Negara-negara yang Menjadi Musuh Para Blogger
https://www.belajarsampaimati.com/2014/06/negara-negara-yang-menjadi-musuh-para.html
Ilustrasi/istimewa |
Kritik serta protes itu bisa dilakukan secara main-main atau serius, di situs-situs sosial media atau di web/blog yang dibuat secara khusus. Pendeknya, internet telah menjadi salah satu cara berekspresi, dan kendaraan menuju kebebasan.
Bagi beberapa negara, kehadiran internet—khususnya para blogger yang aktif menulis kritik terhadap pemerintah—adalah suatu ancaman yang tidak bisa diabaikan. Karenanya, sebagai langkah antisipasi, banyak negara yang melakukan pemblokiran terhadap internet, pengawasan yang ketat terhadap aktivitas di dunia maya, sampai penangkapan dan pemenjaraan terhadap blogger-blogger yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Semua hal itu tentu dilakukan negara untuk mempertahankan otoritasnya, dan menghindari aksi perlawanan dari rakyat.
Reporters Without Borders, organisasi pengawas media global, menyoroti negara-negara yang membatasi kebebasan berekspresi warganya di internet, dan merilis daftar negara-negara yang dianggap sangat ketat dalam memberlakukan aturan di internet.
Daftar negara berikut ini juga bisa dibilang sebagai musuh para blogger, karena pemerintah negaranya dinilai sangat memusuhi aktivitas para blogger dalam menyampaikan ekspresi di dunia maya.
Burma
Pemerintah Burma melakukan kebijakan sensor ketat terhadap media cetak dan elektronik (televisi). Ketika era internet memasuki negara-negara di dunia, pemerintah Burma pun melebarkan wilayah pengawasannya ke internet. Mereka membuat aturan yang ketat untuk kafe-kafe yang menyediakan fasilitas internet, bahkan memonitor penggunaan e-mail serta sarana komunikasi lain di internet.
Selain artikel-artikel di portal berita yang ditulis para jurnalis profesional, tulisan-tulisan lepas yang diposting para blogger (jurnalis warga) di Burma juga tidak luput dari pengawasan pemerintah. Mereka akan menangkap siapa pun yang dianggap “mengganggu stabilitas negara”, termasuk blogger.
Maung Thura, salah satu blogger di Burma, misalnya, ditangkap karena mengunggah sebuah video yang tidak disukai pemerintah Burma.
Iran
Semula, Iran membuka diri terhadap perkembangan teknologi internet, bahkan menjadi negara kedua setelah Israel dalam hal pengguna internet terbanyak di Timur Tengah. Namun, sejak tahun 2005, Iran mulai melakukan pembatasan dan pengawasan ketat terhadap internet.
Mereka memblokir sekitar lima juta situs, termasuk Facebook, Twitter, YouTube, WordPress, BBC, CNN, dan masih banyak lagi. Setiap provider internet di Iran juga harus memperoleh persetujuan dari Telecommunication Company of Iran (TCI) serta Kementerian Panduan Islam dan Budaya, dan menggunakan software khusus untuk mengontrol konten.
Pemerintah Iran juga tidak main-main dalam menghadapi blogger yang aktif menulis di internet. Mereka akan menahan blogger yang dinilai mengkritik agama, figur politisi, revolusi Islam, atau berbagai simbolnya.
Seluruh blogger diminta mendaftarkan situsnya ke Kementerian Seni dan Budaya. Selain itu, pemerintah Iran juga membentuk kantor kejaksaan khusus untuk menangani kasus internet, dan bertugas dalam intelijen dunia maya.
Omidreza Mirsayafi, salah satu blogger di Iran, ditahan dan dijebloskan ke penjara karena tulisannya dianggap menghina pemimpin spiritual negara. Ia kemudian dinyatakan tewas di penjara.
Kuba
Bisa dibilang, hanya pejabat pemerintah dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis yang bisa mengakses internet secara leluasa di Kuba. Sementara masyarakat umum kebanyakan menggunakan internet melalui hotel atau kafe internet yang dikontrol ketat pemerintah.
Akses internet di Kuba merupakan yang paling diawasi secara ketat di seluruh dunia. Pemerintah negara komunis itu mewaspadai pergerakan warganya di berbagai aspek, termasuk media dan internet.
Partai Komunis Kuba memantau setiap pergerakan yang berkaitan dengan informasi dan berita. Karenanya, menjadi blogger adalah pilihan yang sulit sekaligus berbahaya di sana, sehingga sangat sedikit blogger di Kuba.
Meski jumlah blogger di Kuba bisa dibilang tidak banyak, tapi ironisnya ada 21 blogger di Kuba yang telah ditangkap pemerintah akibat tulisan mereka di internet. Kuba bisa dibilang lebih sensitif dengan pergerakan para blogger, daripada “pembangkang tradisional” yang melakukan aksinya dengan berdemo di jalan dan di depan gedung pemerintahan.
Jika internet telah memasuki berbagai negara pada awal tahun 2000-an, Kuba baru mengizinkan rakyatnya mengenal internet pada tahun 2007 secara legal. Sebegitu sensitifnya pemerintah Kuba terhadap kebebasan dunia maya, sampai mereka menyebut internet sebagai “penyakit paling berbahaya sepanjang abad 21”.
Arab Saudi
Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sistem pemblokiran yang luas terhadap internet, mencakup berbagai aspek, mulai dari pornografi, obat-obatan terlarang, dan berbagai situs lain. Setidaknya ada 400 ribu situs di internet yang telah ditutup di Arab Saudi, dan jumlah itu terus bertambah dari waktu ke waktu. Pemerintah akan dengan cepat menutup apa pun yang dinilai kontra dengan kebijakan negara.
Dalam hal penutupan atau pemblokiran, pemerintah Arab Saudi terkesan transparan, karena memberikan notifikasi pemblokiran terhadap situs yang dituju, serta alasan pemblokiran.
Sistem yang tampak demokratis itu pun mengikutsertakan pengguna internet untuk berpartisipasi menjaga aliran informasi ke Arab Saudi. Setiap hari, Internet Service Unit (ISU) Arab Saudi menerima sekitar 200 permintaan pemblokiran situs dari pengguna internet.
Sekilas, tampaknya, Arab Saudi cukup demokratis terhadap internet dan para penggunanya. Tetapi, dalam praktik, terjadi ironi. Kasus yang menimpa Ahmed al-Farhan bisa dijadikan contoh. Ahmed al-Farhan adalah blogger yang menyuarakan perubahan dan pembebasan terhadap tahanan politik. Karena tulisan di blognya tersebut, dia dipenjara tanpa diadili sepanjang 2007-2008.
Vietnam
Secara umum, bisa dibilang pengguna internet di Vietnam memiliki akses cukup mudah. Pemerintah Vietnam hanya melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang membahas isu politik internasional, media independen, hak asasi manusia, dan agama.
Tetapi pemblokiran itu bisa dibilang mematikan hampir semua situs berita di Vietnam, hingga kemudian para pengelolanya lebih memilih untuk meninggalkan situs mereka, daripada hidup tertekan di bawah kontrol dan penawasan pemerintah.
Karena situs-situs berita di Vietnam bisa dibilang tidak ada lagi, para blogger yang nekat kemudian mencoba menggantikan tempat mereka. Blogger-blogger itu membuat blog dan mengisinya dengan artikel-artikel seputar berita di Vietnam.
Menghadapi hal itu, pemerintah Vietnam menanggapinya dengan membuat aturan yang tak kalah ketat. Pada Oktober 2008, pemerintah Vietnam bahkan meminta Menteri Informasi dan Komunikasi untuk membuat divisi khusus untuk memonitor internet.
Salah satu blogger terkenal di Vietnam, Nguyen Van Hai, yang dikenal dengan nama Dieu Cay, ditangkap pemerintah Vietnam dan dijatuhi hukuman 30 bulan penjara atas tuduhan menghindari pajak. Tetapi, dalam penyelidikan kemudian terungkap bahwa penangkapan serta hukuman itu besar kemungkinannya disebabkan karena tulisan Nguyen Van Hai di blognya, yang dinilai mengkritik pemerintah.
Tunisia
Tak jauh beda dengan negara-negara lain yang tampaknya alergi dengan internet, Tunisia juga memberlakukan peraturan yang ketat serta pengawasan yang melekat terhadap semua aktivitas internet dan para penggunanya. Seluruh lalu lintas di internet harus melewati jaringan sentral milik pemerintah, agar mereka bisa menyaring dan memonitor e-mail atau komunikasi yang lain.
Dalam menghadapi para blogger, pemerintah Tunisia juga tidak main-main. Salim Boukhdhir dan Mohammed Abbou, dua blogger di Tunisia, ditahan dan harus mendekam di penjara gara-gara tulisan mereka di internet yang dinilai menyinggung pemerintah.
Cina
Sekitar 300 juta orang menggunakan internet di Cina—suatu jumlah yang sulit ditandingi negara mana pun. Namun, pemerintah Cina juga memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap internet di sana. Bahkan, bisa dibilang, Cina memiliki sistem sensor paling ketat di dunia.
Mereka melakukan penyaringan ketat terhadap situs-situs mesin pencari, blog, dan microblogging, dengan cara menghilangkan beberapa kata kunci yang dianggap berbahaya. Mereka juga menghapus posting dan komentar yang dinilai berbau anti pemerintah.
Seluruh e-mail yang berlalu lalang di Cina juga dimonitor secara ketat. Selain itu, pemerintah Cina juga memberikan arahan secara lisan dan tertulis kepada situs-situs berita utama, agar aliran informasi dapat terkontrol.
Di internet, terdapat banyak forum online yang biasa digunakan untuk berkomunikasi para penggunanya. Forum-forum semacam itu pun tidak luput dari pengawasan pemerintah.
Mereka melakukan pengawasan ke forum online, dan mengembangkan sistem identity authentification, sehingga siapa pun yang berkumpul di forum itu terdeteksi identitasnya, atau tidak bisa menggunakan atribut anonim. Belum cukup, sebanyak 24 blogger di Cina juga ditangkap akibat tulisan mereka di internet.
Turkmenistan
Sebagai negara pecahan Uni Soviet, Turkmenistan memulai pemerintahan diktatornya di bawah kepemimpinan Saparmurat Nizanov. Sistem pemerintahan diktatorial itu menjadikan internet sebagai ancaman bagi pemerintahan Turkmenistan. Karenanya, serangkaian pemblokiran terhadap situs internasional dan pembatasan penggunaan internet oleh masyarakat pun dilakukan.
Memasuki tahun 2007, Kurbanguly Berdymukhamedov mengambil alih kepemimpinan di Turkmenistan, dan menjanjikan akses internet yang lebih mudah. Rakyat Turkmenistan pun seolah mendapat secercah harapan. Tetapi, pertama kalinya ada kafe internet pada tahun 2007, tentara menjaganya dengan penuh kewaspadaan, hingga mengakses internet di sana serupa melakukan tindak kejahatan.
Karena kenyataan semacam itu, pengguna internet di Turkmenistan pun merasa masih jauh dari kebebasan, karena akses untuk menggunakan internet tetap dipersulit dan diawasi, selain harganya yang juga sangat mahal.
Pemerintah di sana juga melakukan aturan serta sanksi yang ketat terhadap semua media dan tulisan yang dinilai protes atau kritik terhadap negara. Di bawah tekanan semacam itu, tidak ada tempat bagi para blogger yang ingin bebas mengekspresikan pikirannya.
Mesir
Di Mesir, semua lalu lintas komunikasi melalui internet harus melewati layanan milik pemerintah, yaitu Egypt Telecom. Tak jauh beda dengan negara lain yang sangat ketat mengawasi internet, Mesir adalah negara yang dimusuhi blogger karena sangat sensitif terhadap bentuk protes atau kritik apa pun.
Sampai saat ini, Mesir setidaknya telah menangkap 100 blogger, dengan berbagai alasan dan tuduhan. Abdel Karim Suleiman, yang terkenal dengan nama Karim Amer, misalnya, ditahan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena dianggap menghina Presiden Mesir, Hosni Mubarak.
Myanmar
Pemerintah Myanmar melakukan pengawasan ketat terhadap internet sejak 2010. Mereka melarang segala bentuk situs yang dinilai berbau kritik atau anti pemerintah. Itu tak jauh beda dengan negara-negara lain yang terdapat dalam daftar ini.
Namun, yang membedakan, pemerintah Myanmar juga melakukan intimidasi terhadap setiap orang yang terbukti melakukan tindakan melawan pemerintah, serta memblokir ribuan komputer warganya sehingga tidak bisa mengakses internet sampai kapan pun. Pemblokiran IP address itu secara khusus ditujukan kepada para blogger yang mencoba menulis di internet mengenai pemerintah mereka.
Yakub Applebaum, seorang hacker yang juga anggota Wikileaks asal Amerika, menyatakan bahwa dari 12.284 IP address yang ada di Myanmar, hanya 118 yang tidak mengalami pemblokiran dan memiliki akses ke internet.
Korea Utara
Korea Utara berbatasan langsung dengan Korea Selatan. Jika Korea Selatan dikenal sebagai negara yang memiliki teknologi internet terbaik di dunia, maka Korea Utara bisa dibilang tidak memiliki koneksi internet sama sekali.
Negara itu hampir sepenuhnya terisolasi dari dunia maya, juga dari dunia internasional. Sebagian besar penduduk Korea Utara bahkan tidak pernah mendengar dan menyentuh internet.
Sebenarnya, Korea Utara memiliki jaringan internet sendiri, bernama Kwangmyong, yang dibuka sejak tahun 2000. Jaringan itu menyediakan fasilitas e-mail, web, dan situs berita. Namun, hanya sedikit orang yang bisa menggunakan teknologi itu, dan kebanyakan penggunanya adalah orang-orang pemerintahan.
Karenanya, orang-orang dari luar negeri yang datang ke Korea Utara bisa dibilang tidak akan bisa mengakses internet di sana. Karena kenyataan itu pula, para blogger di berbagai belahan dunia pun menjadikan Korea Utara sebagai tempat terakhir yang ingin mereka kunjungi.
Suriah
Sebelumnya, sekitar 17 persen warga Suriah memiliki koneksi internet, sehingga terhubung dengan dunia internasional. Tetapi, kemudian, atas perintah Presiden Bashar al-Assad, pemerintah Suriah memutuskan untuk menghentikan secara total jaringan internet di negara itu, akibat aktivitas unjuk rasa yang meningkat dan konflik berkepanjangan yang terjadi di jalanan kota Hama.
Konflik yang terjadi di negara itu berawal dari Hamza Ali al-Khateeb, seorang anak laki-laki berumur 13 tahun, yang dibunuh secara kejam oleh militer Suriah.
Para blogger di sana pun menulis panjang lebar tentang hal itu, dan tulisan-tulisan mereka menyulut kemarahan rakyat Suriah yang kemudian melakukan demonstrasi besar-besaran hingga Presiden Bashar al-Assad terpaksa turun tahta. Sejak itu, pemerintah Suriah mulai mengawasi para blogger di negaranya secara ketat, agar insiden yang sama tidak sampai terulang.
Pemerintah Suriah mengawasi internet secara ketat, dan menutup situs-situs yang dinilai sensitif secara politik. Kebijakan itu juga diberlakukan terhadap situs-situs yang dibuat oleh para blogger. Para blogger di Suriah bisa ditahan jika terbukti mengisi situs atau blog mereka dengan artikel-artikel yang membuat alergi pemerintah.
Sejak tahun 2008, Menteri Komunikasi Suriah memerintahkan para pemilik kafe internet untuk mencatat setiap pelanggan, dan diminta mengirimkan dokumentasi tersebut secara berkala ke kantor kementerian. Whaed al-Mhana, pengacara untuk situs arkeologi yang juga menulis di blog, diperiksa di pengadilan Suriah karena menulis artikel yang dinilai mengkritik kebijakan pemerintah.
Uzbekistan
Akses internet di Uzbekistan diawasi secara ketat oleh pemerintahan Presiden Karimov. Sejak internet masuk ke negara itu pada tahun 2001, Presiden Karimov menjanjikan negara mereka akan menerima informasi dari dunia internasional melalui internet, tetapi dengan pengawasan ketat.
Kenyataannya, Presiden Karimov memang cenderung diktator, dan tidak menyukai pemberontakan atau segala bentuk aksi yang menentang pemerintahannya.
Karena kenyataan itu, pemerintah Uzbekistan pun memblokir banyak situs internasional yang dianggap menulis berita yang dinilai merugikan. Selain itu, mereka mengawasi para blogger yang biasa menulis di dunia maya, dan tidak segan memblokir blog-blog yang dinilai tidak sejalan dengan pemerintah.
Hmm… ada yang mau menambahkan?