Bagaimana Proses Lahirnya Huruf Braille?

Bagaimana Proses Lahirnya Huruf Braille? Belajar Sampai Mati, belajarsampaimati.com, hoeda manis
Ilustrasi/infia.co
Sebelum adanya huruf Braille, orang-orang yang menderita tunanetra biasanya dimasukkan ke rumah sakit jiwa, tempat mereka dapat memperoleh uang dengan mengerjakan kerajinan tangan yang tidak membutuhkan penglihatan.

Pada masa itu, kebanyakan tunanetra yang masuk rumah sakit jiwa biasanya akan benar-benar menderita gangguan mental sehingga kemungkinannya untuk dapat keluar dari sana sangat kecil. Kondisi tunanetra yang mereka derita sudah sangat membebani, dan ketika kondisi berat itu ditambah fakta bahwa mereka benar-benar tidak akan dapat mengenal dunia, beban mental yang mereka tanggung semakin berat.

Munculnya huruf Braille memberikan banyak pertolongan kepada orang-orang yang menderita tunanetra. Ajaibnya, sang penemu huruf-huruf spesial itu, Louis Braille, juga seorang tunanetra.

Louis Braille terlahir dengan mata yang dapat melihat. Pada waktu berusia 3 tahun, ia bermain di bengkel milik ayahnya, dan tanpa sengaja sebuah pisau tergelincir serta melukai matanya. Sejak itu ia menjadi buta. Pada usia 10 tahun, Braille mendapat beasiswa di National Institute for Blind Children, di Paris, juga mulai belajar memainkan organ dan cello.

Di sekolah, Braille menggunakan sistem membaca untuk tunanetra yang diciptakan Valentin Hauy, pendiri sekolah tersebut. Sistem itu menggunakan ujung jari seseorang untuk meraba huruf timbul yang dicetak di atas kertas.

Braille dan kawan-kawannya menganggap sistem itu membosankan, karena mereka baru dapat membaca tulisan itu jika guru yang dapat melihat membacakannya untuk mereka, sementara mereka menyimaknya melalui sentuhan jari pada huruf-huruf itu.

Bersamaan dengan itu, ada juga sistem yang dianggap sedikit lebih baik dibandingkan sistem yang digunakan di sekolah Braille. Sistem itu diciptakan Kapten Charles Barbier, seorang tentara Prancis, yang mendesain sistem tersebut untuk memungkinkan personil militer dapat membaca di kegelapan atau malam hari. Sejatinya, sistem itu tidak ditujukan untuk tunanetra, tetapi untuk orang yang bisa melihat namun terhalang kegelapan.

Louis Braille menemukan sistem ciptaan Barbier itu pada usia 15 tahun, dan ia berusaha memperbaikinya sehingga lebih mudah digunakan. Sistem Barbier didasarkan pada deretan titik timbul sebanyak 12 buah, dengan berbagai posisi untuk menggambarkan huruf.

Braille mengubah sistem itu dan hanya menggunakan 6 titik, dan menyertakan serangkaian singkatan. Misalnya, huruf A diwakili satu titik, huruf B diwakili dua titik, sedang huruf C diilustrasikan dua titik yang bersebelahan.

Sistem ciptaan Braille itu meningkatkan kecepatan membaca para tunanetra, sehingga mereka dapat membaca dua kali lebih cepat dibanding sebelumnya, atau separuh kecepatan pembaca yang bisa melihat (bukan tunantera).

Braille pun terus mengembangkan dan memperbaiki sistemnya, hingga akhirnya sistem itu dipublikasikan dan digunakan secara informal di National Institute for the Blind pada tahun 1829, ketika Braille telah menjadi guru di sana.

Namun sistem Braille tidak secara langsung diterima oleh dunia, bahkan hingga Braille meninggal dunia karena tuberkulosis pada tahun 1852. Sampai akhirnya, setelah berbagai sistem lain dicoba digunakan namun belum ada yang mampu mengungguli sistem yang diciptakan Braille, sistem huruf yang dibuat Braille pun mulai digunakan secara luas.

Puncaknya, pada tahun 1932, penggunakan huruf Braille diresmikan, bahkan dijadikan sebagai bahasa resmi untuk orang tunanetra di acara-acara internasional.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Sejarah 7669173981788099893

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item