Siapakah Paul Hermann Müller?
https://www.belajarsampaimati.com/2008/11/siapakah-paul-muller.html
Ilustrasi/humanprogress.org |
Penelitian Müller mengenai DDT dimulai pada tahun 1935 ketika ia bekerja di perusahaan J.R. Geigy A.G., di Basel. Pada waktu itu memang telah banyak hasil penelitian serupa yang dipatenkan, namun tidak ada satu pun jenis pestisida yang dapat dijual ke pasaran karena dinilai kurang aman.
Pada waktu itu jenis pestisida yang banyak digunakan di bidang pertanian adalah arsenate, dan pyrethrum/rotenone, yang merupakan pestisida oral, sehingga jenis pestisida tersebut baru berfungsi setelah masuk ke dalam tubuh hama.
Müller memikirkan dan mencari pestisida yang lebih efektif—jenis pestisida kontak—sehingga dapat bekerja ketika menyentuh tubuh serangga. Itu bukan tujuan yang mudah, dan Müller sendiri mengakuinya karena ia harus menguji ratusan substansi untuk menemukan apa yang dicarinya.
Akhirnya, pada 1939, Müller mulai menemukan harapan ketika meneliti keampuhan hasil sintesis substansi kimia yang ditemukan pada 1873 oleh seorang mahasiswa Austria untuk tesisnya. Ia lalu mengujicobanya pada lalat, dan hasilnya substansi itu dapat dikatagorikan sebagai insektisida kontak.
Müller pun lalu mensintesis substansi tersebut menjadi DDT. Uji coba DDT menunjukkan keampuhannya dalam membunuh berbagai jenis serangga yang diujikan, antara lain lalat, kutu, kumbang Colorado, dan lainnya.
Uji lapangan kemudian dilakukan oleh tim Müller di stasiun penelitian di Wadenswil dan Oerlikon (Switzerland), dan hasilnya menunjukkan bahwa residu DDT dapat efektif membasmi kumbang-kumbang Colorado, hingga lebih dari enam minggu.
Pada tahun 1944, DDT digunakan tentara Amerika Serikat untuk membunuh berbagai jenis serangga pembawa penyakit, antara lain nyamuk pembawa malaria, caplak pembawa tifus, dan serangga pembawa penyakit lainnya.
Ketika Paul Müller mendapatkan Nobel atas keberhasilannya itu pada tahun 1948, Profesor G. Fischer, dari Royal Caroline Institute, menyatakan dalam pidato resminya bahwa DDT adalah “deus ex machina” (sesuatu yang awalnya tidak diharapkan menjadi jawaban bagi persoalan sulit) karena keberhasilannya dalam membunuh caplak pembawa tifus.
Seusai Perang Dunia II, DDT menyebar ke seluruh dunia, dan digunakan untuk membasmi nyamuk malaria di berbagai negara, serta untuk membasmi serangga hama pertanian.
Dalam jangka waktu sepuluh tahun, penggunaan DDT mampu mengurangi kematian akibat malaria dari tiga juta kasus menjadi 7.300 kasus di Afrika Selatan, sementara Sri Lanka berhasil menurunkan kasus malaria hingga hanya tersisa 29 kasus, dan India berhasil menurunkan kasus malaria dari 75 juta kasus pada 1951 menjadi hanya 50.000 kasus pada 1961.
Ketika akhirnya WHO juga mendukung penggunaan DDT untuk pemberantasan malaria, Paul Müller tidak sempat menyaksikannya karena telah meninggal dunia.
Hmm... ada yang mau menambahkan?