Tiap 25 Detik, Seorang Anak Cedera Saat Berolahraga
https://www.belajarsampaimati.com/2013/10/tiap-25-detik-seorang-anak-cedera-saat.html
Ilustrasi/mayapadahospital.com |
Ini mengejutkan, karena ternyata risiko cedera dari kegiatan olahraga sangat besar, padahal dunia anak sering dianggap kurang lengkap tanpa olahraga. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Safe Kids Worldwide, tiap 25 detik ada seorang anak yang cedera saat berolahraga.
Data itu menunjukkan, sekitar 1,35 juta kunjungan ke unit gawat darurat setiap tahun disebabkan cedera saat berolahraga, dan sekitar 20 persen terjadi pada anak atau remaja. Cedera yang paling sering terjadi antara lain terkilir, patah tulang, memar, dan luka tergores di kulit.
Data itu juga menunjukkan, 163.000 atau 12 persen dari pasien yang ke UGD merupakan kasus gegar otak pada anak. Sedikitnya, setengah kasus gegar otak (47 persen) terjadi pada anak berusia 12 sampai 15 tahun. Padahal, potensi kematian akibat gegar otak lebih besar terjadi pada usia anak dibanding dewasa. Data tersebut dihimpun dari data pasien yang datang ke UGD di tahun 2011 akibat cedera yang disebabkan olahraga yang disukai anak-anak, seperti permainan bola basket, sepak bola, bisbol, sofbol, hoki, serta pemandu sorak (cheerleader).
Karenanya, Safe Kids memperingatkan pelatih, orangtua, dan para atlet muda, untuk lebih memperhatikan keselamatan fisik ketika berolahraga. Orangtua dan pelatih harus mencari tahu bagaimana suatu kecelakaan bisa terjadi, dan cara mencegahnya. Anak-anak yang berolahraga harus diajari berbagai teknik pencegahan, misalnya menjaga jumlah cairan tubuh tetap cukup, pemanasan, dan pendinginan. Mereka juga harus mendapat cukup istirahat, dan wajib lapor bila terluka.
Saran serupa datang dari dokter ahli olahraga, Dr. James Andrews. Ia mengharuskan orangtua dan pelatih memperhatikan penggunaan alat-alat olahraga secara berlebihan pada anak-anak, terutama pada pemain bisbol yang melempar terlalu keras tanpa beristirahat.
Dr. Andrews memperhatikan, semakin lama usia pasien yang ditanganinya semakin muda. Karena itu, ia berujar, “Anak, orangtua, dan pelatih, harus menyadari para atlet muda ini perlu istirahat setelah setahun berkompetisi. Olahraga seharusnya jadi hal yang menyenangkan bagi anak.”
Hmm… bagaimana menurutmu?
Data itu menunjukkan, sekitar 1,35 juta kunjungan ke unit gawat darurat setiap tahun disebabkan cedera saat berolahraga, dan sekitar 20 persen terjadi pada anak atau remaja. Cedera yang paling sering terjadi antara lain terkilir, patah tulang, memar, dan luka tergores di kulit.
Data itu juga menunjukkan, 163.000 atau 12 persen dari pasien yang ke UGD merupakan kasus gegar otak pada anak. Sedikitnya, setengah kasus gegar otak (47 persen) terjadi pada anak berusia 12 sampai 15 tahun. Padahal, potensi kematian akibat gegar otak lebih besar terjadi pada usia anak dibanding dewasa. Data tersebut dihimpun dari data pasien yang datang ke UGD di tahun 2011 akibat cedera yang disebabkan olahraga yang disukai anak-anak, seperti permainan bola basket, sepak bola, bisbol, sofbol, hoki, serta pemandu sorak (cheerleader).
Karenanya, Safe Kids memperingatkan pelatih, orangtua, dan para atlet muda, untuk lebih memperhatikan keselamatan fisik ketika berolahraga. Orangtua dan pelatih harus mencari tahu bagaimana suatu kecelakaan bisa terjadi, dan cara mencegahnya. Anak-anak yang berolahraga harus diajari berbagai teknik pencegahan, misalnya menjaga jumlah cairan tubuh tetap cukup, pemanasan, dan pendinginan. Mereka juga harus mendapat cukup istirahat, dan wajib lapor bila terluka.
Saran serupa datang dari dokter ahli olahraga, Dr. James Andrews. Ia mengharuskan orangtua dan pelatih memperhatikan penggunaan alat-alat olahraga secara berlebihan pada anak-anak, terutama pada pemain bisbol yang melempar terlalu keras tanpa beristirahat.
Dr. Andrews memperhatikan, semakin lama usia pasien yang ditanganinya semakin muda. Karena itu, ia berujar, “Anak, orangtua, dan pelatih, harus menyadari para atlet muda ini perlu istirahat setelah setahun berkompetisi. Olahraga seharusnya jadi hal yang menyenangkan bagi anak.”
Hmm… bagaimana menurutmu?