Perfeksionisme ternyata Berpengaruh Buruk bagi Kesehatan
https://www.belajarsampaimati.com/2012/10/perfeksionisme-berpengaruh-buruk-bagi.html
Ilustrasi/tribunnews.com |
Orang perfeksionis (yang menginginkan segalanya sempurna menurut versi atau standarnya) cenderung mengalami peningkatan risiko kematian dibanding orang yang tidak perfeksionis. Kenyataan itu disimpulkan dari penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Trinity Western University, Kanada.
Perfeksionisme memang sangat berguna dalam beberapa bidang kehidupan atau profesi tertentu, namun juga berdampak buruk bagi keseharan. Hal itu terjadi, karena perfeksionis dapat berarti menambahkan tekanan mental saat orang tersebut berbuat kesalahan, dan tak mau meminta bantuan orang lain karena takut dianggap tidak mampu berbuat sempurna.
“Perfeksionisme adalah kebaikan yang harus dipuji. Tapi di luar batas tertentu, itu menjadi bumerang dan penghalang,” ujar Prem Fry, profesor psikologi di Trinity Western University, Kanada, yang memimpin penelitian tersebut.
Profesor Prem Fry dan rekan-rekannya melakukan studi untuk melihat hubungan antara perfeksionisme dan risiko kematian. Studi ini diikuti 450 orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih, selama 6,5 tahun. Partisipan diminta menyelesaikan kuesioner awal untuk dinilai tingkat perfeksionisme mereka, dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Studi itu menemukan bahwa orang yang memiliki tingkat perfeksionis tinggi, 51 persennya mengalami peningkatan risiko kematian dibanding yang lainnya.
Kenyataan itu, menurut Prem Frey, berkaitan dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan, yang dihubungkan dengan sifat perfeksionis. Selain itu, orang perfeksionis juga mengalami penurunan kesehatan akibat menjauhkan diri dari pertolongan orang lain, karena takut dianggap tidak mampu bertindak sempurna.
Perfeksionisme cenderung memiliki dua komponen, yaitu sisi positif semisal menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri, dan sisi negatif yang melibatkan lebih banyak faktor merusak, semisal memiliki keraguan dan keprihatinan atas kesalahan, dan merasa tekanan dari orang lain untuk menjadi sempurna.
Kenyataan itu, menurut Prem Frey, berkaitan dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan, yang dihubungkan dengan sifat perfeksionis. Selain itu, orang perfeksionis juga mengalami penurunan kesehatan akibat menjauhkan diri dari pertolongan orang lain, karena takut dianggap tidak mampu bertindak sempurna.
Perfeksionisme cenderung memiliki dua komponen, yaitu sisi positif semisal menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri, dan sisi negatif yang melibatkan lebih banyak faktor merusak, semisal memiliki keraguan dan keprihatinan atas kesalahan, dan merasa tekanan dari orang lain untuk menjadi sempurna.
Dibandingkan dengan dampak kesehatan mental, penelitian pada kondisi fisik memang relatif sedikit. Namun, beberapa penelitian lain menemukan bahwa perfeksionisme juga berhubungan dengan berbagai penyakit, seperti migrain, nyeri kronis, juga asma.
Hmm… bagaimana menurutmu?
Hmm… bagaimana menurutmu?
sepertinya memang saya lebih baik tidak perfeksionis
BalasHapusPadahal aku juga perfeksionis, hehe.
Hapus