Negara Mana yang Paling Banyak Mencemarkan Lingkungan?

  Negara Mana yang Paling Banyak Mencemarkan Lingkungan?
Ilustrasi/istimewa
Qatar terkenal sebagai negara kaya karena produksi minyaknya yang sangat besar. Namun Qatar juga menjadi negara pencemar Bumi yang paling parah. Menurut laporan Living Planet, jika setiap orang di dunia hidup seperti rata-rata orang Qatar, maka Bumi akan kehabisan sumber dayanya hampir lima kali lebih cepat dari tingkat saat ini.

Kenyataan semacam itu sebenarnya tidak hanya terjadi di Qatar, tapi juga di negara-negara lain, meski dengan kapasitas yang lebih kecil. Kehidupan di Bumi bukanlah kehidupan yang gratis. Dalam arti, karena kita mengambil sesuatu dari Bumi untuk hidup, maka kita juga punya kewajiban untuk terus memelihara dan merawat Bumi. Sayangnya, kesadaran semacam itu kurang dipahami banyak penghuni planet ini.

Data dari Global Footprint Network (GFN) menunjukkan betapa manusia di seluruh dunia menggunakan sumber daya lebih dari yang bisa diberikan Bumi. World Wildlife Fund (WWF) memberikan perkiraan yang lebih mudah, dengan menyatakan bahwa manusia menggunakan sumber daya Bumi lebih banyak 50 persen dari yang dapat diambil dari Bumi dalam setahun.

Dengan perhitungan ini, manusia menggunakan sumber daya setara dengan 1,5 planet Bumi per tahun. Diperkirakan, pada tahun 2030, kita akan menggunakan sumber daya dengan jumlah setara 2 planet Bumi setiap tahunnya.

Kesadaran atas hal itulah yang menjadikan berbagai pihak terus berupaya menyadarkan kita bahwa kehidupan ini tidak gratis. Bumi yang kita tinggali bukanlah surga yang dapat menumbuhkan apa pun tanpa ditanam, dirawat, dan dijaga. Selain itu, segala kerusakan yang telah dilakukan di muka Bumi juga tidak akan hilang begitu saja, dan para penghuni Bumi pula yang akan menanggung akibatnya.

Dalam rangka mengingatkan hal itulah, Global Footprint Network (GFN) melakukan studi terhadap berbagai negara, untuk melihat di bagian mana saja berbagai pencemaran Bumi terjadi. Hasilnya, berikut ini negara-negara yang dianggap sebagai pencemar terbesar Bumi.

Qatar

Qatar dikenal sebagai negara terkaya di dunia. Tetapi prestasi itu ternyata bukannya tanpa cacat. Dalam menunjang kekayaannya, Qatar menghasilkan emisi karbon yang sangat besar, bahkan yang paling besar di dunia. Emisi karbon per kapita di Qatar tiga kali lipat dari yang dihasilkan AS. Jika semua negara menjalani hidup sebagaimana Qatar, maka Bumi butuh lima kali sumber daya dari yang dimilikinya saat ini.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Qatar sangat banyak menghasilkan emisi karbon. Pertama adalah produksi minyaknya. Proses pemompaan atau pengeluaran minyak dari padang pasir membutuhkan energi yang sangat besar.

Tapi yang lebih boros energi adalah gedung-gedung pencakar langit yang ada di sana, yang menghabiskan banyak energi listrik, energi pendingin udara, dan berbagai kebutuhan lainnya.

Untuk menyediakan air bagi para warganya saja, Qatar sudah mengonsumsi energi dalam jumlah sangat besar, karena kebanyakan air di Timur Tengah diproduksi dengan cara desalinasi air laut. Sementara itu, permintaan energi meningkat sebesar 7 persen per tahun, untuk menjalankan desalinator dan AC untuk menyejukkan udara, serta peralatan produksi gas alam dan minyak bumi.

Kuwait

Tidak jauh beda dengan Qatar, Kuwait adalah negara penghasil minyak, yang menjual bahan bakarnya dengan harga rendah. Rendahnya harga bahan bakar itu mungkin terdengar menyenangkan, tapi bukan berarti tanpa masalah.

Karena harga bahan bakar sangat rendah, sementara pendapatan masyarakat tergolong tinggi, warga Kuwait pun lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, daripada angkutan umum yang belum tentu nyaman. Akibatnya, angkutan umum jarang digunakan, dan itu memicu banyak hal—penggunaan energi bahan bakar secara boros, emisi karbon dalam jumlah besar, sekaligus polusi udara di mana-mana.

Menurut Global Footprint Network, rata-rata warga Kuwait menggunakan sumber daya 22 kali lebih besar dari yang bisa disediakan negara mereka untuk per orang.

Uni Emirat Arab

Uni Emirat Arab termasuk negara pengekspor minyak besar dunia, di antara Arab Saudi, Iran, dan negara lain. Meski begitu, Uni Emirat Arab ikut mendukung pembaruan Protokol Kyoto, yaitu persetujuan antara negara-negara industri untuk mengurangi emisi, dan negara itu juga berencana meningkatkan produksi energi terbarukan, bahkan meluncurkan proyek energi surya sebesar 1 gigawatt.

Sampai di situ, Uni Emirat Arab bisa dibilang tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah Dubai.

Dubai, kota terbesar di Uni Emirat Arab, dihuni oleh sekitar 1,5 juta orang. Kota itu menghidupi pusat perbelanjaan terbesar, juga resort ski indoor, dengan menggunakan pembakaran gas alam sebagai energinya. Karena hal itu, Uni Emirat Arab masuk dalam daftar sebagai negara yang ikut mencemarkan Bumi.

Denmark

Denmark membutuhkan lahan pertanian yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain mana pun. Kenyatannya, Denmark adalah negara kecil. Tapi kebutuhan mereka terhadap lahan pertanian bukan karena faktor ukuran negara, melainkan karena konsumsi gandum warganya.

Warga Denmark mengonsumsi gandum dalam jumlah sangat besar, hingga rata-rata setiap orang di sana membutuhkan sekitar 2 hektar lahan gandum untuk memenuhi kebutuhannya. Itu adalah 2,5 kali lebih banyak dari luas lahan yang saat ini tersedia di Denmark. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Denmark pun mengimpor gandum dalam jumlah sangat besar dari negara-negara lain.

Selain itu, banyaknya jumlah daging yang dimakan per kapita di Denmark menghasilkan emisi karbon yang tak kalah besar. Diperkirakan, jumlah emisi karbon yang dihasilkan Denmark sebesar setengah dari yang dihasilkan negara besar semacam Amerika Serikat.

Amerika Serikat

Menurut Global Footprint Network, jika semua orang di dunia menjalani hidup seperti gaya hidup orang Amerika, maka sumber daya Bumi sudah habis saat ini.

Orang-orang Amerika lebih menyukai bepergian dengan kendaraan pribadi dibanding menggunakan angkutan umum. Hal itu memicu meningkatnya kebutuhan energi dan bahan bakar, yang juga memicu tingginya produksi emisi karbon.

Yang disayangkan, Amerika Serikat, bersama Afghanistan, Andorra, dan Sudan Selatan, merupakan negara yang menolak ratifikasi Protokol Kyoto. Padahal, protokol itu merupakan kunci perubahan lingkungan di Bumi, karena bertujuan melawan pemanasan global yang sedang terjadi.

Belgia

Dalam hal pencemaran lingkungan, masalah Belgia hanya satu, yaitu rendahnya hasil pertanian di negara tersebut. Karena lahan menyempit, maka produksi pertanian terus berkurang. Padahal jumlah kebutuhan semakin banyak, dan hal itu menyebabkan Belgia harus mengimpor bahan makanan dari negara lain.

Tetapi masalah yang satu itu lalu memicu masalah lain. Karena lahan menyempit, daerah alami pun jauh berkurang. Seiring dengan itu, jumlah emisi karbon di udara sulit diturunkan akibat penggunaan energi bahan bakar, dan karena kurangnya pepohonan alami yang dapat menyerapnya.

Australia

Secara rata-rata, setiap orang di Australia menghasilkan 28,1 ton karbondioksida, yang merupakan tingkat emisi karbon per kapita tertinggi di dunia. Selain itu, permintaan negara ini untuk kayu, makanan, dan penggunaan padang rumput, setara dengan 7 hektar tanah per orang, atau hampir empat kali lebih besar dari jumlah rata-rata di seluruh dunia.

Kanada

Kanada mengalami masalah seperti umumnya negara-negara maju dan modern, yaitu menyempitnya lahan. Kebutuhan lahan di Kanada adalah 14,92 hektar per kapita, atau 5,5 kali dari jumlah rata-rata konsumsi global.

Meski hanya memiliki sedikit sumber daya, kota-kota di Kanada membutuhkan energi dalam jumlah sangat besar. Negara ini menempati peringkat ketujuh emisi karbondioksida per kapita tertinggi di dunia. Secara total, emisi gas rumah kaca di Kanada meningkat 24 persen antara tahun 1990 dan 2008.

Belanda

Belanda tergolong negara kecil, dengan kepadatan penduduk sangat tinggi. Kenyataan itu menyebabkan luas lahan terus menyempit dan makin sedikit, sehingga pepohonan, tanaman, dan padang rumput, makin menghilang.

Sementara itu, warga Belanda  mengonsumsi enam kali lebih banyak sumber daya yang mereka miliki (energi, makanan, dan banyak lagi) daripada yang mampu mereka hasilkan.

Irlandia

Pada 2008, emisi gas rumah kaca per kapita di Irlandia merupakan yang tertinggi kedua di Uni Eropa. Sumber terbesar dari emisi itu berasal dari penggunaan pupuk yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, emisi dari kendaraan juga meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1998.

Namun, Irlandia kemudian menyadari kenyataan itu dan berupaya mengatasi masalah tersebut, hingga terjadi banyak perbaikan. Memasuki 2009, emisi karbon transportasi mengalami penurunan, dan sumber energi terbarukan mengalami peningkatan pada awal 2000-an.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 3989279367300168656

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item