Kota-Kota Kuno di Cina yang Tenggelam ke Dasar Danau
https://www.belajarsampaimati.com/2020/10/kota-kota-kuno-di-cina-yang-tenggelam.html
Ilustrasi/pixabay.com |
Di Zhejiang, Cina, ada sebuah danau bernama Qiandao, yang dijuluki Thousand Island Lake (Danau Ribuan Pulau). Letak danau ini sekitar 150 kilometer dari Kota Hangzhou. Danau Qiandao adalah danau buatan yang terbentuk sebagai proyek PLTA Sungai Xin’an.
Pada tahun 1959, dalam rangka membangun Waduk Xin’anjiang, lembah di tempat itu dibanjiri air dan menghasilkan danau seluas 573 kilometer persegi, atau waduk dengan kapasitas penyimpanan 17,8 kilometer kubik. Danau itu diberi nama Qiandao atau Danau Ribuan Pulau, karena dihiasi 1.078 pulau besar dan beberapa ribu lebih kecil di permukaannya.
Danau Qiandao memiliki air yang jernih, dan kadang dapat diminum. Air di danau itu bahkan digunakan untuk memproduksi air mineral bermerek Nongfu Spring. Danau itu juga merupakan rumah bagi hutan dan pulau-pulau eksotis. Pemerintah setempat bahkan menjadikan kawasan danau itu sebagai lokasi wisata.
Namun, yang menarik dari Danau Qiandao adalah kisah di baliknya.
Dulu, sebelum dibanjiri air, ada dua kota kuno yang berdiri megah di kaki gunung Wu Shi (Five Lion Mountain), yaitu Shi Cheng dan He Cheng. Kota Shi Cheng dibangun lebih dari 1300 tahun yang lalu, yaitu pada 621 M, selama masa Dinasti Tang (618-907).
Kota itu pernah menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya. Sementara Kota He Cheng berusia lebih tua, karena telah berdiri sejak 208 M, selama masa Dinasti Han (25-200), dan menjadi pusat bisnis di sepanjang Sungai Xin’anjiang.
Pada September 1959, ketika pemerintah Cina memutuskan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Hangzhou, dua kota kuno itu tenggelam ke dasar danau.
Selain dua kota kuno tersebut, ada 27 kota lain, 1.377 desa, dan hampir 50.000 hektar lahan pertanian serta ribuan rumah hunian yang ikut tenggelam. Karena proyek pembangunan PLTA itu, sebanyak 290.000 orang direlokasi ke tempat lain.
Kota He Cheng dan Shi Cheng bisa dibilang terlupakan selama 40 tahun sejak tenggelam ke dasar danau. Sampai kemudian, pada tahun 2001, Qiu Feng menjabat sebagai penanggung jawab pariwisata di sana.
Ia ingat pada kota-kota kuno yang telah tenggelam ke dasar danau tersebut, dan mulai membahas cara-cara untuk memanfaatkannya. Salah satu yang dimulai dilakukan adalah menyediakan sarana penyelaman ke dasar danau, sehingga orang-orang bisa menyaksikan dua kota kuno yang kini telah ada di dasar danau.
Pada 18 September 2001, upaya pertama dilakukan untuk mencapai kota tenggelam tersebut. Dalam sebuah wawancara, Qui Feng menyatakan, “Kami beruntung. Begitu kami menyelam ke dalam danau, kami menemukan dinding luar kota dan bahkan mengambil batu bata.”
Qiu Feng pun melaporkan penemuannya kepada pemerintah daerah. Saat penelitian lebih lanjut dilakukan, ditemukan bahwa seluruh kota, yang terendam selama beberapa dekade di dasar danau, ternyata masih utuh. Bahkan balok kayu dan tangga terawetkan dengan baik di bawah air danau.
Pada tahun 2005, departemen pariwisata setempat menemukan tiga kota kuno tambahan di bawah air. Pada 7 Januari 2011, kota-kota kuno itu dinilai sebagai peninggalan tingkat provinsi.
Pada bulan berikutnya, majalah National Geographic China mencetak foto-foto kota di dasar danau tersebut. Pemerintah daerah pun makin bersemangat, meski masih kebingungan bagaimana cara yang tepat untuk melestarikan kota-kota kuno tersebut.
Beberapa ahli menyarankan untuk membangun tembok pelindung, dan memompa air keluar dari kota. Namun, metode itu sangat mahal, dan dinding tidak dapat menahan tekanan.
Ada usul lain, agar kota-kota yang terendam dibuka bagi wisatawan. Untuk memenuhi usul itu, dibangunlah sebuah kapal selam sepanjang 23,6 meter, dan tinggi 3,8 meter, dengan kapasitas tempat duduk 48 kursi. Kapal selam itu dibangun dengan biaya 40 juta yuan ($ 6.360.000), yang ditujukan untuk kunjungan wisata bawah air.
Tetapi, kapal selam yang selesai dibangun pada tahun 2004 itu kemudian tak bisa digunakan. Pasalnya, pejabat lokal di sana menyatakan bahwa aturan hukum tidak memungkinkan kapal selam menyelam ke dalam perairan pedalaman. Selain itu, tidak ada aturan yang mengatur kapal selam sipil. Bahkan jika secara resmi disetujui, kapal selam dapat menyebabkan aliran air yang kuat di bawah air, yang dapat merusak bangunan.
Beberapa ahli percaya, bahwa hal terbaik yang dapat dilakukan saat ini adalah tidak melakukan apa-apa, karena keterbatasan teknologi. Fang Minghua, mantan direktur Kantor Manajemen Chun’an County Heritage, menyatakan, “Sebelum kita memanfaatkan peninggalan budaya, kita harus melindungi mereka.”
Pada akhir 2002, Institut Mekanika Akademi Ilmu Pengetahuan Cina mengusulkan untuk membangun Jembatan Archimedes, yang juga dikenal sebagai Suspended Tunnel, untuk keperluan wisata di danau tersebut.
Namun, Jembatan Archimedes adalah proyek sulit. Tujuh negara telah melakukan penelitian terhadap hal tersebut, termasuk Norwegia, Jepang, Swiss, Brasil, dan Amerika Serikat. Jika Jembatan Archimedes untuk Danau Qiandao berhasil, maka jembatan itu menjadi Jembatan Archimedes pertama di dunia.
Hmm... ada yang mau menambahkan?