Negara-negara Pemilik Utang Terbesar di Dunia

Negara-negara Pemilik Utang Terbesar di Dunia
Ilustrasi/istimewa
Tingginya angka kekayaan suatu negara tidak berarti negara tersebut bebas utang. Beberapa negara yang memiliki tingkat ekonomi sangat besar juga memiliki utang, dengan berbagai alasan dan latar belakang. Bencana alam, misalnya, bisa menjadi penyebab suatu negara kaya terpaksa berutang demi menutup kerugian yang timbul akibat bencana yang terjadi.

Selain bencana alam, hal lain yang sering kali membuat berbagai negara terpaksa berutang adalah krisis ekonomi. Ketika krisis terjadi, negara-negara yang dilanda krisis keuangan akan berupaya memulihkan keadaan ekonomi mereka, dan salah satu cara untuk mendongkrak anggaran negara adalah dengan berutang.

Dalam hal ini, kondisi beberapa negara kadang menjadi lebih buruk dibanding negara lain yang sama-sama dihantam krisis.

Yang menjadi masalah, berutang sering kali mudah dilakukan, namun sulit mengembalikan atau melunasinya. Itu tidak hanya terjadi pada individu, tapi juga negara. Ketika sebuah negara melakukan utang luar negeri, maka utang itu sebenarnya dibebankan pada rakyatnya. Pemerintah yang mengajukan utang, namun sebenarnya rakyat yang harus melunasi utang itu, meski tanpa disadari.

Beberapa negara memiliki utang yang sedikit, dan kemungkinan besar bisa membayar atau melunasinya dalam waktu singkat, apalagi jika ditunjang dengan kekayaan yang dimilikinya. Namun, ada pula negara yang memiliki utang banyak, sehingga kemungkinan butuh waktu lama untuk bisa melunasinya, apalagi jika negara bersangkutan tidak memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar.

Indikator yang biasa digunakan untuk mengetahui besar kecilnya beban utang adalah dengan membandingkan jumlah utang terhadap produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Perbandingan itu untuk menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu negara dalam membayar kembali utang mereka.

Jika suatu negara memiliki rasio utang terhadap PDB di atas 100 persen, maka negara itu pun akan kewalahan untuk dapat membayarnya. Itu tak jauh beda dengan seseorang yang punya uang atau kekayaan sejumlah Rp. 100.000, tetapi punya utang sejumlah Rp. 150.000. Kondisi itu akan membuat si pemilik utang akan kesulitan membayar utangnya.

Apa yang akan terjadi jika suatu negara memiliki utang yang melebihi PDB? Yunani bisa menjadi contoh. Rasio utang mereka tidak seimbang (lebih besar) dengan PDB yang dimiliki.

Akibatnya, Yunani tidak bisa membayar utangnya. Sebagai jalan akhir, mereka mengancam para pemberi pinjaman untuk memangkas utangnya. Jika tidak, maka para investor di negara itu akan sama-sama menanggung kebangkrutan akibat Yunani gagal membayar utang.

Jumlah utang yang besar juga dapat membuat suatu negara terancam bangkrut, akibat tidak mampu membayar utang. Sebagaimana ilustrasi tadi, jika seseorang punya uang atau kekayaan sebesar Rp. 100.000 tapi memiliki utang yang jumlahnya lebih banyak dari itu, maka secara mudah dapat dibilang ia telah bangkrut.

Jika seseorang sudah bangkrut, maka para pemberi pinjaman akan menyingkir, sementara orang lain tidak akan tertarik untuk bekerjasama dengan orang bangkrut. Kenyataan tak jauh beda juga terjadi pada negara yang terancam bangkrut.

Ketika utang suatu negara semakin banyak, namun kemampuan mereka dalam membayar tidak seimbang, maka negara pemilik utang tidak hanya akan terbebani oleh jumlah utang pokok, tapi juga bunga dan tingkat inflasi.

Akhirnya, jumlah utang semakin banyak dan semakin banyak. Jika hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan menghasilkan kekayaan yang cukup, maka suatu negara bisa terancam bangkrut.

Apa yang akan terjadi jika suatu negara terancam bangkrut atau bahkan sampai bangkrut? Di antaranya yang paling mudah terlihat adalah pasar saham yang akan mengalami crash, dan lembaga keuangan akan mengalami kekacauan. Program pendanaan pemerintah akan berakhir, sehingga tidak ada lagi jaminan bagi masyarakat, seperti kesehatan, keamanan, pendidikan, dukungan infrastruktur, dan lainnya.

Ketika sebuah negara bangkrut, maka berbagai sistem yang menjadi gantungan rakyatnya akan hilang, semisal pasokan listrik, pompa bensin, stok makanan, dinas pos, dan banyak lainnya. Masing-masing layanan itu akan tutup, karena tidak bisa lagi beroperasi akibat tidak adanya dana, sementara rakyat juga tidak lagi memiliki daya beli.

Argentina bisa menjadi ilustrasi yang bagus menyangkut hal ini. Pada 1999, Argentina mengalami kekacauan dalam negeri. Sebagai reaksi, orang-orang kaya di negara itu mengambil uang mereka, dan pergi ke luar negeri. Akibatnya, uang sebanyak US$ 40 miliar dari Argentina lari ke luar negeri dalam satu malam.

Kondisi itu mengakibatkan perbankan kolaps, diikuti keruntuhan mata uang nasional negara tersebut. Warga Argentina begitu putus asa dan panik, hingga banyak dari mereka bermalam di depan mesin ATM demi untuk menarik uangnya. Sementara pemerintah membekukan semua rekening bank untuk satu tahun, dan hanya mengizinkan orang untuk menarik sejumlah kecil sebatas $ 250 per minggu.

Dua tahun setelah itu, keadaan Argentina bukannya membaik, tapi makin memburuk. Pada Desember 2001, berbagai konfrontasi antara polisi dan warga terjadi di mana-mana, dan kebakaran kerap menjadi pemandangan umum di jalan-jalan utama Buenos Aires, sebagai bagian dari kerusuhan. Fernando de la Rua, yang menjadi presiden Argentina waktu itu, mengumumkan keadaan darurat, yang hanya menyebabkan lebih banyak konflik dan kekacauan.

Puncaknya, Presiden Fernando de la Rua melarikan diri, dan rakyat Argentina semakin marah. Keadaan semakin kacau dan sulit. Karena para pelaku bisnis telah menutup usaha mereka dan roda ekonomi berhenti, maka orang-orang pun tidak bisa bekerja untuk mendapatkan uang. Akibatnya, sekitar 30.000-40.000 tunawisma dan pengangguran baru muncul di mana-mana, mengais-ngais timbunan sampah di jalan-jalan untuk bertahan hidup.

Tingkat pengangguran merupakan indikator yang sangat jelas dari negara yang terancam bangkrut. Hal itu terjadi karena perusahaan atau investor tidak akan mempercayakan masa depan mereka ke negara yang dinilai tidak stabil, dengan keuangan yang lemah.

Dampak selanjutnya adalah kesulitan produksi dan ekspor. Karena tidak ada usaha yang beroperasi, maka tidak ada hasil yang diproduksi. Sementara barang yang bisa diproduksi pun sulit untuk diekspor, karena negara-negara lain akan khawatir mengenai kualitas produknya. Hal semacam itu juga terjadi pada Argentina. Negara lain menilai produk dari Argentina sebagai barang gagal atau rusak.

Jika suatu negara telah mengalami kenyataan semacam itu, apa yang kira-kira akan terjadi selanjutnya? Kerusuhan massal akan pecah. Mereka yang merasa ditinggalkan oleh pemerintahnya akan marah dan menjadikan lembaga pemerintah, perbankan, dan lainnya, sebagai sasaran kemarahan.

Setiap orang akan mulai melakukan segala cara untuk mendapatkan makanan, sementara pejabat yang masih tersisa akan berusaha mengorupsi apa saja yang masih menjadi kekayaan negara.

Dalam jangka panjang, negara yang mengalami kebangkrutan juga memberi peluang munculnya orang-orang kaya untuk mengambil alih sistem pemerintahan, dan mengubah sistem demokrasi menjadi kediktatoran.

Karenanya, bisa dibilang, utang seperti bola salju. Mula-mula kecil, tapi lama-lama semakin besar dengan efek atau dampak yang kadang mengerikan. Tidak hanya utang yang dilakukan oleh individu, tapi juga utang yang dilakukan oleh suatu negara.

Dalam hal ini, menurut data IMF, ada negara-negara yang memiliki jumlah utang sangat besar, hingga bisa dianggap sebagai negara-negara pemilik utang terbesar di dunia. Negara-negara pemilik utang besar itu pun bisa dibilang terancam bangkrut. Daftar berikut ini mungkin cukup mengejutkan.

Amerika Serikat

Mungkin cukup mengejutkan bagi yang belum tahu, bahwa Amerika Serikat adalah negara pemilik utang terbesar di dunia. Amerika memiliki utang sebesar US$ 13,67 triliun, sementara PDB-nya sekitar US$ 14,25 triliun. Artinya, rasio utang Amerika mencapai 95,9 persen dari PDB.

Karenanya, demi berupaya mengimbangi pertumbuhan utang negara, Amerika pun harus mempertahankan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen. Untuk hal itu, Presiden Barack Obama mempertimbangkan beberapa opsi, yang salah satunya menaikkan pajak golongan kaya untuk menambah pemasukan negara.

Jepang

Jepang dianggap negara yang memiliki kekuatan besar, baik dalam bidang ekonomi, maupun teknologi. Namun, Jepang juga termasuk negara dengan jumlah utang yang sangat besar. Rasio utangnya bahkan mencapai 229,77 persen dari PDB. Dalam catatan IMF, jumlah utang Jepang dalam rupiah sejumlah Rp. 55.700 triliun.

Besarnya utang tersebut paling banyak disebabkan persoalan perumahan yang terjadi pada 1990-an. Jepang memang memiliki anggaran negara yang relatif besar, mencapai US$ 1 triliun, namun berbagai bencana seperti tsunami dan gempa bumi menjadikan Jepang benar-benar nyaris bangkrut. Bisa dibilang, separuh pemasukan negara saat ini digunakan untuk membayar bunga pinjaman.

St. Kitts dan Nevis

St. Kitts dan Nevis mungkin bukan negara terkenal. Kenyataannya, negara itu adalah salah satu negara kepulauan kecil yang terletak di Lautan Karibia. Populasinya hanya berjumlah sekitar 51.300 orang.

Ekonomi negara tersebut bergantung pada pariwisata, namun sumber keuangannya banyak dipengaruhi resesi global. Selain itu, gagalnya investasi asing kemudian mengakibatkan St. Kitts dan Nevis terjerat utang yang mencapai 196 persen dari rasio PDB. Bisa dibilang, negera kecil itu sudah di ambang kebangkrutan.

Lebanon

Konflik yang berkecamuk di Syria berdampak secara ekonomi pada Lebanon, karena PDB negara Timur Tengah itu mengalami penurunan drastis. Akibatnya, Lebanon terjerat utang yang mencapai 136 persen dari rasio PDB. Bisa dibilang, separuh dari pendapatan negara itu dialokasikan untuk melunasi utang.

Di tengah-tengah upaya pelunasan utang yang berat itu, pemerintah Lebanon masih harus memenuhi tuntutan serikat buruh negaranya, yang menuntut dinaikkannya gaji minimum hingga 35 persen. Pemerintah Lebanon meluluskan permintaan tersebut, dan hal itu menjadikan IMF sangat kesal.

Nemat Shafik, Deputy Managing Director IMF, menyatakan, “Anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru, jadi terpakai untuk menaikkan gaji orang-orang yang sudah punya pekerjaan.”

Zimbabwe

Zimbabwe adalah negara yang dicekik resesi ekonomi. Banyak pihak yang meyakini bahwa asal mula kehancuran ekonomi Zimbabwe diawali kebiasaan boros presidennya saat itu, Robert Mugabe. Apa pun penyebabnya, negara yang terletak di bagian selatan Afrika ini sekarang memiliki utang dengan rasio sebesar 149 persen dari PDB.

Yang menjadikan keadaan makin parah di Zimbabwe adalah populasinya yang relatif banyak (12.619.600 jiwa), namun tingkat produktivitasnya rendah, sementara kekayaan alamnya juga tidak bisa terlalu diandalkan. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menyatakan kalau negara ini telah jatuh di bawah tekanan utang.

Yunani

Sebelum tahun 2011, rasio utang Yunani “cuma” 144 persen dari PDB. Memasuki tahun 2011, Athens Stock Exchange Index—bursa saham Yunani—mengalami keterpurukan hingga 63 persen. Akibatnya, rasio utang Yunani pun meningkat menjadi 161 persen dari PDB.

Jumlah penduduk Yunani sekitar 11 juta orang. Utang negara itu sebesar US$ 404,21 miliar. Artinya, utang per kapita di Yunani sebesar US$ 35.738. Dengan rasio utang mencapai 161 persen dari PDB, Yunani pun tertekan dalam kepanikan.

Sebagai upaya mengatasi hal tersebut, pemerintah Yunani telah mengambil langkah berani dengan meminta pemberi pinjaman untuk memangkas utangnya sebanyak 46,5 persen. Jika tidak, maka Yunani akan mengumumkan kebangkrutan.

Islandia

Negara Islandia dihuni sekitar 330 ribu penduduk, dan memiliki rasio utang sebesar 123 persen dari PDB. Mungkin karena menganggap jumlah penduduk negaranya sedikit, pemerintah Islandia pun tampak tidak terlalu mengkhawatirkan jumlah utangnya, bahkan masih mampu memberikan jaminan kesehatan gratis bagi warganya.

Tapi IMF—sang pemberi pinjaman utang—tentu saja tidak bisa tinggal diam. Mereka pun menuntut negara yang ada di antara benua Atlantik Utara dan Arktik itu segera mengambil kebijakan ekonomi yang lebih besar untuk mengatasi utangnya.

Irlandia

Di antara yang lain, Irlandia termasuk negara Uni Eropa yang paling awal terpuruk akibat utang. Jumlah utang negara itu mencapai US$ 2,39 miliar, dengan rasio utang mencapai 105 persen dari PDB. Karena kenyataan itu, pemerintah Irlandia pun berusaha mati-matian mengurangi defisit anggaran publik demi bisa melunasi utangnya.

Jamaika

Jamaika adalah negara kepulauan yang terletak di Lautan Karibia. Jumlah penduduknya sekitar 2,8 juta orang. Dari 1996 hingga 2003, utang negara ini tercatat terus meningkat, hingga rasio utangnya mencapai 123 persen dari PDB.

Pada 2010, Jamaika mendapat pinjaman dari IMF sebesar US$ 1,27 miliar untuk periode tiga tahun. Tetapi utang itu menjadikan Jamaika semakin terpuruk, dengan rasio utang yang meningkat, mencapai 139 persen dari PDB.

Utang dalam jumlah besar di Jamaika terjadi seiring kemerosotan sektor keuangan, dan kelangkaan dari sektor pertanian. Tingginya utang itu pun disebut-sebut sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi, dan membebani anggaran pemerintah setiap tahunnya. Bagi Jamaika, tampaknya, utang lebih mirip lingkaran setan.

Italia

Italia memiliki cadangan emas dalam jumlah banyak. Namun, meski begitu, jumlah utang mereka tidak kalah banyak. Pemasukan negara mereka sekitar US$ 1,76 triliun, namun jumlah utangnya mencapai US$ 2,71 triliun. Karenanya, Italia termasuk negara Uni Eropa yang memiliki rasio utang di atas 100 persen dari PDB.

Meski berutang banyak, pemerintah Italia tidak punya rencana untuk menaikkan pajak guna mengatasi defisit. Sementara kebutuhan pinjaman tahunan Italia untuk periode yang akan datang diperkirakan mencapai 415 miliar euro. Stabilitas ekonomi Italia rentan terpengaruh Yunani dan Spanyol, ditambah menurunnya minat investor luar negeri.

Singapura

Singapura menjadi negara di Asia Tenggara yang tercatat memiliki utang dengan rasio di atas 100 persen dari PDB. Ekonomi negara itu banyak bergantung pada eskpor dan impor, sementara sektor manufaktur menyumbang sekitar 26 persen dari PDB negara.

Akibat penurunan ekonomi yang disebabkan penurunan jasa keuangan dan manufaktur, utang Singapura membengkak menjadi 102,1 persen dari PDB.

Di Singapura, utang publik sebagian besar terdiri dari terbitan Singapore Government Securities yang digunakan untuk mendanai anggaran pensiun. Menghadapi upaya pelunasan utang, pemerintah Singapura pun tidak pernah lagi mengajukan pinjaman, demi menutup defisit belanja anggaran.

Belgia

Belgia bisa dibilang sudah hampir bangkrut oleh utang negaranya. Penduduk Belgia tercatat berjumlah 11.035.948, dan banyaknya utang mereka disebabkan ketidakstabilan politik. Pendapatan negara itu sebesar US$ 381,4 miliar, sementara jumlah utangnya mencapai US$ 1,32 triliun. Artinya, rasio utang Belgia mencapai 345,6 persen dari PDB.

Portugal

Portugal termasuk negara Uni Eropa yang harus terlilit utang dalam jumlah besar. Hampir semua sektor di negara itu terbelit tumpukan utang, namun yang paling parah adalah sektor konstruksi. Pendapatan pemerintah Portugal mencapai US$ 248,98 miliar, namun rasio utangnya sebesar 107 persen dari PDB.

Barbados

Negara yang ada di Kepulauan Karibia ini menanggung rasio utang 117 persen dari PDB, dan terpaksa menjalani program penghematan demi memenuhi target pengurangan defisit anggaran dari IMF. Pada Juli 2012, utang Barbados mulai berkurang, tapi pendapatan negara itu juga tidak bisa dibilang mengalami perbaikan.

Selain negara-negara yang disebutkan di atas, masih banyak negara lain yang juga termasuk dalam daftar negara pemilik utang terbesar di dunia. Berikut ini di antaranya:
  • Australia: Jumlah utang US$ 891,26 miliar, rasio utang 108,8persen dari PDB.
  • Austria: Jumlah utang US$ 869,13 miliar, rasio utang 268,9persen dari PDB.
  • Belanda: Jumlah utang US$ 2,58 triliun, rasio utang  395,6 persen dari PDB.
  • Brazil: Jumlah utang US$ 1,355 triliun, rasio utang 54,4 persen dari PDB.
  • Cina: Jumlah utang US$ 1,337 triliun, rasio utang 15,9 persen dari PDB.
  • Denmark: Jumlah utang US$ 627,6 miliar, rasio utang 315,2 persen dari PDB.
  • Finlandia: Jumlah utang US$ 376,8 miliar, rasio utang 205,7 persen dari PDB.
  • Hong Kong: Jumlah utang US$ 659,27 miliar, rasio utang 218,8 persen dari PDB.
  • Hungaria: Jumlah utang US$ 231,33 miliar, rasio utang 124,2 persen dari PDB.
  • India: Jumlah utang US$ 1,005  triliun, rasio utang 49,9 persen dari PDB.
  • Inggris: Jumlah utang US$ 9,26 triliun, rasio utang 427 persen dari PDB.
  • Jerman: Jumlah utang US$ 5,33 triliun, rasio utang 189,4persen dari PDB.
  • Kanada: Jumlah utang US$ 1,538 triliun, rasio utang 86,8 persen dari PDB.
  • Meksiko: Jumlah utang US$ 423,95 triliun, rasio utang 35,9 persen dari PDB.
  • Mesir: Jumlah utang US$ 594,60 miliar, rasio utang 175,3 persen dari PDB.
  • Norwegia: Jumlah utang US$ 577,80 miliar, rasio utang 208,9 persen dari PDB.
  • Portugis: Jumlah utang US$ 538,1 miliar, rasio utang 231,5 persen dari PDB.
  • Prancis: Jumlah utang US$ 5,22 triliun, rasio utang 247,2 persen dari PDB.
  • Spanyol: Jumlah utang US$ 2,53 triliun, rasio utang 184,7 persen dari PDB.
  • Swedia: Jumlah utang US$ 333,2 miliar, rasio utang 275persen dari PDB.
  • Swiss: Jumlah utang US$ 1,23 triliun, rasio utang 390 persen dari PDB.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 5359150823637448545

Posting Komentar

  1. Indonesia sekarang rasionya berapa gan? Lalu kedepan kemungkinan gimana

    BalasHapus
  2. Indonesia sekarang rasionya berapa gan? Lalu kedepan kemungkinan gimana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin Indonesia tuh termasuk stabil dalam urusan utang, dalam arti tidak mengalami fluktuasi atau kenaikan yang banyak. Yang jadi masalah, nilai mata uang rupiah sering kali sangat rendah, sehingga utang Indonesia jadi semakin tinggi karena utang tersebut menggunakan dolar.

      Hapus
  3. keren ne artikelnya... mantap. terima kasih

    BalasHapus

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item