Negara-negara yang Menyewakan Lahannya untuk Negara Lain
https://www.belajarsampaimati.com/2014/08/negara-negara-yang-menyewakan-lahannya.html
Ilustrasi/richterscalere.com |
Dalam rilis laporan bertajuk “Transnational Land Deals for Agriculture in the Global South”, lembaga itu menyebutkan setidaknya ada 84 negara yang menjadi incaran pemodal asing, dengan 70 persen lahan yang diincar ada di 11 negara. Sebelas negara itu adalah Sudan, Ethiopia, Mozambik, Zambia, Kongo, Tanzania, Filipina, Indonesia, Laos, Pakistan, dan India.
Sementara itu, di banyak negara memang terjadi pengangguran lahan, yaitu lahan-lahan yang sebenarnya bisa produktif namun tidak digarap dengan baik sehingga tidak menghasilkan apa-apa. Ada banyak penyebab mengenai hal itu.
Bisa karena kekurangan sumber daya, pengaruh urbanisasi, maupun hal lain. Kenyataan itulah yang kemudian membuat negara-negara tersebut mengambil langkah yang diharapkan lebih baik, yakni menyewakan lahan-lahan tak tergarap untuk disewa negara lain. Berikut ini beberapa negara yang menyewakan lahannya.
Sudan
Sudan memiliki lahan pertanian yang sangat luas, sekitar 84 juta hektar, namun yang telah digarap baru sekitar 35 persen. Hal itu menjadikan tanah pertanian di Sudan tak tergarap dengan baik, sehingga tidak menghasilkan manfaat apa-apa.
Untuk itulah, Kementerian Pertanian Sudan kemudian mengadakan kerjasama dengan Vietnam, Pakistan, dan Jepang, dalam bidang penanaman padi. Kerjasama itu dimaksudkan agar negara-negara tersebut mau mengolah lahan milik Sudan, yang manfaat atau keuntungannya bisa dinikmati bersama.
Ethiopia
Sejak tahun 2007, Ethiopia telah menyetujui 815 proyek pertanian bermodal asing. Tanah Ethiopia dapat disewa, dengan harga US$ 1 per hektar per tahun. Negara-negara emirat seperti Saudi, Qatar, Kuwait, dan Abu Dhabi, merupakan pengguna terbesar.
Pada 2008, Saudi mengumumkan pengurangan produksi sereal sebesar 12 persen, demi konservasi air. Sebagai gantinya, pemerintah Saudi menyediakan bantuan dana sebagai pinjaman untuk perusahaan yang ingin berinvestasi di luar negeri dalam sektor pertanian yang potensial.
Hal semacam itulah yang kemudian menjadikan cukup banyak perusahaan Saudi yang mencari lahan di luar negeri, salah satunya Ethiopia.
Mozambik
Mozambik adalah salah satu negara termiskin di dunia, serta yang paling terbelakang. Perang saudara yang terjadi di sana sepanjang 1977-1992 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan dan ketebelakangan tersebut. Karenanya, pada 1987, pemerintah Mozambik memulai serangkaian reformasi ekonomi makro yang dirancang untuk menstabilkan perekonomian.
Di antara langkah yang dilakukan pemerintah Mozambik adalah menggunakan bantuan donor untuk membawa negara ke pemerintahan serta perekonomian yang lebih baik. Sedangkan untuk menunjang perekonomian negara, mereka menyediakan lahan luas yang dimiliki untuk disewa atau digunakan negara lain.
Kongo
Perang bersaudara berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998, dan perang itu telah menghancurkan serta menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di sekitarnya.
Aksi kekerasan yang terjadi selama perang saudara tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga perekonomian Kongo. Sumber mineral berlimpah yang mereka miliki telah disedot untuk mendanai perang, sementara kebanyakan warganya hidup di bawah garis kemiskinan.
Kini, ketika pemerintah Kongo mulai kebingungan untuk dapat memanfaatkan lahan yang dimilikinya karena ketiadaan sumber daya, mereka pun berpikir untuk memanfaatkan lahan kosong luas yang ada untuk disewakan pada negara lain yang dapat memanfaatkannya.
Filipina
Terletak di Asia Tenggara, Filipina menjadi salah satu target pemodal asing. Ada sekitar 74 perjanjian dengan luar negeri yang dilakukan pemerintah Filipina untuk mengelola lahan seluas 6,6 juta hektar di wilayah Filipina.
Indonesia
Indonesia sudah terkenal sebagai negara dengan wilayah sangat luas, namun belum semua lahannya dapat digarap secara baik. Sampai saat ini, Indonesia memiliki proyek bersama luar negeri dalam setidaknya 24 perjanjian, yang dimaksudkan untuk mengelola lahan seluas 3,36 juta hektar.
Data lain menyebutkan, ada 85 transaksi transnasional untuk tanah Indonesia yang berasal dari Amerika Serikat, Belgia, Sri Lanka, Korea Selatan, hingga Malaysia. Malaysia menjadi investor terbesar, dengan 32 transaksi yang meliputi gabungan 1,27 juta hektar.
Kontrak lahan yang diidentifikasi terbesar adalah 300.000 hektar untuk konglomerat Genting, Malaysia, yang ditujukan untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Papua. Dalam catatan Global Observatory, kesepakatan itu terjadi pada 2011, namun operasinya belum dimulai.
Sime Darby, perusahaan Malaysia, juga memiliki kontrak dengan Indonesia menyangkut 299.262 hektar lahan kelapa sawit di Sumatera, dan operasi perkebunannya sudah dilakukan.
Laos
Pada 1986, pemerintah Laos mulai melepaskan kontrol ekonomi dan mengizinkan berdirinya perusahaan swasta. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi negeri itu pun melesat dari sangat rendah menjadi rata-rata 6 persen per tahun periode 1988-2004—kecuali pada saat krisis finansial Asia yang dimulai pada 1997.
Seiring dengan itu, Laos juga memiliki 40 perjanjian dengan luar negeri, menyangkut proyek kerjasama untuk lahan seluas 1,1 juta hektar.
Pakistan
Wilayah Pakistan terdiri dari kawasan pegunungan Transhimalaya, dataran tinggi, gurun, serta lembah sungai Indus, yang menjadi kawasan pertanian tersubur. Pertanian menjadi andalan ekonomi Pakistan, selain industri ringan. Komoditas pertanian unggulannya adalah beras, gandum, dan kapas. Besarnya potensi pertanian Pakistan membuat negara itu sempat mencapai swasembada pangan.
Seiring laju modernisasi, para petani mulai meninggalkan desa untuk menjadi masyarakat urban di perkotaan. Akibatnya, produksi pertanian menyusut drastis, sementara lahan yang semula produktif kini terabaikan. Menghadapi kenyataan itu, pemerintah Pakistan pun menyediakan lahan-lahan tak tergarap tersebut untuk disewa negara lain.
India
Di masa lalu, ekonomi India ditopang oleh pertanian. Sekarang, sektor pertanian hanya menyumbang 25 persen dari PDB. Seperti umumnya negara lain yang memasuki transisi modernisasi, para petani meninggalkan persawahan mereka, dan pindah ke kota.
Kenyataannya, India sekarang memiliki industri penting yang meliputi film, tekstil, teknologi informasi, dan kerajinan tangan. Tetapi sektor pertanian mulai terabaikan.
Menurunnya tingkat pertanian di India tidak hanya mengurangi jumlah pasokan pangan dalam negeri, tapi juga meluasnya lahan yang terabaikan. Karena itulah kemudian pemerintah India menyediakan lahan-lahan itu untuk disewakan.
Hmm… ada yang mau menambahkan?