Bagaimana Eropa Melenyapkan Hampir Semua Populasi Amerika?
https://www.belajarsampaimati.com/2020/05/eropa-melenyapkan-hampir-semua-populasi-amerika.html?m=0
Ilustrasi/grid.id |
Penjajahan Eropa ke benua Amerika pada akhir abad ke-15 menewaskan begitu banyak orang. Namun, kematian dalam jumlah sangat besar itu bukan semata karena penjajahannya, melainkan karena sesuatu yang tak terduga.
Ketika bangsa Eropa masuk ke benua Amerika, terjadi transfer virus dan penyakit dari tubuh orang-orang Eropa ke orang-orang Amerika. Seketika, wabah penyakit terjadi di mana-mana, mayat-mayat bergelimpangan, berbagai virus dan penyakit baru menggerogoti tubuh orang-orang Amerika—virus dan penyakit yang semula tidak mereka kenal, hingga tubuh mereka tidak memiliki sistem kekebalan alamiah.
Pembunuh terbesar yang dibawa orang Eropa ke Amerika adalah penyakit cacar. Penyakit maut lainnya, yang ikut memusnahkan puluhan juta orang Amerika, adalah campak, influenza, penyakit pes, malaria, difteria, tifus, dan kolera.
Riset yang dilakukan University of College London di Inggris menemukan bahwa ekspansi penjajahan Eropa waktu itu menyebabkan populasi di Amerika turun drastis, dari 60 juta (sekitar 10% populasi dunia saat itu) menjadi hanya 5 atau 6 juta. Itu jelas bukan hanya wabah mengerikan, namun juga kesengsaraan yang harus ditanggung manusia di benua Amerika.
Meski proses lenyapnya populasi itu butuh waktu relatif lama, namun bencana mengerikan berupa kematian puluhan juta orang itu memiliki dampak tak terduga pada dunia.
Dengan berkurangnya jumlah manusia secara drastis di bumi, berkurang pula tanah-tanah yang dijadikan hunian atau pertanian. Hasilnya, kawasan luas yang semula didiami atau diolah manusia kembali menjadi habitat alami—sebagian menjadi hutan, sebagian lain menjadi padang rumput.
Kawasan yang berubah seperti itu diperkirakan mencapai luas 560.000 kilometer persegi—itu setara dengan luas Prancis atau Kenya.
Setelah kawasan luas itu berubah menjadi hutan atau padang rumput, pertumbuhan besar tanaman dan pohon menyebabkan kadar karbondioksida (Co2) menurun drastis, sehingga terjadi penurunan suhu di berbagai tempat di dunia. Peristiwa ini terekam dalam contoh es yang diambil dari Antartika.
Para ilmuwan percaya bahwa hal itu, disertai besarnya ledakan vulkanis dan pengurangan kegiatan matahari, memicu periode yang disebut Zaman Es Kecil. Saat itu, suhu iklim global menurun, dan bumi lebih adem.
Hmm... ada yang mau menambahkan?