Negara-negara dengan Peraturan Internet Paling Ketat

Negara-negara dengan Peraturan Internet Paling Ketat
Ilustrasi/istimewa
Internet adalah lambang kebebasan. Melalui teknologi yang menyentuh semua bagian dunia ini, bisa dibilang siapa pun dapat berkomunikasi, menjalin percakapan, membaca berita dan informasi, atau menulis sesuatu untuk menyatakan pendapat. Melalui internet, siapa pun punya sarana untuk berekspresi, untuk mengenal dan dikenal, sekaligus untuk meluaskan cakrawala pengetahuan.

Namun, sayangnya, fasilitas hebat yang dapat diharapkan makin mencerdaskan kehidupan itu justru dikekang di berbagai negara dengan macam-macam alasan dan latar belakang. Di Cina, misalnya, aturan penggunaan internet sangat ketat. Pemerintah Cina memblokir situs-situs yang mereka nilai “berbahaya”, termasuk Google dan Facebook.

Di Kuba, aturan mengenai internet tidak kalah ketat. Koneksi internet di negara itu dibagi dua—nasional dan internasional. Koneksi nasional biayanya cukup murah, tapi hanya bisa digunakan untuk membuka e-mail dan mengakses situs resmi pemerintah.

Untuk bisa membuka situs-situs lain, warga Kuba harus menggunakan koneksi internasional. Yang jadi masalah, koneksi internasional berbiaya sangat mahal, hingga tidak setiap orang bisa mengaksesnya.

Bagaimana pun, sebagai teknologi, internet memang memiliki dampak positif dan negatif bagi para penggunanya. Beberapa negara mengambil langkah bijak dengan memberikan edukasi kepada para warganya dalam mengakses internet, sementara beberapa negara lain langsung memblokir dan memberlakukan aturan sangat ketat.

Dalam hal aturan ketat menyangkut internet, berikut ini negara-negara yang dianggap memiliki peraturan internet paling ketat di dunia.

Iran

Cukup sulit untuk bisa leluasa mengakses internet di Iran. Negara itu memang menyediakan fasilitas internet bagi warganya, namun aturannya sangat ketat. Setiap warga negara yang ingin berlangganan internet dari penyedia layanan harus menulis surat pernyataan, yang salah satu isinya menyatakan tidak akan mengkses situs yang tak bermoral.

Selain itu, rumahtangga yang berlangganan internet hanya diperkenankan memiliki kecepatan internet 128 Kbps. Jika aturan itu dilanggar, hukuman berat bisa dijatuhkan, termasuk hukuman mati bagi pembuat situs porno dan penjara puluhan tahun bagi yang mengakses.

Selain memasang peraturan yang sangat ketat, pemerintah Iran juga memberlakukan sensor internet yang tidak kalah ketat. Situs-situs yang dinilai tidak bermoral (meski penilaian itu bisa sangat relatif) langsung diblokir.

Beberapa situs terkenal yang ikut menjadi korban pemblokiran di antaranya Google dan Facebook. Iran mengklaim telah melakukan penyaringan terhadap 10 juta situs web, termasuk di dalamnya situs porno, politik, dan situs yang berhubungan dengan agama.

Sebagaimana umumnya negara lain yang telah mengenal internet, di Iran juga terdapat blogger yang aktif menulis di blog. Untuk hal itu, pemerintah Iran tidak kalah ketat dalam mengaturnya.

Mereka mengawasi para blogger yang aktif menulis di dunia maya, dan tidak segan menangkap jika dinilai melanggar aturan. Di antara yang dilarang ditulis blogger di sana adalah isu mengenai hak-hak wanita.

Cina

Dalam hal aturan ketat di internet, Cina sama galaknya dengan Iran. Pemerintah Cina memblokir jutaan situs di internet, termasuk Facebook, Google, dan Twitter. Mereka bahkan dilaporkan mengerahkan 30 ribu polisi virtual untuk mengawasi kegiatan penduduknya di dunia maya.

Para pengunjung warung internet juga diawasi dengan ketat. Siapa pun yang dianggap melanggar, hukuman penjara siap menanti.

Selain aturan yang ketat dalam hal mengakses konten internet, pemerintah Cina juga sangat membatasi pendapat warganya di dunia maya. Di Cina ada sekitar 17 juta orang yang menjadi blogger. Tetapi bisa dibilang nyaris tidak ada yang berani mengkritik pemerintah.

Setiap kata atau kalimat yang dinilai subversif bisa membawa penulisnya ke penjara. Cina bahkan sampai mempekerjakan tentara untuk memoderatori konten-konten yang diproduksi oleh blogger.

Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu benar-benar sangat ketat dalam memonitor perkembangan teknologi, dan memastikan tidak ada celah untuk kebebasan berekspresi. Selain itu, berbagai perusahaan yang menjalankan layanan di bidang internet juga ditekan dengan kontrol konten yang ketat.

Afghanistan

Berita yang pernah menggegerkan jagat internet dari Iran adalah kisah tentang Parwez Kambakhs, seorang jurnalis muda yang menulis artikel mengenai hak-hak wanita. Pemerintah Iran menganggap perbuatan Parwez Kambakhs sebagai subversi, dan dia dijatuhi hukuman mati.

Vonis itu pun memunculkan berbagai protes dari banyak negara sesama pengguna internet, yang menilai hal itu sebagai pemangkasan kebebasan dan pengebirian hak berpendapat. Akibat protes besar itu, pemerintah Iran kemudian mengubah vonisnya, dan menjatuhi hukuman 20 tahun untuk Parwez Kambakhs.

Meski hukuman itu telah dikurangi—dari hukuman mati menjadi hukuman 20 tahun—tapi kenyataan itu segera menjadi peringatan keras bagi para pengguna internet lain di Iran agar tidak sembarangan menulis sesuatu.

Selain menekan hak kebebasan berpendapat di internet, Iran juga sangat ketat dalam memberlakukan aturan di internet. Mereka memblokir semua situs jejaring sosial dan kencan. Konten yang terlarang seperti perjudian, alkohol dan seks sama sekali tidak boleh dipublikasikan dan tidak boleh diakses. Hukuman berat siap menanti siapa pun yang mencoba melanggar.

Maroko

Sebenarnya, Maroko tidak memiliki peraturan khusus untuk regulasi internet. Namun, meski begitu, pemerintah Maroko memblokir berbagai situs tanpa alasan, termasuk YouTube dan Google Earth. Banyak pihak memperkirakan pemblokiran itu dilatarbelakangi isu-isu poltik yang tidak disukai penguasa di sana.

Mohammed Raji, seorang jurnalis di Maroko, pernah menulis di blognya yang berisi kritik untuk pemerintah. Hasilnya, ia dijatuhi hukuman penjara 2 tahun, dan denda dalam jumlah besar. Kenyataan itu sudah cukup menjadi pelajaran bagi siapa pun di Maroko untuk tidak pernah lagi mencoba “macam-macam” di internet.

Burma

Pemerintah militer Burma sangat ketat mengawasi warganya dalam hal akses internet. Selain memblokir banyak situs yang mereka anggap “berbahaya”, pemerintah juga mengenakan harga sangat mahal untuk mengakses internet.

Sebegitu mahal, hingga banyak pengusaha di sana yang memilih untuk tidak menggunakan internet, sementara warga biasa menjauh dari internet karena tidak mampu membayar biayanya.

Meski begitu, masih ada orang-orang yang mencoba untuk tetap mengakses internet, khususnya para jurnalis. Keberadaan para jurnalis di internet tentu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Burma. Tulisan-tulisan yang dianggap subversif bisa dijatuhi hukuman 15 tahun penjara bagi penulisnya.

Kuba

Sangat sulit mengakses internet secara bebas di Kuba. Di negara itu, ada dua jenis koneksi internet, yaitu koneksi nasional dan koneksi internasional. Koneksi nasional bertarif murah, namun hanya bisa dipakai untuk membuka e-mail dan mengakses situs resmi pemerintah.

Sedang koneksi internasional bisa dipakai untuk membuka situs-situs lain, namun dikenai biaya sangat mahal. Selain itu, setiap pengguna koneksi internasional akan diminta menyerahkan identitas diri secara lengkap.

Bahkan meski telah menetapkan aturan seketat itu pun, pemerintah Kuba masih merasa perlu memblokir situs-situs tertentu yang mereka anggap berbahaya.

Menghadapi kenyataan semacam itu, beberapa orang di Kuba kadang mencoba mengakali aturan ketat tersebut dengan menggunakan koneksi pribadi. Tetapi risikonya sangat berbahaya. Jika tertangkap, pelakunya bisa dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.

Korea Selatan

Korea Selatan adalah salah satu negara yang memiliki teknologi internet paling cepat di dunia. Karenanya, berselancar di internet seharusnya menjadi kegiatan menyenangkan di negeri itu. Namun, sayangnya, kecanggihan itu harus dihadang peraturan yang sangat ketat. Pemerintah Korea Selatan memblokir aneka situs yang mereka anggap tidak layak diakses warganya.

Selain itu, setiap blogger atau jurnalis yang menulis apa pun di internet harus membubuhkan identitas aslinya. Artinya, tidak ada penulis atau blogger anonim di Korea Selatan.

Semuanya akan terdaftar dengan jelas. Siapa pun yang melanggar aturan ini bisa diancam hukuman penjara 5 tahun, sama halnya siapa pun yang mencoba mengakses situs-situs yang telah diblokir.

Uni Emirat Arab

Dalam upaya mengontrol pemakaian internet, Uni Emirat Arab menerapkan firewall untuk memblokir semua situs berbau porno, atau situs-situs yang mereka anggap berbahaya. Yang termasuk dalam pemblokiran itu adalah Skype dan Flickr, yang bisa dibilang bukan situs porno atau berbahaya.

Sistem filter yang dipakai dalam hal ini sangat kuat, sehingga tidak mudah ditembus. Karenanya, warga Uni Emirat Arab pun bisa dibilang mengakses internet dengan dikelilingi tembok tebal.

Menghadapi kontrol dan aturan yang sangat ketat tersebut tentu menjadikan warga negara itu tidak nyaman. Tetapi hampir bisa dibilang mereka tidak bisa melakukan apa-apa, karena pemerintah memiliki aturan keras untuk setiap protes.

Pada 2009, misalnya, seorang editor majalah online bernama Ahmen Mohhamed dihukum denda dalam jumlah besar karena salah satu tulisannya dianggap mengkritik pemerintah.

Vietnam

Pemerintah Vietnam memberlakukan aturan ketat di internet, namun bisa dibilang tidak secara frontal. Artinya, selama para pengguna internet di negara itu tidak menyinggung pemerintah, semuanya akan dianggap baik-baik saja.

Namun, Vietnam tidak akan segan-segan menangkap siapa pun yang dinilai mengkritik pemerintah. Pada 2006, sebuah group di internet menuntut reformasi di bidang politik, dan tuntutan itu mereka sampaikan dalam sebuah petisi online yang ditandatangani ratusan orang yang menggunakan nama asli.

Hasilnya, pemerintah Vietnam langsung bertindak. Sebanyak 10 orang yang ikut menandantangani petisi itu ditahan, sementara yang lain masuk dalam pengawasan.

Syria

Dalam hal internet, aturan tak tertulis di Syiria adalah, “Jangan pernah menyinggung pemerintah!” Hanya karena menulis kritik pada pemerintah di internet, orang bisa ditangkap dan ditahan untuk kemudian dijatuhi hukuman berat. Karenanya, Syiria adalah tempat berbahaya bagi siapa pun yang suka berekspresi seenaknya.

Selain itu, pemerintah Syiria juga memblokir berbagai situs yang mereka anggap tidak layak diakses, dan melarang warganya mengakses situs-situs berbahasa Arab yang menjadi oposisi pemerintah.

Myanmar

Di bawah pemerintahan junta militer, warga Myanmar benar-benar terkekang dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam mengakses internet. Kebijakan internet pemerintah Myanmar dengan gamblang menyaring dan melarang siapa pun untuk mengakses situs web pihak oposisi.

Warung-warung internet di Myanmar juga dijaga dengan ketat, hingga setiap aktivitas pengguna internet selalu termonitor. Fasilitas telepon internet dan layanan obrolan online semisal Google Talks termasuk yang dilarang. Siapa pun yang mencoba melanggar aturan, pelakunya bisa ditahan.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Iptek 9055061233345022928

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item