Negara-negara Berkonsep Hijau Terbaik di Dunia

Ilustrasi/clubmed.co.za
Ramah lingkungan saja tampaknya masih belum cukup bagi beberapa negara. Setelah berupaya menekan tingkat polusi di udara dan di air, setelah mendaur ulang sampah dan berbagai limbah, beberapa negara terus menuju upaya-upaya lain yang positif demi pelestarian bumi. Upaya-upaya itu di antaranya menggantikan sumber energi listrik, mengganti atau mengurangi pengggunaan bahan bakar minyak secara drastis, membangun lahan dan taman-taman hijau, sampai berinovasi dalam berbagai hal yang kesemuanya berbasis alam. Go green, itulah semboyan mereka.

Kesadaran untuk merawat dan melestarikan bumi tampaknya memang telah menjadi kesadaran umum di banyak negara, sehingga mereka pun mulai membiasakan diri dengan hal-hal yang lebih alami—menanam pohon, memelihara kebersihan, mengelola sampah, mengurangi penggunaan pestisida, dan lain-lain. Dalam hal teknologi, kita pun mulai mengenal berbagai piranti yang lebih baik dengan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan.

Untuk setiap upaya positif yang dilakukan demi merawat bumi, upaya itu dapat menjadi kebiasaan yang bisa jadi akan menular kepada orang lain. Semakin banyak orang mulai terbiasa dengan perilaku positif—semisal hemat energi, tidak membuang sampah sembarangan, dan lainnya—hal itu akan memiliki dampak bagi kesehatan lingkungan serta kelestarian bumi. Akhirnya, jika masing-masing orang di seluruh negara di dunia bisa membiasakan diri berperilaku positif semacam itu, bumi pun akan menjadi tempat yang lebih layak huni.

Berikut ini adalah negara-negara berkonsep go green, yang telah mencanangkan diri untuk menjadi negara paling hijau di dunia, serta berbagai upaya yang telah mereka lakukan demi mewujudkan impian indah tersebut. Di antara yang lain, negara-negara berikut ini dianggap paling prestisius dalam upaya untuk menjadi negara hijau.

Islandia

Islandia adalah salah satu negara yang indah di dunia, dengan pemandangan gletser, gunung berapi, hingga air terjun. Dalam upaya menuju negeri yang hijau, Islandia benar-benar serius mengusahakannya. Mereka melakukan suatu hal kecil namun memiliki dampak besar terhadap lingkungan, yaitu menggunakan energi hidrogen untuk menyuplai kebutuhan listrik.

Sumber yang paling umum digunakan untuk daya listrik adalah hidrogen, dan Islandia berharap menjadi negara pertama yang sepenuhnya tergantung pada energi tersebut. Tidak hanya untuk kebutuhan listrik, mereka juga menggunakan energi hidrogen untuk kebutuhan transportasi, menggantikan bahan bakar minyak. Pemerintah Islandia menyediakan bus-bus bertenaga hidrogen untuk memastikan setiap orang di sana bisa mencapai tujuannya dengan cara yang ramah lingkungan. Hasilnya, asap yang biasa pekat di jalan raya kini berkurang, dan udara di sana pun lebih minim polusi.

Sebelumnya, kebutuhan energi di Islandia disuplai oleh impor batubara yang mencapai 70 persen. Sekarang, sumber energi yang berasal dari batubara hanya sebesar 18 persen, sementara sisanya menggunakan hidrogen murni dan tenaga panas bumi. Pemerintah Islandia mencanangkan, negara mereka telah benar-benar bebas dari karbon dan bahan bakar minyak pada tahun 2050.

Swiss

Swiss menghijaukan negaranya dengan pembangunan taman-taman, dan mereka mencanangkan untuk terus memperbanyak penghijauan semacam itu di berbagai tempat. Seiring dengan itu, di beberapa kota, penggunaan kendaraan semacam mobil benar-benar dilarang, sehingga kita bisa menyaksikan oeang-orang berjalan kaki atau naik sepeda untuk bepergian. Aturan yang sekilas terkesan memberatkan itu telah mengubah Swiss menjadi negara yang minim polusi, sekaligus lebih hijau.

Pemerintah Swiss juga tampaknya ingin membiasakan upaya positif itu kepada rakyatnya. Mereka mengenakan biaya pembuangan sampah untuk setiap rumah, selain biaya untuk menggunakan layanan pengolahan limbah. Upaya itu tentu ditujukan agar masing-masing keluarga lebih bertanggung jawab terhadap sampah mereka.

Karena upaya pemerintah yang serius semacam itu, masyarakat pun mendukung dengan berbagai cara. Banyak hotel di Swiss yang sekarang mulai mengubah konsepnya menjadi lebih hijau. Hotel Kulm, salah satu hotel terkenal di sana, misalnya, menggunakan energi air dari danau di dekat mereka untuk menyuplai kebutuhan pemanas ruangan. Hal itu telah mengurangi produksi karbon mereka sebesar 80 persen setiap tahun.

Kosta Rika

Pemerintah Kosta Rika mencanangkan negara mereka telah menjadi negara yang bebas karbon pada tahun 2021. Harapan yang mungkin terdengar ambisius itu benar-benar dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di sana. Pada saat ini, Kosta Rika telah mengganti sumber-sumber energi mereka dengan memanfaatkan banyak sumber daya yang terbarukan, sehingga lebih ramah lingkungan. Gas rumah kaca ditekan sampai rendah, hingga polusi udara dan polusi air telah jauh berkurang.

Dalam beberapa dekade, Kosta Rika mengalami masalah dalam hal perusakan dan penebangan hutan. Sekarang, mereka telah menyadari bahaya dari hal itu, dan melakukan hal sebaliknya. Pemerintah menindak tegas para perusak dan penebang hutan liar, beriringan dengan upaya melestarikan hutan dan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang ditinggalkan.

Karena dikenal sebagai pengekspor makanan, termasuk pisang dan jagung, ada kebutuhan besar terhadap tanah untuk pertanian. Mereka pun memanfaatkan lahan-lahan yang terbuka akibat hutan yang rusak, sehingga lebih produktif, sekaligus menghemat ruang. Mereka juga aktif melakukan reboisasi dan membangun kembali tanah-tanah yang hancur. Pada 2008, sebanyak 5 juta pohon dibangun di Kosta Rika, dan hal itu terus berlangsung hingga kini demi tujuan menekan emisi gas rumah kaca.

Swedia

Sementara di banyak negara masih meributkan kenaikan harga minyak akibat kelangkaan, Swedia sudah memutuskan untuk menjadi negara bebas minyak pada tahun 2020. Upaya ke arah itu bahkan telah dimulai sejak tahun 1980, ketika terjadi krisis minyak. Dalam upaya tersebut, sebanyak 28 persen energi dan sumber daya yang digunakan di Swedia bisa diperbarui, dan telah ramah lingkungan. Mereka menggunakan tenaga air, tenaga nuklir, dan tenaga angin, untuk menyediakan listrik serta keperluan lain di seluruh Swedia.

Di antara upaya menuju negara hijau yang dilakukan Swedia adalah menggunakan setiap bagian hutan mereka secara sungguh-sungguh. Dalam banyak proyek, misalnya, proses penebangan pohon menghasilkan serbuk gergaji. Pemerintah Swedia kemudian memutuskan untuk memanfaatkan serbuk gergaji yang sangat banyak itu sebagai bahan pemanas di rumah-rumah.

Selain itu, pemerintah Swedia juga telah mengurangi jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk transportasi. Sebagai ganti bahan bakar minyak, masyarakat Swedia menggunakan metana, yang dihasilkan dari kotoran sapi. Kesannya mungkin menjijikkan. Tapi yang jelas harganya lebih murah, dan lebih ramah lingkungan.

Norwegia

Norwegia bekerjasama dengan Swedia dalam upaya menuju negeri yang hijau. Mereka memiliki satu visi yang sama, yakni menjadikan negara mereka sebagai wilayah bebas karbon. Jika Swedia mencanangkan menjadi negara bebas karbon pada tahun 2020, Norwegia mencanangkan hal yang sama pada tahun 2030. Itu berarti pemerintah Norwegia harus mencari cara dan upaya untuk menekan gas rumah kaca di sana.

Tampaknya, harapan Norwegia akan terwujud, karena mereka benar-benar serius dalam upaya menuju ke sana. Di saat ini pun, Norwegia telah berhasil menekan tingkat emisi hingga 40 persen. Selain fokus dalam hal mengurangi jumlah karbon, Norwegia juga telah merencanakan anggaran dalam jumlah besar untuk mewujudkan berbagai proyek ramah lingkungan.

Di antara beberapa kebijakan pemerintah Swedia dalam hal menuju negara hijau adalah dengan menetapkan aturan kepada para pengguna kendaraan berbahan solar untuk membayar pajak lebih tinggi. Di luar trasnportasi, mereka juga menginstruksikan agar berbagai perusahaan di negara tersebut dijalankan dengan sistem energi yang lebih ramah lingkungan, karena di masa depan penggunaan minyak benar-benar akan dilarang di sana.

Mauritius

Mauritius adalah negara pulau di lepas pantai Afrika dan timur Madagaskar. Mungkin bukan termasuk negara yang terkenal, tapi Mauritius telah memastikan diri untuk menjadi negara hijau, dan telah memulai upaya tersebut dengan cara mengenalkan masyarakat mereka untuk biasa menerapkan praktik yang ramah lingkungan. Misalnya mengenai daur ulang sampah, pemanfaatannya, dan lain-lain.

Dalam hal kebutuhan listrik, Mauritius menggunakan tenaga angin. Sementara kebutuhan bahan bakar disuplai dengan memanfaatkan tanaman tebu yang diubah menjadi bahan bakar. Upaya itu sebenarnya tidak mudah bagi Mauritius, karena mereka memiliki keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan, dan harus mengandalkan impor dari negara lain. Hebatnya, di tengah kesulitan dan keterbatasan semacam itu pun, Mauritius mampu membuktikan negaranya menjadi salah satu wilayah yang sangat ramah lingkungan.

Prancis

Meski saat ini Prancis telah memiliki reputasi sebagai negara yang ramah lingkungan, namun mereka tampaknya ingin lebih baik. Pemerintah Prancis bahkan telah mengeluarkan undang-undang dalam hal penghematan energi dan perawatan lingkungan.

Di antara upaya masa depan Prancis yang sedang dituju adalah melakukan tata ulang perkotaan, merenovasi semua bangunan yang ada untuk menghemat energi, mengurangi emisi rumah kaca sebesar 20 persen pada tahun 2020, meningkatkan penggunaan energi terbarukan dari 9 persen menjadi 20-25 persen, meningkatkan pertanian organik, dan menciptakan organisasi yang secara khusus berfokus pada peninjauan ulang dan penelitian tanaman rekayasa genetika. Selain itu, Prancis berencana untuk menjadi rumah bagi banyak cagar alam.

Dengan segala upaya itu, sepertinya Prancis memang akan menjadi negara yang sangat hijau di masa depan. Pada saat ini saja, sebagian besar suplai listrik mereka telah menggunakan energi nuklir. Beberapa wilayah bahkan telah memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi. Untuk mendorong penggunaan panel surya, pemerintah Prancis menawarkan pengurangan pajak bagi rakyatnya jika rumah mereka menggunakan energi surya.

Austria

Austria berbatasan dengan Republik Ceko, dan mereka bekerjasama dengan membangun berbagai taman hijau di perbatasan antara kedua negara. Sudah ada 330.000 kebun di Austria dan 6.800 di antaranya benar-benar alami serta ramah lingkungan. Sebagian besar kebun berisi pohon buah-buahan, bunga, bahkan tumbuh-tumbuhan. Tidak ada pestisida digunakan untuk perawatan kebun-kebun tersebut.

Dalam hal menuju negara yang hijau dan ramah lingkungan, Austria memiliki cara yang cukup unik. Mereka membangun rumah-rumah yang disebut “rumah pasif”. Rumah-rumah tersebut diatur sedemikian rupa, hingga tidak membutuhkan pendingin atau sistem pemanas, karena udara dalam rumah akan terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan penghuninya.

Hal menakjubkan itu dirancang oleh sistem sirkulasi udara, panas termal, dan jendela efisiensi yang tinggi. Hasilnya, rumah-rumah tersebut hanya menggunakan 10 persen dari energi yang umumnya digunakan setiap rumah di Kanada. Di masa depan, rumah-rumah semacam itu akan terus dibangun di Austria, dan negara itu pun benar-benar akan menjadi negara yang ramah lingkungan.

Kuba

Kuba adalah negara dengan sistem pemerintahan komunis. Tampaknya, sistem pemerintahan itu punya sisi positif dalam hal hubungannya dengan lingkungan. Berbeda dengan negara-negara industri atau kapitalis yang jauh lebih modern, Kuba bisa dibilang masih “cukup tradisional”. Di negara itu masih banyak orang yang terbiasa berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu tempat. Dengan kata lain, tingkat polusi akibat asap di Kuba masih relatif sedikit dibanding negara-negara lain.

Kini, pemerintah Kuba semakin memperhatikan lingkungan, demi menciptakan negara yang benar-benar hijau. Masyarakat Kuba banyak yang menjalani hidupnya dengan bertani, bercocok tanam, dan memelihara ternak. Untuk memanfaatkan tanah-tanah pertanian, mereka mengurangi penggunaan pestisida berbahaya, dan hanya menggunakan produk organik pada semua peternakan.

Selain itu, sementara negara-negara lain mungkin berfokus pada energi angin atau energi nuklir, Kuba memutuskan untuk menggunakan energi listrik bertenaga air. Pada 2008, negara itu mulai menghubungkan banyak rumah dan pabrik ke pusat listrik tenaga air yang telah mereka bangun. Telah ada 30 sungai yang airnya dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik di sana, dan di tahun-tahun mendatang penggunaan energi alami itu akan semakin banyak di seluruh negara.

Kolombia

Kolombia terkenal di dunia karena perdagangan kokain yang mereka lakukan. Kenyataannya, di negara tersebut memang terdapat banyak perkebunan kelapa sawit dan tumbuhan koka, yang menciptakan kekerasan serta perselisihan politik demi memperebutkannya. Kini, tampaknya, Kolombia mulai belajar dari kenyataan itu, dan berencana membalik keadaan sehingga akan lebih bermanfaat bagi negara dan bumi.

Sebagai negara dengan wilayah alami yang masih cukup banyak, Kolombia disebut sebagai rumah bagi 10 persen dari berbagai jenis tanaman di seluruh dunia. Ilmuwan juga menemukan bahwa Kolombia menjadi rumah bagi sekitar 10 spesies amfibi baru, termasuk katak hujan berkaki oranye, serta katak kaca berkulit transparan. Bertolak dari fakta tersebut, pemerintah Kolombia pun melakukan upaya untuk mengubah negaranya agar lebih hijau dan lebih ramah lingkungan.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, mereka telah mulai membangun taman-taman nasional, termasuk untuk tanaman obat. Yang tidak kalah menakjubkan, para ilmuwan di Kolombia telah menemukan cara menggunakan bambu untuk menggantikan baja dalam hal pembangunan konstruksi. Dalam penelitian mereka, bambu diketahui bisa lebih kuat dan diandalkan sebagai sarana untuk struktur bangunan. Sementara di dunia fashion, desainer Kolombia, Nubia Maria Ayala, bahkan telah mampu menciptakan pakaian dengan bahan daun dan bunga.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Nature 4997853151281706765

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item