Mungkinkah Kita Bisa Menghidupkan Kembali Orang Mati?

Mungkinkah Kita Bisa Menghidupkan Kembali Orang Mati?
Ilustrasi/istimewa
Pertanyaan itulah yang dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, pada November 2013. Pertemuan itu menghadirkan Dr. Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.

Dalam pertemuan itu, mereka membahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal adalah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen. Gagasan itu didasarkan pada pandangan baru mengenai kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat ketika jantung berhenti berdetak, dan paru-paru berhenti bekerja, sehingga individu tidak bernapas.

Pandangan baru menyatakan, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, melainkan sebagai proses bertahap. Ketika jantung berhenti berdetak dan napas seseorang terhenti, sel orang itu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, jika bisa disebut demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen—akibat terhentinya jantung dan napas—sehingga rusak, dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang waktu kematian.

Dalam perspektif medis, ada jeda antara berhentinya jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Mereka menyatakan, kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yaitu tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah dari suhu normalnya yang 37 derajat celsius. Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya.

Namun, itu pun tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar, sehingga tidak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif, karena akan merusak jaringan otak. Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tidak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal itu menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Dr. Sam Parnia menyatakan, “Tentang oksigen, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.”

Yang masih menjadi masalah, penyadaran kembali orang yang telah meninggal semacam itu menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Ketika itu terjadi, siapa yang harus bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Ilmuwan lain, Stephan Meyer, menyatakan bahwa keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan, dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula. Karenanya, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Meski begitu, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara Lance Becker mengatakan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Hmm… bagaimana menurutmu?

Related

Sains 687795198522434423

Posting Komentar

  1. Jaman sekarang, manusia sudah seperti Tuhan sob. ingin bisa mengembalikan jasad hidup manusia yg sudah tiada
    Saya tunggu kunjungan baliknya sob :D dan saya tunggu Followback'nya yah :D hehehe

    BalasHapus
  2. yas-alunaka anir-ruh, qulir-ruhu min amri Robbi

    (jika) mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakan (pada mereka bahwasanya) ruh adalah urusan Robb

    manusia emang ga akan tahu tentang ruh kecuali sedikit :)
    itu emang janji Alloh, jadi mau berusaha kayak apapun, tidak akan pernah tahu rahasia dari sebuah kematian

    sampe sekarang pun, belum ada yang tahu, ruh itu sebenarnya letaknya di mana, di bagian mana tubuh kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap, John!

      Yang kadang jadi masalah tuh, rasa penasaran manusia selalu berusaha mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Dari semula cuma berusaha membuktikan ruh/nyawa benar-benar ada, menimbang berat ruh, hingga upaya untuk mencoba menghidupkan orang yang telah mati.

      Hapus
    2. iya juga sih
      sampe ada filmnya tuh, Frankenstein
      ada lagi versi jepangnya, tentang perdukunan, Shaman King
      di salah satu episodenya ada cowok yang pengen menghidupkan kekasihnya yang meninggal duluan sebelum dia nikahi

      Hapus
  3. Waduh, saya bisa gila dan stres kalau memikirkan tentang bentuk ruh, tempatnya bagaimana dan hal-hal lainnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau begitu jangan dipikirkan, disyukuri aja. :)

      Hapus

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item