Kapan Darah Buatan Mulai Digunakan Manusia?

Ilustrasi/ikons.id

Setelah transfusi darah ditemukan, dunia pun mengenal aktivitas donor darah, yang ditujukan untuk membantu orang-orang yang kebetulan membutuhkan pasokan darah, semisal korban kecelakaan atau lainnya. Namun, ada kalanya persediaan darah dari pendonor tidak mencukupi jumlah kebutuhan pasien yang ada.

Problem itu mulai menemukan titik terang pada tahun 1966, ketika dua peneliti Amerika, Leland C. Clark dan F. Gollan, mulai melakukan percobaan dengan cairan fluorocarbon dan air. Mereka mengetahui bahwa fluorocarbon menyerap oksigen dari udara sebagaimana halnya darah manusia.

Ketika mereka menjatuhkan tikus ke dalam cairan tersebut dan menenggelamkannya di bawah permukaan air, tikus itu tidak mati tenggelam. Ketika cairan tersebut masuk ke tubuh tikus dan memenuhi paru-parunya, fluorocarbon menyatu dengan oksigen di dalam air, dan mengalirkannya ke dalam darah.

Kemudian, menindaklanjuti penelitian itu, Henry Sloviter mentransfusikan cairan fluorocarbon ke tubuh kelinci untuk melihat reaksinya. Hasilnya, apabila jumlah cairan fluorocarbon tidak sampai sepertiga dari keseluruhan darah kelinci tersebut, percobaan itu berhasil.

Sampai akhirnya, setelah melalui penelitian lebih panjang, darah buatan yang berasal dari fluorocarbon mulai digunakan untuk manusia, pada tahun 1979. Orang yang pertama kali melakukannya adalah Ryochi Naito, seorang peneliti Jepang, yang menyuntik dirinya sendiri dengan setengah pint (200 mililiter) darah buatan.

Pada masa kini, darah buatan terdiri atas substansi yang mirip hemoglobin, yaitu molekul dalam darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. Meski kemampuannya belum dapat mengimbangi darah yang asli yang diperoleh dari donor, namun darah buatan kini mulai banyak digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan darurat, semisal untuk pasien korban luka bakar yang kehilangan banyak darah.

Hmm... ada yang mau menambahkan?