerintah dan kelompok-kelompok yang berkuasa. Pemerintah biasanya mengontrol sebagian besar aset dan perusahaan di negara tersebut, dan sering kali menerapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat kecil, seperti pajak yang tinggi dan harga barang yang tidak terjangkau.
Meskipun sistem otoritarianisme dapat memberikan stabilitas dan efisiensi dalam pengambilan keputusan, banyak kritikus menunjukkan bahwa sistem ini dapat mengekang pertumbuhan dan inovasi, serta mengurangi partisipasi politik dan kebebasan individu. Kekuasaan yang terpusat dalam tangan satu atau beberapa individu juga dapat memunculkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Untuk melawan otoritarianisme, upaya-upaya internasional dapat membantu dengan mengadvokasi hak asasi manusia dan kebebasan sipil, serta membantu memperkuat institusi dan demokrasi di negara tersebut. Namun, pengaruh internasional dapat memiliki efek yang tidak diinginkan, terutama ketika negara-negara besar mencoba memaksakan nilai-nilai dan model pemerintahan mereka pada negara-negara yang lebih kecil atau kurang berdaya.
Ada beberapa contoh negara yang saat ini menerapkan sistem otoritarian, seperti Korea Utara, Rusia, China, dan beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di Korea Utara, keluarga Kim telah memimpin negara selama tiga generasi, dan pemerintah mengendalikan seluruh aspek kehidupan rakyat.
Di Rusia, Presiden Vladimir Putin telah mengekang kebebasan sipil dan media, dan terdapat tuduhan-tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang melibatkan pemerintah.
Di China, Partai Komunis Tiongkok mengontrol seluruh aspek kehidupan, termasuk media, kegiatan agama, dan hak-hak asasi manusia. Di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti Suriah, Iran, dan Sudan, pemerintah telah menggunakan kekerasan untuk menindas gerakan-gerakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Untuk mengatasi otoritarianisme, dibutuhkan upaya bersama dari masyarakat sipil dan lembaga internasional. Masyarakat sipil dapat memperjuangkan hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan partisipasi politik melalui gerakan demokrasi dan advokasi. Lembaga internasional seperti PBB dapat mengadvokasi hak asasi manusia dan demokrasi, serta memberikan bantuan teknis dan finansial bagi negara-negara yang memerlukan bantuan untuk memperkuat institusi demokrasi mereka.
Dalam konteks global, negara-negara demokrasi dapat memainkan peran penting dalam membantu negara-negara yang berada di bawah otoritarianisme untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan sipil, serta memperkuat institusi demokrasi mereka. Upaya-upaya ini harus diimbangi dengan pendekatan yang hati-hati dan terukur, agar tidak menimbulkan konflik yang lebih besar atau bahkan memperburuk situasi.
Hmm... ada yang mau menambahkan?