Mengapa Daging Sapi di Indonesia Cenderung Alot?
https://www.belajarsampaimati.com/2020/12/mengapa-daging-sapi-di-indonesia.html
Ilustrasi/tempo.co |
Daging sapi kerap diolah jadi berbagai menu masakan, di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, daging sapi sudah terkenal alot, khususnya jika dibandingkan daging sapi luar negeri. Saat kita melihat orang-orang luar negeri menikmati daging sapi, hidangan itu seperti lumer di dalam mulut, beda dengan masakan daging sapi di Indonesia.
Karena kenyataan itu pula, banyak orang Indonesia yang melakukan berbagai upaya untuk mengempukkan daging sapi yang akan dimasak. Di antaranya dengan membungkus daging menggunakan daun pepaya dan menyimpannya beberapa lama, sampai dimarinasi dengan nanas. Tujuannya agar daging sapi yang akan dimasak lebih empuk dan tidak alot.
Kenapa daging sapi di Indonesia cenderung alot?
Kualitas daging sapi salah satunya ditentukan dari tingkat marbling, yaitu kadar jaringan lemak yang terdapat pada daging sapi. Marbling merupakan kadar jaringan lemak yang ada di antara serat-serat otot daging sapi.
Keberadaan marbling itulah yang menentukan tingkat keempukan daging sapi. Sebab, daging sapi dengan tingkat marbling tinggi akan memiliki tingkat jaringan ikat yang rendah. Begitu pun sebaliknya. Dan jaringan ikat itu yang menjadi penyebab utama daging terasa alot ketika diolah dan dikonsumsi.
Daging sapi di Indonesia umumnya memiliki tingkat marbling yang rendah, sehingga teksturnya cenderung alot. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor genetik maupun lingkungan. Sapi-sapi di Indonesia biasanya dipelihara dengan cara yang berbeda dengan sapi-sapi berkualitas, yang ditujukan untuk diambil dagingnya.
Untuk bisa menghasilkan daging berkualitas, sapi harus dipelihara dengan teknik pemeliharaan khusus. Sapi harus mendapat pakan dengan kualitas sangat baik, sehingga tidak makan sembarangan, seperti sapi dari Indonesia yang sering dibiarkan bebas.
Selain itu, sapi-sapi penghasil daging berkualitas juga dijaga agar tidak stres, karena stres pada sapi akan menurunkan kualitas dagingnya.
Meski begitu, daging sapi dengan tingkat marbling rendah tetap dibutuhkan, khususnya di Indonesia, khususnya lagi saat membuat rendang. Karena memasak rencang membutuhkan waktu lama, dan tidak cocok jika menggunakan daging sapi dengan marbling tinggi.
Hmm... ada yang mau menambahkan?