Kota-Kota Dunia dengan Layanan Taksi Terburuk
https://www.belajarsampaimati.com/2020/09/kota-kota-dunia-dengan-layanan-taksi.html
Mumbai, India/solitarywanderer.com |
Dengan naik taksi, kita tinggal menyebutkan tempat yang dituju, lalu duduk tenang, dan biarkan sopir taksi mengantarkan sampai tempat tujuan.
Tapi benarkah memang semudah itu? Memang kebanyakan taksi di berbagai wilayah dunia memiliki kenyamanan sekaligus kepraktisan semacam itu. Tetapi, bukan berarti semua layanan taksi semudah yang kita sangka.
Ada beberapa kota dunia yang terkenal memiliki layanan taksi yang sangat buruk. Sopir-sopir di sana tidak mengenal jalan di lokasinya sendiri, sementara yang tahu justru pura-pura tak tahu dan menyasarkan penumpang sampai jauh, demi mendapat bayaran (berdasarkan argo) yang lebih tinggi.
Tarif taksi memang umumnya ditentukan oleh argometer yang dipasang di setiap taksi. Semakin jauh jarak yang ditempuh, semakin besar pula biaya yang dibutuhkan. Hal itulah yang kerap dimanfaatkan sopir-sopir taksi tak bertanggung jawab.
Mereka sengaja memanfaatkan ketidaktahuan wisatawan, demi mendapat bayaran lebih besar, meski untuk itu mereka harus pura-pura kesasar. Berikut ini kota-kota yang terkenal dengan layanan taksi terburuk di dunia.
Kuala Lumpur, Malaysia
Kuala Lumpur memiliki sistem transportasi yang terbaik di Asia Tenggara. Layanan kereta api dan bus di sana memiliki rute yang kompleks, tapi teratur dan nyaman digunakan. Yang menjadi masalah di sana adalah taksi.
Meski ongkos taksi di Kuala Lumpur relatif murah, tapi sopir taksi di Kuala Lumpur terkenal sering nakal. Ada banyak cara yang mereka gunakan demi bisa mendapatkan uang berlebih.
Mulai dengan menempuh rute memutar sehingga lebih jauh, pura-pura kesasar, sampai sengaja tidak menggunakan argo di taksi agar bisa menetapkan biaya seenaknya sendiri.
Roma, Italia
Terkait taksi, yang menjadi masalah di Roma bukan hanya sopir taksi yang nakal, tapi juga sulit menemukan taksi di sini. Jumlah taksi di Roma memang sedikit, sehingga wisatawan sering kesulitan mendapatkan taksi.
Bahkan ketika sudah mendapatkan, kadang masih muncul masalah lain, yaitu si sopir tidak bisa berbahasa Inggris, sehingga komunikasi jadi terhambat, khususnya kalau si wisatawan juga tidak menguasai bahasa setempat. Di atas semua itu, sopir taksi di Roma juga terkenal kasar terhadap penumpang.
Bangkok, Thailand
Selain taksi, di Bangkok juga terdapat tuk tuk (kendaraan beroda tiga mirip bajaj di Jakarta), yang juga menjadi sarana transportasi dalam kota. Sekilas tidak ada yang bermasalah pada taksi atau tuk tuk di sana.
Sopirnya terlihat ramah-ramah, dan kendaraan mereka—taksi atau tuk tuk—juga terlihat terawat. Masalah mulai muncul ketika kita naik kendaraan mereka. Kebanyakan sopir di sana tidak tahu jalan!
Kenyataan itu dilatarbelakangi banyaknya sopir di Bangkok sebenarnya tidak berprofesi sebagai sopir angkutan. Mereka umumnya adalah para petani yang mencari pekerjaan sampingan sebagai sopir, ketika sedang tidak ada pekerjaan di sawah.
Paris, Prancis
Layanan taksi di Paris sebenarnya cukup baik, asal kita bisa berbahasa Prancis dengan sama baik. Pasalnya, kebanyakan sopir taksi di Paris tidak bisa berbahasa Inggris, dan hanya menguasai bahasa Prancis. Yang jadi masalah di sini, bahasa Prancis termasuk bahasa yang sulit (khususnya sulit diucapkan), sehingga banyak wisatawan yang kebingungan ketika berkomunikasi.
Sopir-sopir taksi di Paris juga terkenal tak ramah dan tidak sabaran saat berkomunikasi dengan calon penumpangnya, khususnya jika si calon penumpang tergagap-gagap.
Karena itu, jika kita ke Prancis, dan berencana menggunakan taksi, sebaiknya tulis saja tempat yang kita tuju di kertas, lalu berikan pada si sopir. Itu jauh lebih mudah daripadakita mencoba menyebutkan atau mengucapkannya.
New York, Amerika Serikat
Ada banyak taksi yang tersebar di seluruh penjuru New York. Pengemudi taksi di sana juga tentu paham bahasa Inggris, bahkan fasih. Tapi menumpang taksi di sana sering kali tidak selancar bahasa Inggris sopirnya.
New York adalah kota yang luas, dengan banyak jalan yang saling menyimpang ke sana kemari. Yang jadi masalah, kebanyakan sopir taksi di sana adalah orang-orang pendatang (bukan warga asli New York), sehingga sering tidak/belum hafal lokasi di sana.
Akibatnya, tujuan yang sebenarnya dekat bisa menjadi jauh akibat si sopir kesasar ke berbagai tempat. Dampaknya tentu ongkos taksi yang jauh lebih mahal.
Mumbai, India
Terkait taksi, ada dua hal yang bermasalah di Mumbai. Pertama, kondisi jalan raya yang rumit dan banyak yang rusak, sehingga perjalanan menggunakan taksi sering berakhir tak menyenangkan. Kedua, banyak taksi di Mumbai sebenarnya sudah tak layak pakai. Di sana bahkan banyak taksi yang tidak dilengkapi sabuk pengaman.
Untungnya, di Mumbai tersedia banyak taksi, sehingga calon penumpang bisa memilih taksi yang tampak lebih baik untuk ditumpangi. Asal si sopir menguasai bahasa asing (khususnya Inggris), perjalanan bisa lebih nyaman.
Zurich, Swiss
Zurich adalah kota modern dengan biaya hidup tinggi. Karenanya, taksi di sana juga modern, tapi mahalnya luar biasa. Taksi di Zurich bahkan memberlakukan aturan, yang bisa jadi akan membuat penumpang terkejut—khususnya jika belum pernah naik taksi di sana.
Saat baru duduk di jok taksi, penumpang sudah dikenai tarif sebesar 6 franc (sekitar 74.000 rupiah). Setelah itu, untuk setiap 1 kilometer, penumpang dikenai tarif lagi sebesar 3 franc (sekitar 37.000 rupiah).
Jika penumpang ingin mampir ke toko atau swalayan untuk berbelanja, sopir taksi bersedia menunggu. Tetapi ada tarif khusus untuk itu, yaitu sebesar 69 franc (sekitar 855.000 rupiah) untuk setiap 1 jam selama menunggu. Karenanya, naik taksi di Zurich harus siap-siap buang duit.
Kairo, Mesir
Berbeda dengan taksi di kebanyakan tempat lain, naik taksi di Kairo agak rumit. Pertama, kebanyakan (bahkan nyaris semua) taksi di Kairo tidak menggunakan argo, sehingga penumpang harus tawar menawar dulu dengan sopir setelah menyebutkan tempat tujuan.
Setelah harga disepakati, kadang harga itu bisa saja berubah, karena si sopir akan berusaha mendapatkan tambahan bayaran, dengan berbagai alasan.
Sepanjang perjalanan, sopir taksi kadang menggunakan aneka alasan agar bayarannya ditambah. Entah karena penumpang membawa banyak barang, entah karena kemacetan, dan lain-lain. Selan itu, taksi di Kairo juga memberlakukan aturan unik. Penumpang pria duduk di depan (di samping sopir), sementara penumpang wanita duduk di jok belakang.
Shanghai, Cina
Masalah taksi di Shanghai tidak jauh beda dengan masalah taksi di Paris, Prancis, yaitu kendala bahasa. Rata-rata sopir taksi di Shanghai hanya mengusai bahasa Cina dan tidak memahami bahasa Inggris. Karenanya, penumpang harus bisa berbahasa Cina, atau setidaknya dapat menyebutkan tempat tujuannya secara fasih (tentu dalam bahasa Cina).
Karena itu, jika ingin menumpang taksi di Cina, khususnya di Shanghai, sebaiknya tulis saja tempat tujuan di sehelai kertas, dan berikan kepada si sopir.
Moskow, Rusia
Sebenarnya, taksi di Moskow tidak bermasalah. Yang menjadi masalah adalah sedikitnya jumlah taksi legal (resmi) yang beroperasi di kota ini. Karena jumlah taksi legal sangat sedikit, sementara penumpang yang membutuhkan taksi lebih banyak, maka muncullah taksi-taksi gelap atau ilegal di sana. Taksi ilegal inilah yang sering menjadi masalah.
Ada banyak mobil pribadi yang digunakan sebagai taksi ilegal di Moskow. Mereka mencari penumpang, sebagaimana taksi legal. Bedanya, jika taksi legal memberlakukan tarif secara wajar, taksi ilegal mengenakan biaya yang tak wajar. Naik taksi ilegal di Moskow bahkan tak jauh beda menjadi korban pemerasan.
Hmm... ada yang mau menambahkan?