Negara-negara Paling Ramah dan Paling Tidak Ramah

Ilustrasi/dataindonesia.id
Pariwisata adalah salah satu sektor industri yang banyak mendatangkan devisa. Khususnya bagi negara-negara yang secara alami memiliki pemandangan menarik. Karenanya, banyak negara di dunia pun berupaya menjadi negara yang banyak dikunjungi turis luar negeri. Untuk hal itu, mereka melakukan berbagai upaya demi menarik minat para turis dan wisatawan agar berkunjung ke negara mereka.

Dalam bidang pariwisata, keberhasilan suatu negara tidak hanya dipengaruhi keindahan atau pesona alam yang dimiliki, fasilitas atau harga akomodasi yang ditawarkan, namun juga dipengaruhi oleh tingkat keramahan penduduk lokal dalam menyambut dan memperlakukan para wisatawan, terutama wisatawan asing.

Dalam banyak kasus, beberapa negara menjadi kawasan yang “di-blacklist” para wisatawan akibat penduduknya yang tidak ramah, atau sikap dan perlakuan mereka yang tidak menyenangkan, padahal negar-negara tersebut memiliki wisata alam dan pemandangan yang menarik minat para turis.

Untuk mengetahui negara mana saja yang dianggap paling ramah dan paling tidak ramah, World Economic Forum melakukan studi terhadap 140 negara berdasarkan sejumlah variabel, di antaranya daya tarik dan daya saing mereka dalam industri pariwisata, tingkat keterbukaan dan keramahan penduduk lokal, dan lain-lain.

Dalam studi itu mereka melakukan survei terhadap 15.000 responden untuk menilai negara-negara yang pernah mereka kunjungi, dari daftar 140 negara yang telah disiapkan. Nilai yang diberikan antara 1-7, dengan nilai paling kecil sebagai indikasi tidak ramah, sementara nilai yang lebih besar menjadi indikasi sebagai negara ramah. Responden yang dilibatkan dalam survei ini tentu yang pernah melancong ke berbagai negara.

Hasilnya kemudian dirilis dalam laporan bertajuk “Travel and Tourism Competitiveness Report”. Dalam laporan itu, Islandia menempati peringkat teratas sebagai negara paling ramah terhadap wisatawan. Ditunjang dengan pemandangan alam yang menarik, Islandia pun terbukti berhasil mendatangkan banyak turis asing ke negaranya.

Berikut ini negara-negara yang menduduki peringkat sepuluh besar sebagai negara paling ramah di dunia, beserta nilai yang diberikan:
  • Islandia (6,8).
  • Selandia Baru (6,8).
  • Maroko (6,7).
  • Macedonia (6,7).
  • Austria (6,7).
  • Senegal (6,7).
  • Portugal (6,6).
  • Bosnia dan Herzegovina (6,6).
  • Irlandia (6,6).
  • Burkina Faso (6,6).

Jika kita bertanya-tanya di mana posisi Indonesia, ternyata negeri kita menempati peringkat ke-114, dengan nilai 5,8. Nilai yang sama juga diraih beberapa negara, seperti Panama, Nigeria, Qatar, Argentina, Tanzania, dan Lithuania. Di atas Indonesia, beberapa negara tetangga dianggap lebih baik dalam hal keramahan. Misalnya, Thailand (6,6) di peringkat 13, Malaysia (6,3) di peringkat 58, Brunei Darussalam (6,2) di peringkat 76, dan Vietnam (5,9) di peringkat 108.

Lalu negara-negara mana saja yang dianggap paling tidak ramah terhadap wisatawan asing? Masih berdasarkan data World Economic Forum, berikut ini negara-negara yang menduduki peringkat sepuluh besar sebagai negara-negara yang dinilai paling tidak ramah terhadap wisatawan:
  • Bolivia (4,1).
  • Venezuela (4,5).
  • Rusia (5,0).
  • Kuwait (5,2).
  • Latvia (5,2).
  • Iran (5,2).
  • Pakistan (5,3).
  • Slovakia (5,5).
  • Bulgaria (5,5).
  • Mongolia (5,5).

Ada beberapa alasan dan latar belakang yang menjadikan negara-negara tersebut dianggap sebagai negara yang tidak ramah oleh para responden, dan beberapa di antaranya dilatarbelakangi oleh konflik politik yang terjadi di masa lalu.

Beberapa tahun yang lalu, Slovakia disebut-sebut sebagai salah satu negara paling rasis di Eropa. Banyak yang menuduh negara ini tidak berpendidikan dan tidak bermoral. Seburuk itukah Slovakia? Tuduhan itu merupakan pengaruh dari sisa komunisme yang pernah berdiam di Slovakia pada Perang Dunia II. Saat ini, penduduk Slovakia bisa dibilang cukup ramah dan menyukai ketenangan. Namun, isu rasisme masih sering dikeluhkan para wisatawan asing yang datang ke sana. Hal semacam itu juga terjadi di Rusia.

Sementara di Mongolia terdapat beberapa kelompok Neo Nazi yang menyamar sebagai anak band, dan sering melakukan tindak kekerasan pada wisatawan. Kemudian, di Latvia, harga-harga kebutuhan dan akomodasi dianggap terlalu mahal bagi sebagian turis, terutama backpacker bermodal minim. Banyak yang mengeluhkan ketidaknyamanan klub-klub malam di Latvia. Kebanyakan turis mengaku mereka dikenai harga sangat mahal untuk sebuah minuman, sementara pelayanannya tidak menyenangkan. Beberapa kasus seperti perampokan juga dilaporkan pada polisi Latvia, namun mereka tampaknya kurang mengutamakan turis dibanding warga lokal.

Di Bulgaria, perampokan sering terjadi, khususnya terhadap mobil-mobil mahal para turis. Seiring dengan itu, pencopetan dan penipuan juga cukup marak di sana. Yang juga menjadi masalah besar di Bulgaria adalah penipuan yang masih merajalela di segala kalangan.

Sementara itu, Venezuela sedang mengalami masa-masa sulit sepeninggal Presiden Hugo Chavez, dan mengakibatkan tingginya angka kriminalitas seperti perampokan dan pencurian. Negara itu dipenuhi perkampungan kumuh yang kotor dan kurang terawat, dengan tingkat kejahatan hingga pembunuhan 20 kali lebih tinggi dari Amerika Serikat. Sementara sarana transportasi dan infrastruktur di kota ini juga tidak dijaga dengan baik, sehingga dapat mengurangi kenyamanan para turis.

Hal tak jauh beda terjadi di Bolivia—sering kali jalan-jalan ditutup mendadak akibat perkelahian massal yang biasa terjadi di negara tersebut. Konflik sosial adalah hal umum di Bolivia, bahkan di beberapa jalan utama sering terjadi pemblokiran akibat adanya kerusuhan di jalanan. Hal itu akan sangat mengganggu transportasi umum di jalanan kota-kota Bolivia. Dari segi keamanan, Bolivia juga bisa dibilang cukup meragukan. Salah satu isu yang sering muncul ke permukaan adalah kasus penculikan dan perampokan. Karenanya, para turis pun diingatkan untuk berhati-hati ketika baru tiba di negara ini.

Kemudian, Kuwait dianggap tidak ramah karena penerapan hukum Islam yang cukup ketat dan pandangan miring mereka terhadap golongan tertentu. Sementara Iran dan Pakistan sebenarnya dianggap negara yang cukup ramah pada turis, namun kepentingan politik cukup berperan dalam mempengaruhi opini masyarakat internasional terhadap kedua negara tersebut. Opini internasional menuduh Pakistan membantu Afghanistan yang diserang beberapa negara lain. Sementara Iran dianggap “tidak ramah” karena memiliki banyak pangkalan militer dengan penjaga yang sensitif.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Geografi 6639384202962870817

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item