Siapakah Goenawan Mohamad?

Siapakah Goenawan Mohamad? Belajar Sampai Mati, belajarsampaimati.com, hoeda manis
Ilustrasi/istimewa
Goenawan Soesatyo Mohamad adalah sastrawan, penyair, juga pemikir terkemuka Indonesia, sekaligus salah satu pendiri majalah Tempo. Dilahirkan di Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, Goenawan Mohamad dikenal sebagai seorang intelektual yang memiliki wawasan luas—dari politik, ekonomi, seni dan budaya, film dan musik, hingga sepak bola.

Semenjak SD, Goenawan Mohamad telah menyukai acara puisi siaran RRI, dan mencintai menulis sejak berusia 17 tahun. Pada usia 19 tahun, ia telah menerjemahkan puisi-puisi karya penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Ia belajar ilmu psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, juga di Harvard University, Amerika Serikat.

Pada tahun 1971, ia bersama rekan-rekannya mendirikan majalah Tempo, sebuah majalah mingguan yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di majalah tersebut ia banyak menulis kolom tentang dunia politik di Indonesia. Karena kekritisannya, rezim Soeharto pada waktu itu pun menganggap Tempo sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah, sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Setelah Tempo dibredel, Goenawan Mohamad mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institusi Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia.

Bermarkas di Jalan Utan Kayu 68H, secara sembunyi-sembunyi ISAI menerbitkan serangkaian media dan buku perlawanan terhadap Orde Baru. Di markas itu pula sering berkumpul para aktivis pro-demokrasi, seniman, dan cendekiawan, hingga kemudian lahir Teater Utan Kayu, Radio 68H, Galeri Lontar, Kedai Tempo, hingga Sekolah Jurnalisme Penyiaran.

Lembaga-lembaga itu tidak tergabung dalam satu badan, namun bersama-sama disebut “Komunitas Utan Kayu”, yang sama-sama bervisi pada tumbuhnya kebebasan dalam berekspresi.

Pada tahun 1998, ketika rezim Soeharto runtuh, majalah Tempo kembali terbit, dan Goenawan Mohamad pun kembali menulis di majalah tersebut.

Sepanjang karirnya sebagai sastrawan, penyair, dan intelektual, Goenawan Mohamad sudah menghasilkan berbagai karya yang telah diterbitkan dalam beberapa bahasa. Buku kumpulan puisinya, “Parikesit” (1969) dan “Interlude” (1971), telah diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Kumpulan sajaknya, “Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001”, juga telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul “Goenawan Mohamad: Selected Poems”.

Di antara banyak karyanya, tulisannya yang paling terkenal adalah “Catatan Pinggir”, sebuah artikel pendek atau esai yang dimuat secara rutin di majalah Tempo. Esai-esai itu sekarang telah dibukukan hingga beberapa jilid, serta telah diterjemahkan ke bahasa Inggris.

Pada 2005, Goenawan Mohamad mendapatkan penghargaan Wertheim Award. Satu tahun berikutnya, pada 2006, ia mendapatkan anugerah sastra Dan David Prize, bersama esais dan pejuang kemerdekaan Polandia, Adam Michnik.

Pada 2007, ia menerbitkan “Tuhan dan Hal-hal yang Tak Selesai”, sebuah buku kumpulan esai liris, yang juga diterjemahkan ke bahasa Inggris, dengan judul “On God and Other Unfinished Things”.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Tokoh 7461572432526730013

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item