Mengapa Gaun Pengantin Berwarna Putih?
https://www.belajarsampaimati.com/2014/02/mengapa-gaun-pengantin-berwarna-putih.html
Ilustrasi/istimewa |
Sebenarnya, sebelum tahun 1800-an, beberapa wilayah Eropa tidak mengakui warna putih dalam perkawinan. Ketika Ratu Mary dari Skotlandia menikah, misalnya, ia mengenakan gaun putih, dan pilihannya itu dipandang buruk oleh banyak orang. Karena pada waktu itu warna putih justru dianggap sebagai warna untuk berkabung.
Beberapa tahun kemudian, gaun warna putih kembali dipilih ketika Ratu Victoria menikahi Albert dari Saxe-Colburg. Publikasi yang bagus oleh fotografer yang mengabadikan acara pernikahan itu, dan didukung propaganda mengenai pilihan Ratu Victoria, akhirnya membuat gaun putih diterima masyarakat.
Buku Godey’s Ladys yang terbit pada 1849, menulis soal keputusan Victoria dengan kata-kata, “Gaun itu telah dipilih dari warisan abad sebelumnya, bahwa warna putih ternyata yang paling cocok. Itu adalah simbol kemurnian dan kepolosan perempuan, serta sebagai tanda hati yang suci sampai akhirnya diserahkan pada lelaki yang terpilih.”
Gaun warna putih semakin menunjukkan eskistensinya, karena warna itu juga melambangkan kemakmuran. Di awal abad ke-20, hanya wanita dari golongan ekonomi mampu yang bisa memakai gaun putih di hari pernikahan.
Di pedesaan, dan bagi kaum ekonomi lemah, masih banyak dijumpai gaun pengantin dengan warna selain putih. Sampai kemudian, ketika revolusi industri lahir, gaun pengantin warna putih pun semakin banyak dipilih, hingga menjadi pilihan yang populer.
Bagaimana pun, pemilihan gaun putih untuk acara perkawinan tak bisa dilepaskan dari pengaruh dunia mode. Berbagai rumah fashion menciptakan desain-desain gaun pengantin wanita dalam bentuk yang indah, dan rata-rata berwarna putih. Salah satu yang terkenal adalah desain karya Coco Chanel pada 1920-an, yang kemudian menjadi acuan busana pengantin di dunia.
Hmm… ada yang mau menambahkan?