Kota-Kota Mana yang Paling Macet di Dunia?
https://www.belajarsampaimati.com/2020/06/kota-kota-paling-macet-di-dunia.html
Ilustrasi/carvaganza.com |
Ya, Jakarta memang identik dengan kemacetan parah. Kenyataan itu tidak hanya diketahui orang Indonesia, tapi juga orang-orang luar negeri. Bahkan, dalam survei yang dilakukan Castrol Magnetec, Jakarta menempati peringkat teratas sebagai kota paling macet di dunia. Setiap tahun, rata-rata pengemudi kendaraan di Jakarta mengalami 33.240 start-stop (berhenti di tengah jalan) akibat terjebak kemacetan.
Kenyataan itu memang tak bisa dilepaskan dari tidak berimbangnya pembangunan infrastruktur di Jakarta dengan pertumbuhan populasi kendaraan di sana. Karena kenyataan itu pula, banyak pihak yang mendesak pemerintah, khususnya Pemda Jakarta, agar segera mengambil kebijakan konkrit untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang kian hari makin parah. Kebijakan konkrit yang dimaksud di antaranya adalah melakukan revitalisasi angkutan umum, hingga pembangunan sarana-sarana angkutan lain yang lebih memadai.
Sebenarnya, pemerintah daerah Jakarta telah berusaha melakukan upaya untuk menguraikan kemacetan di sana, di antaranya dengan menghadirkan Busway, membangun jalur Mass Rapid Transportation (MRT) di sejumlah jalan utama, serta upaya-upaya lain seperti memberlakukan aturan ganjil-genap. Namun, sepertinya masih butuh waktu untuk benar-benar mengatasi kemacetan Jakarta, hingga saat ini ibu kota Indonesia itu masih terkenal dengan kemacetannya.
Dalam hal kemacetan, Jakarta tidak sendirian. Karena di dunia ini ada kota-kota lain yang sama mengalami kemacetan seperti Jakarta. Berikut ini di antaranya.
Istambul, Turki
Jika Jakarta adalah ibu kota Indonesia, Istambul adalah ibu kota Turki. Sama-sama kota besar, dan sama-sama terkenal macet. Kamacetan luar biasa di Istambul tidak bisa dilepaskan dari banyaknya orang di sana yang memiliki kendaraan bermotor. Setiap bulan, Istambul mendatangkan 30.000 mobil baru. Berdasarkan statistik, satu dari lima orang di sana memiliki kendaraan bermotor.
Akibatnya tentu sudah bisa ditebak, Istambul menjadi kota yang sangat macet. Dalam setahun, rata-rata pengemudi kendaraan di kota ini harus berhenti sebanyak 32.520 kali karena terjebak dalam kemacetan.
Kemacetan paling parah di sana terjadi pada sore hari, saat orang-orang pulang kerja. Kendaraan-kendaraan yang melewati jalan-jalan protokol di sana menghabiskan waktu sekitar 125 jam per tahun hanya untuk terjebak dalam kemacetan.
Mexico City, Meksiko
Ada empat juta kendaraan yang setiap hari berlalu-lalang di Mexico City, dan itu tidak hanya menjadikan kota ini sangat mecat, tapi juga sangat berpolusi. Pengemudi kendaraan di Mexico City menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk satu kali perjalanan, yang sebenarnya—dalam keadaan normal—bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit.
Dalam survei yang dilakukan Castrol Index, rata-rata pengemudi di Mexico City mengalami 30.840 pemberhentian di tengah kemacetan setiap tahun.
Surabaya, Indonesia
Kembali ke Indonesia, kali ini ke Surabaya, kota terbesar di Jawa Timur. Sama seperti Jakarta, Surabaya juga terkenal sebagai kota termacet di dunia. Ada 4,5 juta kendaraan yang ada di kota ini, dan setiap bulan terjadi penambahan kendaraan baru mencapai 17.000 unit atau sekitar 204.000 unit per tahun.
Karenanya, jika melihat pertumbuhan yang saat ini terjadi, dalam lima tahun ke dapan situasi lalu-lintas di Surabaya diprediksi akan memasuki saat kritis.
Tingginya angka kemacetan di Surabaya tidak hanya terkait dengan makin banyak kendaraan yang masuk ke sana, tapi juga terkait dengan potensi kerugian materiil. Kresnayana Yahya, seorang pakar statistik, menghitung bahwa padatnya lalu-lintas di Surabaya menyebabkan uang sebesar 1 triliun rupiah menguap.
“Perputaran uang di Surabaya mencapai Rp 4 triliun tiap hari,” ujarnya. “Karena kemacetan, menguap sekitar 25 persen, atau sekitar Rp 1 trilliun yang hilang.”
Dampak yang terjadi tersebut disebabkan oleh distribusi barang yang melambat akibat kemacetan, sehingga stok barang tidak bisa lancar. Jika kondisi itu makin parah, maka distribusi yang terhambat akan menyebabkan kenaikan harga barang akibat stok yang menipis. Selain itu, kemacetan yang sangat parah juga ikut meningkatkan konsumsi bahan bakar kendaraan.
St. Petersburg, Rusia
Sebenarnya, St. Petersburg telah memiliki sistem transportasi yang memadai. Mereka memiliki Metro, atau kereta bawah tanah, yang setiap hari mengangkut sekitar 2,5 juta orang. Dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta, kenyataan itu sudah bagus dan dapat menekan angka kemacetan di jalan raya.
Tetapi, bahkan meski telah memiliki sistem transportasi yang memadai pun, St. Petersburg tetap menjadi kota yang sangat macet, khususnya saat jam-jam sibuk.
Ada banyak orang dari luar St. Petersburg yang bekerja di St. Petersburg, dan mereka itulah yang setiap hari menggunakan kendaraan di jalan raya dan menciptakan kemacetan parah. Rata-rata, pengemudi di St. Petersburg menghabiskan waktu sekitar 110 jam per tahun untuk menunggu kemacetan.
Moskow, Rusia
Masih di Rusia, Moskow juga menjadi salah satu kota yang sangat macet. Moskow tidak jauh beda dengan Jakarta, yang kewalahan menghadapi ledakan pembelian kendaraan bermotor yang terus melonjak dalam satu dekade terakhir. Hasilnya, jumlah kendaraan di sana terus bertambah, namun ruas jalan raya kesulitan mengikuti.
Karena macetnya kota ini, rata-rata kendaraan yang melaju di Moskow tercatat hanya bisa mencapai 3 kilometer/jam. Kemacetan itu semakin parah ketika memasuki jam-jam sibuk, hingga para pengendara di sana harus menambah waktu sekitar 31 menit untuk berkubang di tengah kemacetan.
Sebenarnya, Moskow telah memiliki sistem transportasi yang memadai, namun kota ini masih tertinggal dalam urusan pembangunan infrastruktur. Ruas jalan yang tersedia di sana hanya mampu menampung 30 persen kendaraan yang ada. Jadi bisa dibayangkan seperti apa kemacetan yang tiap hari terjadi di sana.
Roma, Italia
Selain terkenal sebagai tempat bersejarah, Roma juga terkenal sebagai kota yang luar biasa macet. Hal itu tak bisa dilepaskan dari minimnya transportasi publik dan rasio kendaraan bermotor per kapita di sana, yang merupakan tertinggi kedua di Italia. Secara rata-rata, ada sekitar 600 kendaraan bermotor untuk setiap 1.000 penduduk.
Selain jumlah kendaraan bermotor yang sangat tinggi, Roma menghadapi masalah lain. Jalan-jalan raya di sana dinilai telah tua, sehingga cenderung sempit. Ruas-ruas jalan itu sudah perlu diperbarui atau dimodernisasi untuk menyesuaikan keadaan sekarang, tapi tampaknya pemerintah Roma lambat dalam melakukan langkah tersebut. Hasilnya, kemacetan di sana kian hari kian parah.
Bangkok, Thailand
Dalam urusan kemacetan, Bangkok adalah contoh kasus yang unik. Semula, kota ini tidak mengalami masalah kemacetan, karena daya beli masyarakat di sana tergolong rendah, khususnya untuk kendaraan bermotor. Mereka lebih memanfaatkan fasilitas umum seperti angkutan kota atau bus atau kereta api, untuk melakukan perjalanan. Hal itu menjadikan bisnis otomotif mengalami kelesuan.
Menghadapi kenyataan itu, pemerintah pun lalu memangkas pajak pembelian kendaraan, sehingga masyarakat bisa membeli kendaraan baru dengan harga yang lebih terjangkau. Tujuannya, tentu saja, untuk meningkatkan daya beli masyarakat sekaligus menghidupkan bisnis otomotif.
Tujuan itu berhasil, dan masyarakat beramai-ramai membeli kendaraan baru. Tetapi, rupanya, keberhasilan itu menimbulkan masalah lain, yaitu kemacetan yang parah.
Jalan-jalan di Bangkok yang semula relatif sepi kini penuh kendaraan bermotor. Masyarakat yang semula bisa lancar melakukan perjalanan, kini setiap hari terjebak kemacetan.
Sejauh ini, ada sekitar 14 juta orang yang menjadi penduduk Bangkok, dan ada sekitar 8 juta kendaraan yang berlalu-lalang di sana. Dalam survei Castrol Index, setiap pengemudi di Bangkok menghabiskan 36 persen dari waktu perjalanan untuk terjebak di tengah kemacetan.
Guadalajara, Meksiko
Guadalajara mencatat rasio kepemilikan kendaraan terbesar di Meksiko. Satu dari empat orang di kota ini tercatat memiliki mobil atau motor. Kenyataan itu pun menjadikan Guadalajara sebagai salah satu kota paling macet di dunia.
Dalam perhitungan Castrol Index, pengemudi di Guadalajara mengalami 24.840 pemberhentian akibat kemacetan per tahun. Artinya, lebih dari 30 persen waktu perjalanan dihabiskan di tengah kemacetan.
Buenos Aires, Argentina
Ada tiga juta penduduk di Buenos Aires, dan ada dua juta kendaraan yang setiap hari berlalu lalang di jalan-jalan kota setiap hari. Sudah bisa dibayangkan bagaimana macetnya kota ini.
Karenanya, tidak mengherankan jika perhitungan yang dilakukan Castrol Index menemukan bahwa setiap pengemudi di ibu kota Argentina ini mengalami 23.760 pemberhentian di tengah kemacetan setiap tahun.
Hmm... ada yang mau menambahkan?