Efek Hormon Cinta pada Pria dan Wanita
https://www.belajarsampaimati.com/2014/04/efek-hormon-cinta-pada-pria-dan-wanita.html
Ilustrasi/viva.co.id |
Ketika jatuh cinta, tubuh pria maupun wanita sama-sama memproduksi hormon cinta yang disebut oksitosin. Hormon inilah yang menjadikan mereka saling tertarik satu sama lain. Namun, meski sama-sama memproduksi hormon serupa, namun efek yang ditimbulkannya ternyata berbeda.
Profesor Simone Shamay-Tsoory dari Departemen Psikologi di University of Haifa melakukan penelitian yang ditujukan khusus untuk mempelajari hal tersebut. Penelitian itu dimaksudkan untuk menegaskan penelitian sebelumnya menyangkut perbedaan psikologis antar jenis kelamin. Dalam penelitian sebelumnya, diketahui bahwa wanita cenderung lebih komunal dan kekeluargaan dalam berperilaku, sementara pria cenderung lebih kompetitif dan berjuang keras untuk memperbaiki status sosial mereka.
Dalam studi terbaru ini, Profesor Simone dan rekan-rekannya mencoba mencari tahu efek hormon oksitosin yang terjadi pada pria dan wanita dalam interaksi sosial. Penelitian itu melibatkan 62 pria dan wanita berusia 20 sampai 37 tahun. Sebanyak 50 persen dari partisipan menerima dosis intranasal oksitosin, sementara yang lainnya menerima plasebo.
Kemudian, para partisipan diminta untuk menyaksikan video yang menunjukkan berbagai macam interaksi sosial, dan diminta menganalisa hubungan yang ada pada video tersebut dengan menjawab beberapa pertanyaan yang fokus pada indentifikasi hubungan kekerabatan, keintiman, dan persaingan.
Perserta diharapkan untuk mendasarkan jawaban mereka, di antara hal lainnya, seperti pada gestur, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah, yang diekspresikan oleh individu di video. Hasilnya menunjukkan bahwa oksitosin memperbaiki kemampuan seluruh partisipan dalam menafsirkan interaksi sosial secara umum.
Ketika para peneliti memeriksa perbedaan antara pria dan wanita, mereka menemukan bahwa dengan oksitosin, kemampuan pria untuk menafsirkan hubungan yang kompetitif dengan benar semakin baik. Sementara pada wanita, kemampuan untuk mengindentifikasikan kekerabatan dengan benar jadi meningkat.
Hmm… bagaimana menurutmu?
Profesor Simone Shamay-Tsoory dari Departemen Psikologi di University of Haifa melakukan penelitian yang ditujukan khusus untuk mempelajari hal tersebut. Penelitian itu dimaksudkan untuk menegaskan penelitian sebelumnya menyangkut perbedaan psikologis antar jenis kelamin. Dalam penelitian sebelumnya, diketahui bahwa wanita cenderung lebih komunal dan kekeluargaan dalam berperilaku, sementara pria cenderung lebih kompetitif dan berjuang keras untuk memperbaiki status sosial mereka.
Dalam studi terbaru ini, Profesor Simone dan rekan-rekannya mencoba mencari tahu efek hormon oksitosin yang terjadi pada pria dan wanita dalam interaksi sosial. Penelitian itu melibatkan 62 pria dan wanita berusia 20 sampai 37 tahun. Sebanyak 50 persen dari partisipan menerima dosis intranasal oksitosin, sementara yang lainnya menerima plasebo.
Kemudian, para partisipan diminta untuk menyaksikan video yang menunjukkan berbagai macam interaksi sosial, dan diminta menganalisa hubungan yang ada pada video tersebut dengan menjawab beberapa pertanyaan yang fokus pada indentifikasi hubungan kekerabatan, keintiman, dan persaingan.
Perserta diharapkan untuk mendasarkan jawaban mereka, di antara hal lainnya, seperti pada gestur, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah, yang diekspresikan oleh individu di video. Hasilnya menunjukkan bahwa oksitosin memperbaiki kemampuan seluruh partisipan dalam menafsirkan interaksi sosial secara umum.
Ketika para peneliti memeriksa perbedaan antara pria dan wanita, mereka menemukan bahwa dengan oksitosin, kemampuan pria untuk menafsirkan hubungan yang kompetitif dengan benar semakin baik. Sementara pada wanita, kemampuan untuk mengindentifikasikan kekerabatan dengan benar jadi meningkat.
Hmm… bagaimana menurutmu?