Apa yang Akan Terjadi jika Serangga Punah?
https://www.belajarsampaimati.com/2020/06/apa-yang-akan-terjadi-jika-serangga-punah.html
Ilustrasi/tempo.co |
Yang mengkhawatirkan, saat ini terjadi penurunan drastis serangga di bumi, bahkan diperkirakan mencapai 80 persen populasi. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), saat ini baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang teridentifikasi. Sisanya adalah 80 persen dari populasi tersebut, dan jumlahnya terus berkurang.
Pada 2017, Caspar Hallman dari Universitas Radboud, Belanda, menulis dalam laporannya bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir. Penurunan populasi serangga bahkan tetap terjadi meskipun di kawasan cagar alam yang belum terjamah. Pendeknya, di seluruh kawasan bumi, populasi serangga terus berkurang.
Kini, kita tiba pada pertanyaan penting; apa yang akan terjadi jika serangga punah dari muka bumi?
Di planet ini, serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Karenanya, peran serangga sangat vital dalam menjaga ekosistem. Mereka, hewan-hewan kecil yang tampak tak berguna itu, memiliki peran sebagai penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah, dan pengurai jasad manusia maupun hewan. Selain itu, serangga adalah makanan bagi hewan lain.
Jika serangga punah, kita bisa membayangkan akan ada banyak jasad—hewan dan manusia—yang menumpuk dan tak terurai. Di sisi lain, akan ada hewan-hewan yang kelaparan, karena makanan utamanya—serangga—tidak ada lagi. Masalah ini akan sambung menyambung ke makhluk-makhluk lain, yang pada akhirnya juga akan berdampak pada kehidupan manusia.
Meski mungkin terdengar berlebihan, punahnya serangga sama artinya dengan kepunahan manusia. Karena begitu serangga punah, rantai kehidupan akan kacau, dan semua yang terlibat di dalamnya, termasuk manusia, akan terdampak.
Lalu apa latar belakang menurunnya populasi serangga saat ini? Djunijanti Peggie, peneliti bidang entomologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, punya jawabannya.
“Penyebab utama penurunan populasi serangga,” kata Djunijanti Peggie, “adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif.”
Ia mencontohkan kupu-kupu Graphium codrus, yang menjadi sampul majalah National Grographic Indonesia edisi Mei 2020. Graphium codrus bukan kupu-kupu endemik Indonesia, tidak langka, dan tidak terancam punah.
“Namun dengan status bukan endemik, bukan langka, dan tidak terancam punah ini pun, ternyata jumlah spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies,” kata Djunijanti. Kondisi itu menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu yang tidak langka pun sudah cukup sulit.
Lalu apa yang bisa dilakukan manusia menghadapi masalah ini? Tentu saja menekan laju punahnya serangga! Kita bisa melakukan itu dengan meninggalkan, atau setidaknya mengurangi, penyebab punahnya serangga. Di antaranya alih fungsi lahan, penggunaan pestisida dan pupuk sintetis, dan semacamnya.
Status serangga saat ini sudah sangat mengkhawatirkan, sampai mendekati kiamat. Kiamat serangga, kata LIPI. Dan kiamat serangga adalah kiamat manusia.
Hmm... ada yang mau menambahkan?