Bagaimana Pemberantasan Buta Huruf di Indonesia?

Bagaimana Pemberantasan Buta Huruf di Indonesia?
Ilustrasi/masdik.com
Pada 1942, ketika Jepang menduduki Indonesia, jumlah penduduk negeri ini yang bisa baca tulis kurang dari 7 persen. Pada 1945, ketika memproklamirkan kemerdekaannya, sebanyak 90 persen rakyat Indonesia buta huruf.

Karenanya, Bung Karno pun menjadikan pemberantasan buta huruf sebagai program penting pemerintahannya. Pada 14 Maret 1948, kampanye pertama buta huruf dilancarkan, dan Bung Karno menjadi pengajar pertamanya.

Pada Juni 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, semakin mengintensifkan gerakan tersebut. Program pemberantasan buta huruf dibuka secara intensif di banyak daerah meliputi Surabaya, Madiun, Kediri, Semarang, Pati, Kedu, Banyumas, Yogya, Malang, dan lain-lain.

Jumlah kursus yang diselenggarakan pemerintah waktu itu berjumlah sekitar 18 ribu tempat, dengan 17 ribu guru dan 800 ribu murid. Sedangkan yang digelar secara independen (secara mandiri oleh rakyat) berjumlah 800-an tempat dengan 500-an guru dan 33 ribuan murid.

Pada 1951, pemerintah Indonesia menyusun program Sepuluh Tahun Pemberantasan Buta Huruf, dengan harapan semua penduduk Indonesia akan melek huruf dalam jangka waktu sepuluh tahun berikutnya. Namun, pada 1960, masih ada sekitar 40 persen orang dewasa yang buta huruf.

Akhirnya, pada 1960, Bung Karno mengeluarkan komando untuk menuntaskan buta huruf sampai 1964. Pada waktu itu, nyaris semua organisasi massa ikut terlibat aktif dalam kursus-kursus dan kampanye pemberantasan buta huruf. Hasilnya, pada 31 Desember 1964, penduduk Indonesia berusia 13-45 tahun dinyatakan telah bebas dari buta huruf, kecuali yang ada di Irian Barat.

Tetapi, pekerjaan itu belum bisa dianggap selesai, karena pertumbuhan penduduk yang pesat kembali melahirkan generasi yang buta huruf. Pada masa Orde Baru, pemerintahan Soeharto melakukan kampanye yang sama, yang disebut Program Paket ABC, demi menghilangkan buta huruf sama sekali dari negeri ini.

Tapi program itu tidak terlalu berhasil seperti yang terjadi pada era Soekarno. Hal yang sama juga terjadi pada era reformasi dan pemerintahan pasca reformasi.

Pada 2005, ada sekitar 13-14 juta orang Indonesia yang masih buta huruf. Pemerintah Indonesia menargetkan jumlah itu dapat berkurang, hingga setidaknya ada 5 juta orang lagi yang telah mampu baca tulis pada 2009.

Target pencapaian tersebut adalah 1,6 juta orang per tahun. Harapan itu mungkin sedikit meleset, karena pada 2011 masih ada 8,3 juta penduduk Indonesia berusia 15-45 yang buta huruf. Padahal, Indonesia telah menargetkan buta huruf telah hilang sama sekali di negeri ini pada 2015 nanti.

Data yang ada menyebutkan, sejumlah provinsi dengan tingkat penyandang buta hurug cukup tinggi di antaranya adalah Jawa Timur (29,32 persen), Jawa Tengah (21,39 persen), Jawa Barat (10,66 persen), sementara sisanya tersebar di Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya.

Total angka buta huruf di Indonesia merupakan 9 persen dari jumlah total penduduk. Dua pertiga atau sekitar 66 persen di antaranya adalah perempuan berlatar belakang keluarga miskin, atau tinggal di daerah terpencil. Sekitar 77 persen dari populasi buta huruf tersebut adalah orang dewasa berusia 45 tahun ke atas, sedangkan sisanya berusia antara 15-45 tahun.

Secara global, Indonesia termasuk dalam daftar 34 negara yang angka buta hurufnya tinggi. Global Monitoring Report menyebutkan Indonesia berada di peringkat ketujuh, di bawah Cina, India, dan Bangladesh.

Merujuk pada kenyataan itu, pemerintah Indonesia pun menggunakan program wajib belajar 9 tahun sebagai salah satu pendekatan untuk mengatasi buta huruf di negeri ini, terutama pada anak-anak usia sekolah.

Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan menulis, namun juga berpotensi menimbulkan serangkaian dampak yang sangat luas.

Pada Hari Pemberantasan Buta Huruf tahun 2005, Sekjen PBB Kofi Annan menyatakan, “Kemampuan membaca dan menulis merupakan alat penting untuk memberantas kemiskinan. Selain itu, juga untuk perluasan kesempatan kerja, peningkatan kesetaraan pria dan wanita, peningkatan kesehatan keluarga, perlindungan lingkungan hidup, juga penggalakan peran serta dalam demokratisasi.”

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 8016063510399945328

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item