Negara-negara yang Pernah Memiliki Program Nuklir

Negara-negara yang Pernah Memiliki Program Nuklir
Ilustrasi/istimewa
Meski memiliki kelebihan dan kecanggihan dalam hal teknologi, tetapi nuklir adalah senjata berbahaya ketika ditujukan untuk alat perang. Daya hancurnya yang sangat besar serta efek radiasinya yang berbahaya, telah menjadikan nuklir sebagai senjata yang mengerikan.

Karena latar belakang itu pula, dibuatlah Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, yaitu suatu kesepakatan dari berbagai negara untuk tidak mengembangkan senjata nuklir yang ditujukan untuk perang.

Dengan kata lain, negara-negara diperbolehkan memanfaatkan energi nuklir untuk keperluan semisal pembangkit tenaga listrik atau yang lain, tetapi tidak menujukan program nuklirnya untuk membuat senjata semisal bom.

Berikut ini adalah negara-negara yang pernah memiliki program senjata nuklir, dengan berbagai tingkat kesuksesan. Negara-negara ini sekarang tidak lagi mengembangkan atau memiliki program nuklir, dan telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.

Argentina

Pada 1950, Argentina membentuk Komisi Energi Atom Nasional (National Atomic Energy Commission, CNEA) yang ditujukan untuk mengembangkan program energi nuklir bertujuan damai (tidak untuk perang). Tetapi, pada 1978, Argentina kemudian mengadakan penelitian program senjata nuklir di bawah kepemimpinan militer. Program itu lalu ditinggalkan setelah terjadi proses demokrasi pada 1983.

Beberapa laporan tidak resmi dan data intelijen AS melaporkan bahwa Argentina meneruskan beberapa jenis program senjata nuklir pada 1980-an, salah satunya uji coba membuat kapal selam nuklir. Hal itu dilatarbelakangi rivalitas negara tersebut dengan Brazil. Tetapi, kemudian diketahui, program itu dibatalkan.

Pada awal 1990-an, Argentina dan Brazil bahkan membentuk sebuah badan inspeksi bilateral yang bertujuan untuk melakukan verifikasi kegiatan kedua negara dalam penggunaan energi nuklir dengan tujuan damai. Argentina menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 10 Februari 1995.

Australia

Setelah Perang Dunia II, kebijakan pertahanan Australia melakukan kerjasama pengembangan senjata nuklir dengan Britania Raya. Dalam kerjasama itu, Australia menyediakan uranium, wilayah untuk uji coba senjata dan roket, serta ilmuwan. Mereka juga secara aktif terlibat dalam program peluru kendali yang disebut Blue Streak.

Pada 1955, Australia menandatangani kontrak dengan perusahaan Britania untuk membangun Hi-Flux Australian Reactor (HIFAR). HIFAR dianggap sebagai langkah pertama dari rencana untuk membangun reaktor lebih besar yang berkemampuan memproduksi plutonium lebih banyak bagi kebutuhan senjata nuklir.

Tetapi, kemudian, Australia meninggalkan ambisi nuklirnya pada 1960-an, dan menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 1970.

Brazil

Pada 1978, rezim militer Brazil membentuk program penelitian senjata nuklir, dengan kode Solimões. Tetapi, program nuklir itu kemudian ditinggalkan setelah Brazil mendapatkan pemerintahan yang baru pada 1985.

Pada 13 Juli 1998, Presiden Fernando Henrique Cardoso menandatangani dan meratifikasi Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif, yang mengakhiri ambisi senjata nuklir Brazil.
 
Mesir

Antara tahun 1954-1967, Mesir pernah memiliki program senjata nuklir. Tetapi mereka kemudian menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dan menghentikan program persenjataan nuklir mereka.

Jerman

Selama Perang Dunia II, di bawah kekuasaan Nazi, Jerman mengadakan penelitian untuk mengembangkan senjata nuklir. Tetapi, karena tidak didukung sejumlah sumber daya, program itu bisa dibilang masih jauh dari keberhasilan, bahkan ketika Perang Dunia II selesai.

Fasilitas penelitian milik Jerman juga disabotase oleh mata-mata Britania dan Norwegia, sehingga menghambat penelitian Jerman.

Dalam buku Hitler’s Bombe, yang terbit pada 2005, sejarawan Rainer Karlsch menceritakan bahwa Nazi telah mengadakan sebuah uji coba bom atom di Thuringia dalam tahun terakhir perang.

Irak

Pada 1970-an sampai 1980-an, Irak memiliki sebuah program riset senjata nuklir. Pada 1981, Israel menghancurkan reaktor nuklir Irak. Sampai kemudian, pada 1996, Irak dilaporkan telah melucuti atau menghancurkan semua kemampuan nuklir mereka, bahkan telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.

Tetapi, pada tahun 2003, sebuah koalisi multinasional yang dipimpin Amerika Serikat menginvasi Irak berdasarkan laporan intelijen yang melaporkan bahwa Irak memiliki senjata yang dilarang oleh Dewan Keamanan PBB.

Karena Irak menolak bekerja sama dengan inspeksi PBB, banyak anggota Dewan Keamanan PBB yang mencurigai Irak memiliki program nuklir. Meski begitu, Laporan Duelfer pada 2004 menyimpulkan bahwa program nuklir Irak telah ditutup pada 1991.

Jepang
   
Selama Perang Dunia II, Jepang pernah mengadakan penelitian senjata nuklir, tapi tidak mengalami keberhasilan. Saat ini, Jepang telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, dan aktif mempromosikan perjanjian tersebut kepada negara lain. Konstitusi Jepang bahkan melarang pembuatan senjata nuklir.

Meski Jepang memiliki kemampuan teknologi dan diperkirakan dapat mengembangkan senjata nuklir dalam waktu singkat, tapi yang jelas belum ada bukti yang mengindikasikan Jepang mengembangkan program senjata nuklir, selain jejak-jejak samar yang pernah mereka lakukan pada masa Perang Dunia II.

Yang muncul hanya kecurigaan bahwa Jepang bisa jadi menyimpan senjata nuklir mereka di pangkalan Amerika Serikat yang berada di Jepang.

India

India mengakui memiliki sebuah program senjata nuklir, bahkan menjadi salah satu negara pemilik nuklir terbesar di dunia. Pada 19 Desember 2003, setelah invasi ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat, India mengumumkan akan mengakhiri serta melucuti semua senjata pemusnah massal yang mereka miliki, dan bersedia untuk diverifikasi oleh tim inspeksi tanpa syarat.
 
Polandia

Polandia memulai riset nuklirnya pada awal 1960-an. Dua puluh tahun kemudian, pada 1980, riset mereka difokuskan pada pengembangan reaksi mikro-nuklir di bawah kontrol militer.

Pada saat ini, Polandia mengoperasikan reaktor riset nuklir MARIA di bawah kendali Institute of Atomic Energy di Świerk, di dekat Warsawa. Meski begitu, Polandia telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, dan secara resmi mengumumkan tidak memiliki senjata nuklir.

Rumania

Rumania telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 1970. Tetapi, pada 1980-an, ketika negara itu berada di bawah pemerintahan Nicolae Ceauşescu, Rumania memiliki program pengembangan senjata nuklir rahasia. Pada 1989, ketika Nicolae Ceauşescu digulingkan, program senjata nuklir Rumania pun berakhir.

Sekarang, Rumania mengoperasikan sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua buah reaktor yang dibangun dengan bantuan Kanada. Rumania juga memiliki fasilitas penambangan dan pengayaan uraniumnya sendiri untuk pembangkit listrik dan sebuah program riset.
 
Korea Selatan

Pada awal 1970-an, Korea Selatan memulai program senjata nuklirnya. Tetapi, pada 1975, program senjata nuklir itu ditinggalkan setelah Korea Selatan menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Yang cukup merisaukan, beberapa laporan menyatakan bahwa program senjata nuklir pemerintah Korea Selatan dilanjutkan oleh militer.

Swedia
   
Antara tahun 1950-an hingga 1960-an, Swedia secara serius mempelajari pengembangan senjata nuklir. Negara itu diperkirakan memiliki pengetahuan cukup yang memungkinkan untuk membuat senjata nuklir. Sebuah fasilitas penelitian senjata dibangun di daerah Studsvik, dan mereka bahkan pernah membuat rencana untuk sebuah pesawat pengebom nuklir berkecepatan supersonik.

Meski begitu, Swedia kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan program senjata nuklirnya, dan menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.
 
Swiss

Pada tahun 1963, Swiss memiliki proposal teknis mendetail mengenai senjata-senjata tertentu, dan perkiraan biaya untuk persenjataan nuklir. Karenanya, sepanjang tahun 1964 sampai 1969, Swiss pun memiliki sebuah program nuklir rahasia. Tetapi, kemudian, program itu ditinggalkan karena masalah finansial, dan Swiss menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 27 November 1969.
 
Taiwan

Akibat tekanan dari Amerika Serikat, Taiwan pernah mengembangkan program rahasia penelitian nuklir pada 1964-1988. Tetapi kemudian Taiwan menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir pada 1968.
 
Yugoslavia
       
Sejak awal 1950-an, Yugoslavia telah memiliki ambisi nuklir ketika ilmuwan mereka memulai proses pengayaan uranium dan plutonium. Pada 1956, fasilitas pemrosesan bahan bakar Vinča dibangun, diikuti oleh reaktor penelitian pada 1958 dan 1959. Pada 1966, uji coba pemrosesan plutonium yang dimulai di laboratorium Vinča menghasilkan plutonium yang sudah dikayakan.

Selama periode 1950-an dan 1960-an, Yugoslavia dan Norwegia mengadakan kerjasama dalam pemrosesan ulang plutonium. Sampai kemudian, pada 1960, Presiden Tito menghentikan program nuklir untuk alasan yang tidak diketahui, tetapi memulainya kembali setelah India melakukan uji coba nuklirnya yang pertama.

Program nuklir Yugoslavia masih berlangsung setelah kematian Presiden Tito pada 1980, yang terbagi atas program nuklir untuk senjata dan untuk energi. Program senjata nuklir dihentikan pada Juli 1987. Sementara program nuklir untuk energi kemudian menghasilkan dibangunnya pembangkit listrik tenaga nuklir Krško pada 1983, yang sekarang dimiliki Slovenia dan Kroasia.
     
Serbia dan Montenegro

Setelah Yugoslavia runtuh, Serbia dan Montenegro mewarisi laboratorium Vinča dan 50 kilogram uranium yang sudah dikayakan yang disimpan di fasilitas tersebut.

Selama pengeboman NATO terhadap Yugoslavia tahun 1999, Vinča tidak pernah menjadi sasaran, karena NATO mengetahui keberadaan uranium yang tersimpan di situ. Setelah pengeboman NATO berakhir, pemerintah Amerika Serikat dan Nuclear Threat Initiative lalu memutuskan untuk memindahkan uranium tersebut ke Rusia, tempat Yugoslavia pertama kali memperolehnya.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Iptek 5810404713695797501

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item