Negara-negara dengan Subsidi BBM Terbesar di Dunia
https://www.belajarsampaimati.com/2014/06/negara-negara-dengan-subsidi-bbm.html
Ilustrasi/investinestonia.com |
Subsidi bisa dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme atau penghalang perdagangan dengan memproduksi barang dan jasa domestik yang kompetitif terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat memakan biaya ekonomi yang besar.
Bantuan keuangan dalam bentuk subsidi bisa datang dari suatu pemerintahan, namun istilah subsidi juga bisa mengarah pada bantuan yang diberikan oleh pihak lain, seperti perorangan atau lembaga non-pemerintah.
Salah satu bentuk subsidi yang terkenal adalah subsidi BBM (bahan bakar minyak). Subsidi terhadap harga BBM adalah bantuan yang diberikan pemerintah, dengan tujuan agar harga BBM bisa lebih rendah sehingga rakyat memiliki daya beli.
Indonesia menjadi salah satu negara yang harga BBM-nya masih disubsidi pemerintah. Bahkan, Indonesia termasuk negara yang menjadi salah satu pemberi subsidi terbesar, di antara negara-negara lainnya.
Subsidi BBM memang menjadi masalah yang cukup pelik, khususnya di Indonesia. Di satu sisi, pemerintah memberikan subsidi terhadap BBM karena ingin membantu masyarakat menengah ke bawah agar memiliki daya beli dan tidak terlalu berat dalam membeli BBM.
Dengan kata lain, subsidi BBM menjadi upaya negara dalam membantu masyarakatnya menghadapi tekanan biaya hidup sehari-hari. Namun, kenyataannya, banyak masyarakat menengah ke atas yang ikut menikmati subsidi tersebut.
Sementara itu, jika pemerintah menghilangkan atau mengurangi subsidi, masyarakat menengah ke bawah yang akan terkena langsung dampaknya, karena pengurangan subsidi BBM artinya kenaikan harga BBM di pasaran.
Kenaikan harga BBM sering kali menjadi pemicu naiknya harga-harga barang dan kebutuhan lain, termasuk biaya transportasi angkutan umum yang biasa dinikmati masyarakat menengah ke bawah.
Karenanya, subsidi pada komoditas bahan bakar minyak (BBM) dalam hal ini ditujukan untuk membantu menekan naiknya harga barang dan jasa dari aspek biaya produksi. Sebab, secara tak langsung, efek dari kenaikan BBM akan turut menimbulkan peningkatan kemiskinan dan pengangguran.
Ketika harga BBM naik, selalu ada kemungkinan para penyedia lapangan kerja akan memangkas ongkos produksinya, yang di antaranya dengan melakuan PHK (pemutusan hubungan kerja) karyawannya, demi tetap menjaga kestabilan usaha. Ketika itu terjadi, tingkat pengangguran akan naik, dan jumlah kemiskinan bertambah.
Di Indonesia, subsidi pada sektor energi cukup besar. Pada tahun 2013, misalnya, subsidi energi ditetapkan sebesar Rp. 272,4 triliun, yang terdiri dari subsidi BBM sebesar Rp. 193,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp. 78,6 triliun.
Terlepas dari hal itu, berikut ini negara-negara yang dianggap sebagai negara pemberi subsidi BBM terbesar di dunia, berdasarkan data Earth Policy Institute, dan The German Society for International Cooperation (GIZ).
Iran
Dalam catatan Earth Policy Institute, Iran menduduki peringkat teratas dalam hal jumlah subsidi yang diberikan untuk BBM, karena mencapai US$ 80 miliar. Tingginya angka subsidi BBM itu pun disadari pemerintahan Iran, yang selanjutnya memutuskan untuk menghapus atau menguranginya secara bertahap.
Semula, pemerintah Iran berencana untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan menaikkan harga BBM dengan kompensasi melalui pembayaran tunai kepada rakyat. Namun, sebagian orang mengkampanyekan program itu sia-sia dan mencerminkan ketidakadilan sosial.
Pemerintah Iran kemudian menyadari negaranya memiliki cadangan gas yang sangat besar, dan itulah yang rencananya akan mereka optimalkan. Mereka melihat jika rakyat menggunakan bahan bakar gas, maka Iran akan menghemat sangat banyak uang untuk subsidi, bahkan bisa menghasilkan banyak keuntungan karena cadangan minyaknya dapat dijual ke negara lain.
Itulah yang kemudian dilakukan di Iran secara sistematis dan berkelanjutan, meski kepala negaranya telah berganti beberapa kali.
Arab Saudi
Di Arab Saudi, harga satu galon bensin lebih murah dibandingkan harga sebotol minuman. Hal itu disebabkan karena besarnya jumlah subsidi yang disuntikkan pemerintah terhadap harga BBM di sana. Akibatnya, konsumsi masyarakat Arab Saudi terhadap bahan bakar pun tergolong besar-besaran karena harganya yang sangat murah.
Dalam catatan Earth Policy Institute, Arab Saudi menganggarkan biaya subsidi untuk BBM mencapai US$ 60 miliar. Pemerintah Arab Saudi tidak berani mencabut pengeluaran subsidi energinya, karena khawatir dapat menyebabkan pemberontakan politik.
Selain subsidi BBM, pemerintah Arab Saudi juga menyuntikkan jumlah subsidi yang tak kalah besar untuk konsumsi listrik di negaranya, sesuatu yang sebenarnya telah mulai ditinggalkan banyak negara lain. Arab Saudi menjual listrik dengan harga hanya sepertiga dari harga internasional.
Akibatnya, konsumsi listrik di sana (khususnya untuk tujuan pendingin ruangan) meningkat drastis saat bulan-bulan musim panas, ketika suhu dapat mencapai 49 derajat Celcius.
Rusia
Sejak tahun 2006, pemerintah Rusia telah memulai rencana untuk mereformasi sistem subsidi dan mencapai paritas antara harga gas alam untuk dijual di dalam negeri dan bahan bakar minyak untuk diekspor ke Eropa. Upaya itu menjadikan harga BBM naik, namun masih jauh dari harga aslinya.
Kenyataannya, Rusia menganggarkan subsidi untuk BBM dalam negeri mencapai US$ 40 miliar. Selain itu, sekitar 60 persen gas alam yang dihasilkan Rusia dijual dengan harga murah karena disubsidi pemerintah.
India
Umumnya, subsidi besar terhadap bahan bakar minyak terjadi di negara pengekspor minyak. Namun, tidak demikian halnya dengan India. Meski menjadi negara importir minyak, India memiliki biaya subsidi tertinggi di antara negara importir minyak lainnya, yang mencapai US$ 40 miliar, sama seperti Rusia.
India memiliki penduduk sebanyak 1,2 miliar, namun seperempat penduduknya masih ada di bawah garis kemiskinan. Besarnya subsidi yang diberikan pada BBM di negara itu dimaksudkan untuk membantu kalangan menengah ke bawah yang banyak di sana, namun ironisnya lebih banyak dinikmati masyarakat menengah atas yang umumnya memiliki kendaraan pribadi untuk sarana transportasi.
Akibat besarnya subsidi tersebut, India pun mengalami defisit yang mengancam pertumbuhan ekonominya. Pemerintah India kemudian menargetkan defisit anggaran 5,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun fiskal 2012-2013 dengan menjaga subsidi BBM di angka kurang dari 2 persen PDB.
Cina
Cina sebenarnya telah mengembangkan energi yang terbarukan, semisal energi surya atau energi berbasis alam lainnya. Namun, meski begitu, suplai energi tersebut belum mampu mengimbangi konsumsi energi berbasis batubara yang memenuhi 80 persen dari energi nasional.
Kemudian, Cina adalah salah satu dari sedikit negara yang mensubsidi batubara hitam. Untuk keseluruhan subsidi terhadap bahan bakar, Cina menganggarkan jumlah subsidi yang besarnya sama dengan konsumsi BBM di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, jika digabungkan.
Mesir
Mesir termasuk negara penghasil bahan bakar minyak dalam jumlah besar. Namun, konsumsi BBM di negara itu mencapai 90 persen untuk kebutuhan dalam negeri. Karenanya, hanya sedikit yang bisa diekspor ke negara lain.
Karena kenyataan itu pula, pemerintah Mesir menganggarkan subsidi yang besar agar harga BBM terjangkau oleh rakyatnya. Pada tahun 2010, jumlah subsidi BBM di Mesir mencapai US$ 20,3 miliar. Di tahun berikutnya, subsidi BBM itu meningkat menjadi US$ 23 miliar. Hasilnya, harga bensin di Mesir termasuk yang terendah di dunia.
Venezuela
Harga bensin di Venezuela hanya 2 sen per liter. Harga itu jauh lebih murah dibandingkan negara-negara lain di dunia. Namun, rendahnya harga BBM di pasaran dalam negeri itu ditunjang subsidi yang sangat besar.
Dalam catatan Earth Policy Institute, Venezuela memberikan dana subsidi BBM sekitar US$ 25 miliar. Murahnya harga BBM itu pun menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Pemerintah Venezuela mengklaim bahwa pemberian subsidi tersebut diiringi upaya pembangunan budaya masyarakat, dan semangat untuk menghemat serta melestarikan sumber daya alam yang tak terbarukan. Kini, Venezuela pun mempersiapkan dan berupaya mengarah pada penciptaan tenaga listrik yang bersumber dari angin.
Uni Emirat Arab
Uni Emirat Arab adalah negara kedua penghasil minyak dan gas alam di dunia. Namun, permintaan domestik mengharuskan negara tersebut mengimpor gas alam untuk kebutuhan dalam negeri, dan mengurangi volume bahan bakar cair yang tersedia untuk kebutuhan ekspor.
Sebagai salah satu negara pemasok minyak terbesar di dunia, harga BBM di Uni Emirat Arab hanya Rp. 4.300 per liter. Secara total, Uni Emirat Arab menganggarkan dana subsidi bagi rakyatnya sekitar US$ 21 miliar. Itu setara dengan US$ 2.500 per orang pada tahun 2010.
Indonesia
Di Asia, harga bensin di Indonesia termasuk yang paling murah. Namun, harga murah itu membutuhkan subsidi berjumlah besar yang harus dianggarkan pemerintah Indonesia. Pada tahun 2010 saja, dana anggaran untuk subsidi BBM di Indonesia mencapai US$ 16 miliar, yang menyebabkan anggaran negara membengkak.
Seperti halnya Mesir, Indonesia mulai mendorong konsumen untuk beralih ke gas alam cair yang lebih murah. Langkah signifikan untuk mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak pun telah dilakukan dengan program konversi minyak tanah ke LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Seiring dengan itu, pemerintah Indonesia tampaknya mulai menuju upaya mengurangi subsidi untuk BBM.
Uzbekistan
Uzbekistan menghabiskan US$ 12 miliar untuk subsidi BBM. Jumlah itu setara dengan hampir sepertiga produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Padahal, negara itu sebenarnya lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur untuk pengembangan ekonominya.
Irak
Irak adalah negara penghasil minyak yang tertua dan salah satu yang terbesar di dunia. Namun, Earth Policy Institute mencatat anggaran subsidi negara ini mencapai US$ 22 miliar. Ironisnya, seperti yang banyak terjadi di negara bersubsidi, murahnya harga BBM tersebut lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas daripada masyarakat miskin yang memang membutuhkannya.
Karena kenyataan itu, pemerintah Irak pun memutuskan untuk memangkas besaran subsidi yang mereka lakukan, karena implementasi pemberian subsidi dinilai tidak tepat sasaran.
Hmm… ada yang mau menambahkan?