Berkemah di Alam Bisa Menata Ulang Jam Biologis
https://www.belajarsampaimati.com/2014/04/berkemah-di-alam-bisa-menata-ulang-jam.html
Ilustrasi/grid.id |
Tubuh kita memiliki siklus yang disebut ritme sirkadian, yaitu siklus 24 jam dalam proses fisiologis makhluk hidup. Ritme ini penting untuk menentukan pola tidur dan pola makan. Semua bentuk kehidupan di bumi yang ritme biologisnya berevolusi telah mengantisipasi matahari terbit dan terbenam.
Yang menjadi masalah, berdasarkan penelitian, kehidupan modern telah mengganggu tidur kita melalui paparan sinar listrik, dan berkurangnya akses terhadap sinar matahari. Hal itulah yang kemudian menjadikan orang-orang modern jadi sulit tidur di malam hari, sekaligus sulit bangun pagi. Ketersediaan penerangan listrik sejak tahun 1930-an hingga sekarang telah mempengaruhi jam sirkadian internal kita, yang menjadikan kita jauh lebih lambat dalam proses evolusi.
Bagaimana solusinya? Pertanyaan itulah yang lalu mendorong sekelompok ilmuwan untuk melakukan studi yang hasilnya menunjukkan bahwa berkemah selama seminggu dapat menata ulang jam biologis yang mengatur pola tidur kita. Dengan menghabiskan waktu di luar ruang selama beberapa waktu, jam tubuh bisa kembali sinkron dengan matahari terbit dan terbenam.
Profesor Kenneth Wright dan rekan-rekannya dari University of Colorado menganalisis sekelompok orang relawan di kehidupan normal mereka. Intensitas mereka terpapar cahaya alami dan buatan diukur secara teliti. Hasilnya, dengan melihat kadar hormon melatonin, mereka menyimpulkan bahwa pencahayaan lingkungan modern menyebabkan sekitar dua jam penundaan waktu sirkadian.
Secara alami, hormon melatonin naik tepat sebelum kita tidur, dan berkurang sepanjang malam sampai kita terbangun. Dalam penelitian diketahui, para peserta penelitian cenderung tetap terjaga hingga tengah malam, dan bangun sekitar pukul delapan pagi. Hasilnya, tingkat melatonin mereka masih tetap tinggi selama beberapa jam setelah bangun, yang menunjukkan mereka tidak selaras dengan irama alami.
Kemudian, para peneliti membawa para peserta penelitian untuk berkemah selama seminggu di Colorado. Peralatan elektronik semacam senter dan lainnya dilarang, satu-satunya sumber cahaya malam yang diperbolehkan cuma api unggun.
Seminggu kemudian, diketahui bahwa pola tidur dan bangun dari para relawan kembali selaras atau sinkron dengan terbit dan terbenamnya matahari. “Waktu mereka semua bergeser lebih awal,” ujar Profesor Kenneth Wright mengomentari hasil temuan itu. Ia lalu menuturkan, “Kami berpikir bahwa pola penerangan listrik modern dan pengurangan paparan sinar matahari berkontribusi dalam memperlambat jadwal tidur, hingga orang kesulitan bangun di pagi hari.”
Dalam penelitian itu diketahui bahwa setelah memperoleh paparan siklus cahaya gelap alami, tingkat melatonin para peserta tetap rendah sebelum mereka bangun tidur, yang menunjukkan otak mereka mulai terjaga setelah terkena isyarat alam. Selain itu, pola tidur para peserta juga bergeser kembali sekitar dua jam, dan jumlah total waktu yang mereka habiskan untuk tidur tetap sama.
Hasil studi itu secara tak langsung menganjurkan agar kita berkemah demi bisa mendapatkan cahaya alami, serta menjauh dari sinar buatan atau yang bersifat elektronik. Namun, kita tentu tidak bisa berkemah sepanjang waktu. Untuk itu, peneliti menganjurkan kita bisa memulainya dengan berjalan-jalan di luar rumah.
“Pada malam hari, kurangi lampu di rumah,” ujar Profesor Kenneth Wright. “Matikan pula komputer dan perangkat elektronik. Kita sensitif terhadap tingkat cahaya redup, bahkan cahaya dari ponsel di malam hari menjadi isyarat yang mendorong jam tubuh kita terlambat.”
Hmm… bagaimana menurutmu?
Yang menjadi masalah, berdasarkan penelitian, kehidupan modern telah mengganggu tidur kita melalui paparan sinar listrik, dan berkurangnya akses terhadap sinar matahari. Hal itulah yang kemudian menjadikan orang-orang modern jadi sulit tidur di malam hari, sekaligus sulit bangun pagi. Ketersediaan penerangan listrik sejak tahun 1930-an hingga sekarang telah mempengaruhi jam sirkadian internal kita, yang menjadikan kita jauh lebih lambat dalam proses evolusi.
Bagaimana solusinya? Pertanyaan itulah yang lalu mendorong sekelompok ilmuwan untuk melakukan studi yang hasilnya menunjukkan bahwa berkemah selama seminggu dapat menata ulang jam biologis yang mengatur pola tidur kita. Dengan menghabiskan waktu di luar ruang selama beberapa waktu, jam tubuh bisa kembali sinkron dengan matahari terbit dan terbenam.
Profesor Kenneth Wright dan rekan-rekannya dari University of Colorado menganalisis sekelompok orang relawan di kehidupan normal mereka. Intensitas mereka terpapar cahaya alami dan buatan diukur secara teliti. Hasilnya, dengan melihat kadar hormon melatonin, mereka menyimpulkan bahwa pencahayaan lingkungan modern menyebabkan sekitar dua jam penundaan waktu sirkadian.
Secara alami, hormon melatonin naik tepat sebelum kita tidur, dan berkurang sepanjang malam sampai kita terbangun. Dalam penelitian diketahui, para peserta penelitian cenderung tetap terjaga hingga tengah malam, dan bangun sekitar pukul delapan pagi. Hasilnya, tingkat melatonin mereka masih tetap tinggi selama beberapa jam setelah bangun, yang menunjukkan mereka tidak selaras dengan irama alami.
Kemudian, para peneliti membawa para peserta penelitian untuk berkemah selama seminggu di Colorado. Peralatan elektronik semacam senter dan lainnya dilarang, satu-satunya sumber cahaya malam yang diperbolehkan cuma api unggun.
Seminggu kemudian, diketahui bahwa pola tidur dan bangun dari para relawan kembali selaras atau sinkron dengan terbit dan terbenamnya matahari. “Waktu mereka semua bergeser lebih awal,” ujar Profesor Kenneth Wright mengomentari hasil temuan itu. Ia lalu menuturkan, “Kami berpikir bahwa pola penerangan listrik modern dan pengurangan paparan sinar matahari berkontribusi dalam memperlambat jadwal tidur, hingga orang kesulitan bangun di pagi hari.”
Dalam penelitian itu diketahui bahwa setelah memperoleh paparan siklus cahaya gelap alami, tingkat melatonin para peserta tetap rendah sebelum mereka bangun tidur, yang menunjukkan otak mereka mulai terjaga setelah terkena isyarat alam. Selain itu, pola tidur para peserta juga bergeser kembali sekitar dua jam, dan jumlah total waktu yang mereka habiskan untuk tidur tetap sama.
Hasil studi itu secara tak langsung menganjurkan agar kita berkemah demi bisa mendapatkan cahaya alami, serta menjauh dari sinar buatan atau yang bersifat elektronik. Namun, kita tentu tidak bisa berkemah sepanjang waktu. Untuk itu, peneliti menganjurkan kita bisa memulainya dengan berjalan-jalan di luar rumah.
“Pada malam hari, kurangi lampu di rumah,” ujar Profesor Kenneth Wright. “Matikan pula komputer dan perangkat elektronik. Kita sensitif terhadap tingkat cahaya redup, bahkan cahaya dari ponsel di malam hari menjadi isyarat yang mendorong jam tubuh kita terlambat.”
Hmm… bagaimana menurutmu?