Kota-Kota Mana yang Paling Kumuh di Dunia?
https://www.belajarsampaimati.com/2020/08/kota-kota-paling-kumuh.html
Dharavi, India/aljazeera.com |
Berikut ini kota-kota paling kumuh dan paling tidak sehat di dunia, yang mungkin akan membuat kita enggan untuk datang apalagi tinggal di sana. Tapi kota-kota kumuh ini punya penghuni, dengan berbagai sebab, alasan, dan latar belakang.
Dharavi, India
Dharavi adalah daerah yang ada di Mumbai, India, yang terbentang seluas lebih dari 175 hektar antara Mahim dan Sion. Pemukiman yang dihuni oleh lebih dari 600.000 penduduk ini terkenal sebagai pemukiman paling kumuh di Asia.
Keberadaan Dharavi yang kumuh dan kotor sebenarnya ironis, karena wilayah itu ada di tengah-tengah kemewahan dan kemegahan Mumbai yang mahal. Jika orang butuh banyak uang untuk bisa tinggal di Mumbai, kita bisa tinggal di Dharavi dengan biaya murah, sekitar 4 dollar per bulan. Tetapi, berbeda dengan Mumbai yang asri, Dharavi sangat kotor dan kumuh.
Yang aneh, meski kumuh, Dharavi menjadi sentra industri kecil seperti tembikar, garmen bordir, kerajinan kulit, dan perlatan plastik. Karena itu pula, penghasilan rata-rata penduduk Dharavi relatif tinggi, yang sebenarnya memungkinkan mereka untuk dapat hidup lebih baik atau di tempat yang lebih layak.
Tapi itulah Dharavi, dan penduduknya. Kota kumuh itu tidak memiliki air bersih, fasilitas sanitasinya sangat buruk, sering terkena rob atau banjir, tapi penduduknya relatif kaya.
Rocinha, Brasil
Rocinha berada di antara distrik São Conrado dan Gávea di Rio de Janeiro. Dalam bahasa Portugis, Rocinha memiliki arti “lahan pertanian kecil”. Dalam realitas, Rocinha adalah kawasan paling kumuh di Amerika Selatan.
Rocinha berdiri di atas pinggir bukit, dalam jarak satu kilometer dari pantai. Semula, kawasan itu adalah perkampungan kecil, yang lalu berkembang pesat menjadi pemukiman padat. Lebih tepat, pemukiman padat yang kumuh. Menyadari kekumuhan luar biasa yang terjadi di tempat itu, pemerintah setempat melakukan perbaikan, dan saat ini bisa dibilang kondisi Rocinha lebih baik.
Tapi ternyata masalah di Rocinha tidak hanya kondisi yang kumuh. Di sana juga marak perdagangan obat-obatan terlarang, dan hal itu kerap memicu pertempuran antar-geng. Belum lagi kehadiran banyak polisi di sana yang makin membuat Rocinha mirip lokasi film aksi. Karenanya, tinggal di Rocinha sangat berisiko, karena tingkat pembunuhan di sana sangat tinggi.
Saat ini, populasi di Rocinha sekitar 100.000 jiwa, dan semuanya merupakan kelompok ekonomi bawah. Jadi kita bisa membayangkan bagaimana suasana di sana—kondisi lingkungan yang kumuh, kejahatan dan kriminalitas yang tinggi, ekonomi sulit, dan itu pun masih ditambah dengan risiko banjir atau longsor yang bisa datang sewaktu-waktu, karena lokasi Rocinha di atas lereng bukit yang curam.
Kibera, Kenya
Kibera adalah kawasan yang ada di Nairobi, Kenya, dan merupakan pemukiman paling kumuh di Afrika. Ada sekitar 1 juta orang yang tinggal di sana, kebanyakan tinggal di gubuk-gubuk reot. Masing-masing gubuk itu umumnya dihuni hingga 8 orang.
Di antara semua penduduk yang tinggal di sana, hanya 20 persen yang memiliki listrik dan persediaan air yang teratur. Sumber air yang digunakan mengandung kuman kolera serta tifus, karena kondisi saluran air yang buruk.
Belum lagi ancaman AIDS yang begitu besar, serta absennya pemerintah dalam menangani masalah medis. Keadaan itu masih ditambah dengan kebiasaan buruk masyarakat di sana yang biasa menenggak minuman keras, yang disebut “cahnggaa”.
Kondisi yang memprihatinkan di Kibera, dan angka pengangguran yang sangat tinggi, menjadikan kawasan itu juga memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Obat-obatan terlarang banyak beredar di sana, kehamilan yang tak diinginkan sering terjadi, dan itu menjadikan angka aborsi di sana juga tinggi.
Linfen, Cina
Linfen adalah tempat yang suram, kotor, kumuh, yang secara lugas bisa dibilang mengerikan. Kota ini menjadi pusat pertambangan batubara di Cina, tapi tampaknya pemerintah tidak menangani kondisi di sana dengan baik. Saat ini, Linfen menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi paling tinggi di dunia.
Udara di Linfen sangat kotor, dipenuhi debu dan asap yang sampai menghalangi pandangan. Ada sekitar 3 juta orang yang tinggal di sana, setiap hari mengonsumsi air yang mengandung arsenik, serta menghirup udara yang sangat kotor akibat polusi kendaraan bermotor dan gas-gas beracun lainnya.
Saat memasuki kota ini, bau tak sedap akan langsung tercium, akibat banyaknya saluran air kotor yang meluap ke mana-mana.
Ada aliran sungai di sisi Kota Linfen, dan kondisinya pun sangat buruk, karena tercemar minyak. Penduduk yang mencoba menggunakan air sungai itu rentan terkena kanker. Sementara pepohonan di sana begitu sedikit, dan tampak begitu gersang. Kota ini benar-benar suram dan muram.
Kabwe, Zambia
Masalah besar yang dihadapi Kota Kabwe adalah racun timah. Pada tahun 1902, Kabwe menjadi sumber pertambangan timah dan kadmium, dan menjadikan Zambia sebagai negara yang kaya timah. Selama beberapa tahun, aktivitas pertambangan terjadi di sana, kemudian berhenti saat tambang mengering.
Tetapi, meski aktivitas pertambangann di sana sudah berhenti, akumulasi racun timah dan kadmium masih sangat tinggi. Akibatnya, selama beberapa dekade, penduduk Kabwe menghadapi ancaman racun tersebut.
Tes darah yang dilakukan pada anak-anak di sana menunjukkan konsentrasi 5 hingga 10 kali lipat dari ambang batas normal. Baru-baru ini, World Bank telah menggelontorkan dana untuk mengatasi masalah itu, tapi hasilnya belum tampak.
Chernobyl, Ukraina
Chernobyl menghadapi masalah nuklir, yang membunuh warganya perlahan-lahan. Pada 26 April 1986, reaktor nuklir di sana mengalami masalah dan kebocoran, dan hasilnya adalah bencana polusi serta racun yang sangat mengerikan. Ada sekitar 5,5 juta orang menghadapi ancaman kanker tiroid sebagai efek bocornya reaktor nulir tersebut.
Kecelakaan yang terjadi pada waktu itu menyebabkan radiasi yang volume dan efeknya seratus kali lebih besar dibanding bom atom yang pernah meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Sejak peristiwa itu terjadi, ribuan anak dan orang dewasa Rusia, Ukraina, dan Belarusia, hidup bersama ancaman radiasi.
Dzerzhinsk, Rusia
Dzerzhinsk adalah kota yang dinamai berdasarkan nama pemimpin Rusia, Feliks Edmundovich Dzerzhinsky. Lokasinya ada di sisi sungai Oka di Nizhny Novgorod Oblast, Rusia.
Sejak dulu, Dzerzhinsk telah menjadi kota industri kimia, yang kemudian dijadikan pusat produksi senjata-senjata kimia Rusia. Dari situlah kemudian kota ini menjadi salah satu kota paling tercemar di dunia, dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.
Angka kematian yang tinggi itu dipengaruhi oleh produksi bahan-bahan kimia yang tidak pernah berhenti, seperti racun dioxins, hydrogen cyanide, sulfur, dan lain-lain. Kandungan phenol dan dioxin di perairan Dzerzhinsk melebihi ambang batas normal, hingga 17 juta kali lipat. Akibatnya, rata-rata usia hidup pria di Dzerzhinsk hanya 42 tahun, dan wanita hanya 47 tahun.
Cubatão, Brasil
Cubatão memiliki luas 142 kilometer persegi, dan dikenal sebagai “Lembah Kematian”. Julukan itu tampaknya tidak berlebihan, mengingat kondisi di sana memang mengerikan. Kota itu memiliki polusi udara sangat tinggi, hingga menyebabkan banyak bayi yang terlahir cacat.
Polusi yang sangat parah di Cubatão dimulai dari kerusakan hutan. Ancaman polusi bertambah buruk, ketika pada tahun 1984 terjadi bencana tumpahan minyak yang menyebabkan kebakaran besar, dan menewaskan 200 orang. Hasil semuanya adalah racun dan polutan yang ada di mana-mana.
Pemerintah Brasil telah menganggarkan biaya mencapai 1,2 miliar dollar untuk memperbaiki kehancuran yang terjadi di Cubatão, akibat polutan dan racun yang menumpuk di sana. Namun, penelitian menemukan bahwa sangat sulit—bahkan mustahil—untuk dapat membersihkan tanah dan air di kota ini dari pencemaran yang telah terjadi.
Mogadishu, Somalia
Selama 17 tahun, sejak jatuhnya pemerintahan pada 1991, Mogadishu menjadi saksi peperangan yang nyaris tak berhenti. Kota itu kemudian menjadi kota paling kacau dan anarkis di dunia.
Selama itu pula banyak terjadi kerusuhan antarsuku yang banyak memakan korban, belum lagi banyaknya aksi pemberontakan terhadap pemerintah menyebabkan kekacauan demi kekacauan yang tak juga selesai.
Begitu suramnya kondisi alam dan keadaan sosial di Mogadishu, hingga penduduk di sana pun pergi sedikit demi sedikit, dan membiarkan perang di sana diteruskan oleh pihak-pihak yang masih ingin berperang.
Belakangan, pemerintah federal yang baru mencoba mengatasi masalah di Mogadishu, dan mencoba menerapkan kembali tatanan hukum yang telah lama diinjak-injak, tapi kondisi kota itu sudah sedemikian parah.
Hmm... ada yang mau menambahkan?